Kebrutalan Polisi Berlanjut, Wujud Gagapnya Negara Menanggapi Kritik

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan represif yang diambil Kepolisian dalam penanganan aksi massa di Ternate, Maluku Utara pada 18 April 2022 kemarin. Dalam berbagai video/foto yang tersebar di media sosial, terlihat bahwa Polisi begitu brutal menanggapi demonstrasi mahasiswa dengan memukul massa aksi secara membabi buta, menembakan gas air mata, menembakan water cannon hingga merusak mobil komando, serta menangkap beberapa demonstran dengan sewenang-wenang. Upaya penyampaian pendapat seharusnya tidak disikapi dengan tindakan brutal yang pada akhirnya menimbulkan korban. Kami melihat bahwa lagi-lagi Negara dalam hal ini aparat gagap dalam menanggapi kritik publik yang disampaikan lewat metode demonstrasi.

Berdasarkan informasi yang kami terima, unjuk rasa dalam rangka menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Ternate tersebut berakhir dengan kericuhan. Persitiwa terjadi di Jalan Pahlawan Revolusi yakni persisnya di depan kantor walikota sekitar pukul 17.56 WIT dan jalan menuju Bandara depan FKIP Unkhair Akehuda sekitar pukul 15.18 WIT.[1] Adapun beberapa mahasiswa yang diamankan dalam aksi tersebut yakni:

  1. Giral (TEKNIK TAMBANG UMMU)
  2. Farok (HMI)
  3. Harsono (HMI)
  4. Ardin (HMI)
  5. Alfarijik (KAMMI)
  6. Ariadi (SISWA)
  7. Ade (LMND)
  8. Jihan (SOMBAR)
  9. Fikri (HMI)
  10. Sanusi (TEKNIK UMMU)
  11. Bahtiar (SDMN)
  12. Fuji Pangandro (SDMN)
  13. Irfan Polaupss (FAKULTAS EKONOMI UNKHAIR)
  14. Mujahidin Adb Rahim (HMI)

Selain itu, pembubaran paksa dengan kekerasan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian bagi mahasiswa, tetapi masyarakat setempat. Salah satunya menimpa bayi berusia 5 bulan yang mengalami sesak nafas akibat terkena gas air mata. Bayi tersebut akhirnya dilarikan ke rumah sakit dengan dibantu oleh warga sekitar.

Kami melihat bahwa penanganan aksi massa yang terjadi ini merupakan bentuk penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force). Tindakan yang diambil tersebut jelas mengangkangi ketentuan internal Kepolisian, salah satunya Peraturan Kepala Kepolisian No. 7 Tahun 2012, yang mewajibkan anggota Polri untuk bertindak secara professional dan menjunjung tinggi HAM dalam kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.[2] Selain itu, Polisi juga harus menghindari tindakan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, dan melanggar HAM lainnya.[3]

Polisi seharusnya dapat menghormati hak para pengunjuk rasa untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat untuk maksud-maksud damai, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan instrumen hukum perundang-undangan lainnya. Dalam penggunaan kekuatan Kepolisian juga harus proporsional sebagaimana disebutkan dalam Perkap 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Kepolisian tidak dapat membubarkan pengunjuk rasa dengan brutal tanpa alasan yang jelas dengan gas air mata dan kekerasan, sebab penggunaan kekuatan Kepolisian harus berdasar pada tingkat dan eskalasi ancaman sebagaimana dimaksud dalam Perkap 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

“Kekerasan yang terus berulang dalam penanganan demonstrasi merupakan bentuk gagalnya Polri dalam melakukan reformasi institusi. Presisi sebagaimana misi dari Kapolri, Jenderal Listyo Sigit hanya lip service yang belum terlihat nyata praktiknya di lapangan. Aksi demonstrasi seharusnya dijawab dengan narasi dan terakomodirnya tuntutan, bukan justru represi dari aparat Kepolisian.” Ujar Rivanlee Anandar, Wakil Koordinator KontraS.

Atas dasar uraian di atas, KontraS mendesak:

Polda Maluku Utara untuk mengusut anggota Kepolisian yang bertindak represif di lapangan pada aksi penolakan kenaikan BBM di Ternate pada 18 April 2022 kemarin. Selain itu, Polda Maluku Utara juga harus mendesak Polres Ternate untuk membebaskan seluruh mahasiswa yang ditangkap secara sewenang-wenang.

 

Jakarta, 19 April 2022

 

Rivanlee Anandar
Wakil Koordinator KontraS

Narahubung: 0821-2203-1647 (Rozy Brilian)

 

[1] https://kieraha.com/maluku-utara/ternate/52361/aksi-tolak-kenaikan-harga-bbm-di-ternate-ricuh-hingga-bayi-5-bulan-dilarikan-ke-rs/

[2] Lihat Pasal 9 huruf a dan b.

[3] Pasal 28 huruf e.