Kembali Berulang, Serangan Digital Menjelang Demonstrasi Harus Dihentikan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengutuk segala bentuk serangan digital yang menyasar pada beberapa mahasiswa sebelum aksi nasional tanggal 21 April 2022. Berdasarkan informasi yang kami terima, sejumlah koordinator massa aksi seperti halnya Muhammad Yusuf (Koordinator Wilayah BEM SI), Tasya (Menteri Sosial Politik BEM UPNVJ), Naufal (Kormed BEM SI), Iqbal (Blok Politik Pelajar), Daffa (Blok Politik Pelajar), Fauzan (Presiden Universitas Trisakti), Fawwaz N. (Ketua Serikat Mahasiswa Progresif UI), Naufal F. (SERASI Pertamina), Ja’far Shiddiq (SERASI Pertamina), Daniel (Presiden ITL) dan Hady (Menteri Luar Negeri Universitas Trisakti)  mendapatkan tindakan peretasan dari orang yang tidak diketahui. Adapun peretasan juga dialami oleh pengajar Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti. Instagram miliknya tidak dapat diakses sejak 20 April 2022.

Kami melihat serangan digital ini telah menjadi pola yang terus berulang setiap kali adanya demonstrasi besar yang dilakukan masyarakat dan mahasiswa. Selain itu, tindakan peretasan atau doxing seringkali menyasar pada mereka yang sedang mengkritisi pemerintah atau sedang menyeimbangkan narasi negara. Masifnya peretasan ini tentu bukan kali pertama, kejadian serupa juga terjadi pada aksi #ReformasiDikorupsi pada 2019, aksi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja pada 2020, dan aksi menolak Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK pada 2021. Terbaru, peretasan juga menyasar mahasiswa yang melakukan aksi penolakan masa perpanjangan masa jabatan pada 11 April 2022 lalu.

Kami melihat bahwa rangkaian serangan digital seperti halnya peretasan terjadi begitu masif beberapa saat sebelum dilangsungkannya demonstrasi. Kami menduga bahwa peretasan semacam ini merupakan metode melawan hukum untuk mendapatkan akses informasi. Selain itu, serangan digital juga ditujukan untuk penggembosan gerakan rakyat atau mahasiswa.

Adapun bentuk-bentuk serangan ini jelas bertujuan memunculkan iklim ketakutan di massa aksi agar tak jadi turun dan melangsungkan demonstrasi. Kami menduga bahwa terdapat unsur negara yang terlibat dalam tindakan serangan digital seperti halnya peretasan akun media sosial menjelang beberapa aksi besar. Indikasi tersebut berdasar, sebab tindakan peretasan seakan-akan didiamkan oleh aparat kepolisian. Terbukti, sampai hari ini tidak ada satupun kasus peretasan atau serangan digital lainnya yang berhasil diungkap kepada publik. Tak ada satupun aktor intelektual yang berhasil ditangkap dan diproses secara hukum. Nihilnya pengusutan kasus oleh pihak berwenang juga seakan mewajarkan praktik serupa di masa mendatang sehingga akan muncul keberulangan. Padahal jelas bahwa tindakan semacam ini merupakan bentuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE.

Selain merupakan tindak pidana, serangan digital juga merupakan bentuk pengangkangan terhadap hak atas privasi. sebagaimana diatur dalam Pasal 28G konstitusi dan article 12 DUHAM. Selain itu penegasan perlindungan hak atas privasi – yang artinya bebas dari berbagai serangan digital juga tercantum dalam Article 17 ICCPR yang menjamin bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan dan serangan.

Rangkaian tindakan serangan digital ini jelas mengindikasikan demokrasi dan ruang kebebasan sipil di Indonesia makin memburuk. Sebab, fenomena ini memperlihatkan bahwa telah terjadi upaya represi secara digital terhadap masyarakat. Di sisi lain negara, tak bertanggungjawab dan terus membiarkan praktik ini. Pembiaran yang dilakukan oleh negara juga jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM by omission. KontraS mengkhawatirkan bahwa dalam beberapa aksi demonstrasi ke depan, pola semacam ini kembali berulang, yang tentu saja berimplikasi pada lemahnya gerakan masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut, kami mendesak Kepolisian:

Mengusut tuntas tindakan peretasan yang terjadi dengan mengungkap dalang/pelakunya. Para pelaku harus diumumkan kepada publik secara transparan sehingga kejadian serupa tak terus berulang.

 

Jakarta, 21 April 2022

 

Rivanlee Anandar
Wakil Koordinator KontraS