Pemkab Konkep Berbohong, Polisi Masih di Lokasi dan Warga Sangat Ketakutan

Pasca PT Gema Kreasi Perdana menyerobot lahan warga penolak tambang pada Selasa, (1/03) dan Kamis, (3/03) lalu, Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan melalui Wakil Bupati Andi Muhammad Lutfi membuat pernyataan terbuka melalui video pendek yang, isinya terkait: [1] Situasi di Konawe Kepulauan (baca: Roko-Roko Raya) sudah aman dan kondusif, [2] Keberadaan PT Gema Kreasi Perdana legal, dasarnya Izin Usaha Pertambangan dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Konkep.

Klaim Situasi Sudah Aman dan Kondusif

Pernyataan Wakil Bupati Konkep Andi Muhammad Lutfi bahwa situasi di lokasi sudah aman dan kondusif itu cenderung manipulatif dan mengandung unsur kebohongan.

Pertama, Pasca penyerobotan lahan pada tanggal 1 dan 3 Maret lalu, warga penolak tambang di Roko-Roko Raya sesungguhnya masih sangat cemas dan takut akan aparat kepolisian yang masih mondar-mandir dan berada di _basecamp_ PT Gema Kreasi Perdana. Ketakutan warga itu juga terkait dengan sebagian dari warga penolak tambang yang sudah dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan sejak tahun 2019 lalu.

Kedua, Keberadaan aparat kepolisian di basecamp PT GKP, berikut potensi warga penolak yang sebelumnya telah dilaporkan ke polisi dan terlibat dalam aksi pengadangan pada 1 dan 2 Maret lalu, membuat warga enggan untuk pulang ke rumah hingga saat ini. Konsekuensinya kemudian adalah warga tidak lagi fokus mengurus kebun sebagai sumber utama perekonomiannya.

Ketiga, Pada Jumat, 4 Maret, sehari setelah penyerobotan lahan yang menyebabkan sejumlah perempuan jatuh pingsan itu, aparat kepolisian mendatangi rumah salah satu perempuan petani yang terlibat dalam aksi pengadangan. Polisi, dengan cara intimidatif, bertanya soal siapa yang menyuruh petani perempuan membuka baju dalam aksi pengadangan, berikut diancam akan dilaporkan dengan UU pornografi.

Sehingga klaim Wakil Bupati Konkep itu tidak benar, cenderung mengada-ada. Alih-alih memberikan informasi yang benar, Wakil Bupati Konkep itu bahkan terlibat dalam upaya negosiasi dengan sejumlah warga penolak tambang yang, tujuan akhirnya membuka ruang masuk bagi PT GKP.

“Klaim Keberadaan PT Gema Kreasi Perdana legal, telah kantongi Izin Usaha Pertambangan dan Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Konkep”

Wakil Bupati Konkep, Andi Muhammad Lutfi juga mengklaim jika keberadaan PT GKP legal. Andi mengacu pada izin usaha pertambangan dan RTRW Konawe Kepulauan No 22 Tahun 2021.

Izin Tambang PT GKP

Pertama, Konawe Kepulauan atau Pulau Wawonii merupakan pulau kecil, luasnya hanya 708,32km2. Keberadaan Izin Usaha Pertambangan PT GKP, termasuk sejumlah perusahaan tambang lainnya di Pulau Wawonii sesungguhnya bertentangan dengan amanat UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dimana pemanfaatan pulau kecil tidak diprioritaskan untuk aktivitas pertambangan.

Kedua, Merujuk dokumen Peraturan Daerah No 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018-2038, pulau Wawonii tidak dialokasikan untuk kawasan pertambangan. Dalam Perda ini, Pulau Wawonii beserta perairan di sekitarnya dialokasikan untuk Kawasan Pemanfaatan Umum, yaitu Kegiatan Perikanan Tangkap.

Ketiga, Izin tambang PT GKP dan seluruh perusahaan tambang di Konkep sesungguhnya diterbitkan ketika Kabupaten Konkep  masih menjadi wilayah administrasi Kabupaten Konawe. Seluruh proses penerbitan izin tambang itu, tidak diketahui warga, semua berlangsung dalam ruang tertutup, diduga penuh koruptif. Aspek mendasar soal hak veto rakyat untuk menyatakan tidak atau menolak diabaikan, semua untuk kepentingan korporasi tambang dan segelintir elit politik lokal yang tengah berkuasa.

Keempat, Terminal Khusus (tersus) milik PT GKP yang dibangun di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, juga tidak diatur dalam Perda Sulawesi Tenggara No.

9 Tahun 2018-2038 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Kasubdit Pulau-pulau Kecil dan Terluar Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahmad Aris mengungkapkan sebagaimana diatur dalam pasal 12 Perda No.9 Tahun 2018 dimana lokasi tersebut dialokasikan untuk Kawasan Pemanfaatan Umum Zona Perikanan Tangkap (KPU-PT).

RTRW Konawe Kepulauan

Sebagaimana diketahui, Kabupaten Konawe Kepulauan, meski telah mekar sejak tahun 2013 lalu, Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pulau kecil itu masih tertahan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN). Sehingga untuk kepentingan arahan dalam memanfaatkan ruang, Kabupaten Konawe Kepulauan masih mengacu pada RTRW Konawe, selaku kabupaten induk sebelum dimekarkan. Dalam RTRW Kabupaten Konawe itu, tidak ada alokasi ruang untuk tambang di Konawe Kepulauan.

Namun, setelah terkatung-katung dalam waktu yang lama, draft Rancangan RTRW Konkep yang selama ini tertahan di Kementerian ATR/BPN di Jakarta itu, secara tiba-tiba dibahas melalui Rapat Koordinasi Pembahasan Persetujuan Substansi RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan di Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Tenggara pada pada 23 Maret 2021. Tak lama setelah itu, Perda RTRW disahkan, dengan terbitnya Perda No 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan. Dalam Perda ini, secara mengejutkan terdapat alokasi ruang untuk tambang.

Sebagaimana dengan proses terbitnya izin tambang, proses pembahasan, kajian akademik dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Konkep yang disahkan itu, tak dibuka ke publik, tidak melibatkan masyarakat, bahkan diduga disusupi kepentingan perusahaan tambang.

Dugaan ini semakin kuat, mengingat setelah Perda RTRW disahkan, Pemerintah Kabupaten Konkep dan PT Gema Kreasi Perdana menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada 30 September 2021. Melalui MoU ini, PT GKP memungkinkan untuk bisa menjalankan rencana kegiatan usaha di Pulau Wawonii.

Dengan demikian, seluruh klaim Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan melalui Wakil Bupati Andi Muhammad Lutfi melalui video yang telah beredar luas itu, tidak berangkat dari situasi dan realitas sesungguhnya. Pemerintah cenderung menutup-nutupi dan berupaya memanipulasi informasi dari lapangan.

Pernyataan yang disampaikan Wakil Bupati Konkep itu tampak sebagai upaya untuk membuka jalan bagi beroperasinya PT Gema Kreasi Perdana, anak usaha Harita Group. Sementara warga penolak tambang yang hidup dalam ketakutan akibat derasnya ancaman dan intimidasi justru dibiarkan berjuang sendiri. Hal ini semakin menguatkan dugaan ihwal Bupati dan Wakil Bupati Konkep yang lebih sering melayani kepentingan korporasi tambang dari pada bekerja memastikan jaminan hukum bagi warga dan ruang hidupnya yang terus terancam.

Klik disini untuk melihat video pernyataan Wakil Bupati 

Narahubung:

Muh Jamil – JATAM – +62 821-5647-0477
Edy Kurniawan – YLBHI – +62 853-9512-2233
Muhammad A – KIARA – +62 821-1333-2992
Ady Anugrah Pratama – YLBHI-LBH Makassar – +62 853-4297-7545
Helmy Hidayat Mahendra – KontraS – +62 812-5926-9754