Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan: Merusak Demokrasi Serta Mengembalikan Rezim Otoritarian

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti secara tajam guliran wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) – yang disampaikan sejumlah elite partai politik bahkan pejabat publik. Wacana tersebut mulai kembali aktif tahun ini setelah dipantik oleh pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia yang menyebutkan dunia usaha menghendaki Pemilu diundur hingga 2027.[1] Riak wacana tersebut disambut oleh sejumlah pimpinan partai politik seperti Muhaimin Iskandar (PKB), Airlangga Hartarto (Partai Golkar) dan Zulkifli Hasan (PAN). Belakangan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marinves), Luhut Binsar Pandjaitan juga menggembar-gemborkan wacana ini dengan menyebutkan alasan big data.

Wacana perubahan batas masa jabatan 3 periode, amandemen UUD, perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu terus bereskalasi di tengah masyarakat. Walaupun terdapat perubahan, wacana yang dilemparkan memiliki tujuan yang sama yakni pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa lebih lama berkuasa. Wacana tersebut pun bukan barang baru, melainkan telah tercium di beberapa tahun lalu.

Wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu ini jelas merupakan bentuk kongkalikong politik antar elit. Hal tersebut dilakukan secara terstruktur, sebab dilakukan oleh pejabat publik dalam struktur pemerintahan. Bahkan kami mencurigai bahwa wacana ini datang dari sekeliling istana dalam hal ini kabinet kerja. Eskalasinya pun menyasar untuk memobilisasi struktural bawah dalam pemerintahan seperti halnya Kepala Desa. Selain terstruktur, konsolidasinya pun dilakukan dengan sangat sistematis, sebab terlihat sekali bahwa perencanaannya dan mobilisasi terlihat secara matang. Langkah dan alurnya nampaknya disusun begitu rapih. Kami menduga wacana ini juga akan berlangsung masif dan menyeluruh di daerah di seluruh Indonesia secara diam-diam.

Jika merujuk pada alasan rasional legal, wacana perpanjangan masa jabatan menjadi lebih dari dua periode mutlak inkonstitusional. Selain itu, salah satu makna penting dari constitutional ethics, yakni adanya konsep rule of law. Konsep tersebut menghendaki adanya sistem yang diperuntukan bagi semua, termasuk pemerintahan yang memiliki kewajiban (obligation) untuk tunduk pada hukum yang sama. Konsep ini juga menegaskan bahwa tidak ada seorang pun termasuk Presiden memiliki kedudukan di atas hukum.[2]

Adapun wacana yang digulirkan ini juga menegaskan wujud autocratic legalism. Praktik ini sangat berbahaya, sebab negara mengarah pada rezim otoritarian, tetapi masih seakan-akan menggunakan cara yang demokratis. Begitu sulit untuk mengidentifikasi langkah yang diambil merupakan sebuah penyimpangan, sebab watak otokrasi tersebut telah dilegalisasi oleh sejumlah instrumen hukum nasional.

Demokrasi menghendaki konsep government or rule by the people. Suatu kekuasaan negara harus bersandarkan pada kehendak rakyat terbanyak, sebab rakyatnya yang menetapkan anggota-anggota pemerintahan dan kepada mereka ini dipercayakan penyelenggaraan kepentingan-kepentingan rakyat. Rakyatlah yang memiliki otoritas untuk membatasi, mengubah ataupun mencabut mandat kekuasaan. Wacana penundaan pemilu tidak hanya menyalahi konstitusi, namun hal ini juga jelas melanggar hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih.

Berdasarkan catatan di atas KontraS bersikap:

Menolak seluruh wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu lewat berbagai metode seperti halnya amandemen UUD 1945 karena tidak memiliki urgensi dan rakyat belum menghendaki adanya amandemen tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan secara konkret oleh Presiden Joko Widodo dengan mencopot menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Selain itu, seluruh pihak utamanya elit dan partai politik harus berhenti menggulirkan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan ini.

 

Jakarta, 9 April 2022
Badan Pekerja KontraS,

 

 

Rivanlee Anandar
Wakil Koordinator

 

Narahubung: +62 821-2203-1647

[1] Kumparan Bisnis, Bahlil: Dunia Usaha Minta Pemilu Diundur, Jokowi Sampai 2027, https://kumparan.com/kumparanbisnis/bahlil-dunia-usaha-minta-pemilu-diundur-jokowi-sampai-2027-1xHRjI3jj7a diakses 11 Maret 2022.

[2] Jones and Bartlett Learning, The Constitution Law, and Public Service Ethics, hlm.9.

 

Klik disini untuk melihat  “Kertas Posisi Penundaan Pemilu” Selengkapnya