M. Fikry, dkk Harus diputus Bebas dari Segala Dakwaan dan Tuntutan

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) sebelumnya melakukan pendampingan hukum kepada Muhamad Fikry, Muhamad Rizky, Abdul dan Randy Apriyanto di Pengadilan Negeri Cikarang. Berdasarkan fakta persidangan, kami menilai bahwa telah terjadi salah tangkap sehingga dakwaan dan tuntutan yang dilakukan oleh Penuntut Umum menjadi salah subyek (error in Persona) dan penyiksaan (torture) terhadap keempat Terdakwa oleh Aparat Kepolisian dari Polres Metro Bekasi dan Polsek Tambelang untuk mendapatkan Pengakuan.

Berdasarkan Hasil Temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI melalui Pemantauan dan Penyelidikan yang dirilis hari ini 20 April 2022, “ditemukan 10 (sepuluh) bentuk tindak penyiksaan dan 8 (delapan) bentuk kekerasan verbal yang diduga dilakukan oleh Personil Unit Reskrim Polsek Tambelang dan Unit Jatanras Satreskrim Polres Metro Bekasi, Penyiksaan yang dialami terjadi di 3 (tiga) tempat (locus), Yakni Gedung Telkom Tambelang, Ruang Introgasi dan ruang sel Polsek Tambelang”. Temuan Komnas HAM ini juga menguatkan kesaksian mengenai Penyiksaan yang sudah diberikan dan diterangkan oleh 3 (tiga) orang saksi yang Penasihat Hukum hadirkan di Persidangan.

Saat ini proses persidangan dari para terdakwa sudah akan memasuki tahap akhir, yakni pembacaan putusan oleh majelis hakim yang rencananya akan dibacakan pada Hari Kamis, Tanggal 21 April 2022, selain Penyiksaan (torture) terhadap Para Terdakwa.

adapun alasan-alasan yang harus menjadi pertimbangan agar Majelis Hakim memutus Para Terdakwa Bebas dari dakwaan dan tuntuan adalah sebagai berikut:

  1. Dalam Perkara ini saksi fakta yang ada hanya 1 (satu) orang, Yakni Darusman Ferdiansyah yang mengaku mengenali wajah Terdakwa Abdul Rohman, Muhammad Fikry dan Hafal Plat Nomor Kendaraan yang dikendarai kedua Terdakwa, kesaksian korban ini hanya berdiri sendiri dan tidak dikuatkan dengan Keterangan Saksi lainnya, adapun Barang Bukti (instrumenta delicti) yakni, Arit (kemudian ditulis dalam berkas perkara Celurit) yang menurut Penuntut Umum dapat menguatkan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian, karena arit tersebut hanya dihubungkan kepada korban bukan kepada terdakwa, padahal menurut Ahli Forensik yang kami hadirkan dipersidangan seharusnya Arit tersebut dihubungkan kepada Terdakwa, karena jika benar teerdakwa menggunakan arit tersebut sudah barang tentu sidik jari terdakwa tertinggal, faktanya tidak ada berkas yang menyatakan hal tersebut atau tidak ada sidik jari terdakwa di arit tersebut;
  2. Dalam perkara ini juga Saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum adalah Saksi yang tidak netral, tidak objektif dan tidak jujur, Yakni 2 orang Polisi yang menangkap dan Penyidik Pembantu (Verbalisan) yang memeriksa para terdakwa, sebagaimana KUHAP dan Yuripsrudensi Saksi-saksi tersebut merupakan saksi yang memiliki konflik kepentingan dalam perkara karenanya harus dikesampingkan, hal ini juga dikuatkan oleh Keterangan Ahli Pidana yang Penasihat Hukum hadirkan di Persidangan, sedangkan 1 orang saksi lainnya yang bekerja di Polsek Tambelang dan Saksi Paman Korban juga tidak dapat mendukung Kesaksian Korban karena merupakan kesaksian yang diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu);
  3. Selanjutnya dalam Persidangan Penasihat Hukum menghadirkan 7 orang Saksi Alibi yang menjelaskan bahwa Para Terdakwa tidak berada di Tempat Kejadian Perkara pada tanggal 24 Juli 2021 Pukul 01.30 WIB sebagaimana dituduhkan, selain itu terdapat juga rekaman CCTV yang merekam posisi Terdakwa Muhammad Fikry yang tidur di Mushola dan Motor Honda Beat Street yang dijadikan barang bukti terparkir di rumah, pada tanggal 24 Juli 2022 Pukul 01.30 WIB, CCTV tersebut dikuatkan oleh Keterangan Ahli yang kita hadirkan yang pada intinya gambar rekaman CCTV identik dengan terdakwa M. Fikry dan Gambar Motor Cocok dengan barang bukti, selain itu Motor Honda Vario yang menurut Polisi digunakan oleh Terdakwa Abdul Rohman juga dalam penguasaan Saksi Sudarmun pada saat waktu kejadian;

Selain itu secara formil proses penegakan hukum terhadap para tersangka diwarnai dengan Pelanggaran Hukum atau dilakukan secara sewenang-wenang;

  1. Mengenai Penangkapan yang dijelaskan oleh 3 (tiga) orang saksi yang Penasihat Hukum, yang mana ketiganya juga mengalami penangkapan oleh Polisi tanggal 28 Juli 2021, menjelaskan bahwa pada saat itu Polisi tidak menjelasakan alasan penangkapan, menunjukkan surat perintah penangkapan dan surat tugas, keterangan para saksi juga dikuatkan oleh keterangan 2 (dua) orang saksi polisi (penangkap) bahwa mereka melakukan penangkapan terhadap para terdakwa dan kelima orang lainnya hanya berdasarkan perintah lisan dari Kanit Reskrim Polsek Tambelang;
  2. Kemudian pada saat BAP, Berdasarkan keterangan para terdakwa dipersidangan dan surat penyataan tidak pernah mendapatkan pendampingan hari penasihat hukum pada saat pemeriksaan, keterangan para terdakwa juga dikuatkan oleh Berkas Perkara yang didalamnya ada keterangan para terdakwa tidak ingin didampingi namun dalam pengesahan BAP ada tanda tangan penasehat hukum bernama Deni Wijaya, S.H., kemudian menurut keterangan saksi verbalisan para terdakwa didampingi oleh Syam, S.H. namun yang menandatangani BAP orang yang berbeda, sehingga kuat dugaan bahwa para terdakwa memang tidak didampingi oleh Penasehat hukum;
  3. Selanjutnya Penggeledahan dan Penyitaan yang dilakukan juga tidak memiliki surat izin dari Pengadilan Negeri, sebagaimana kami jelaskan sebelumnya Penangkapan (28/07/21) hanya berdasarkan Perintah Kanit Polsek Tambelang dan pada saat bersamaan juga terjadi penggeledahan dan penyitaan tanpa izin pengadilan, berdasarkan Berkas Perkara Permohonan Ke Ketua Pengadilan untuk Penggeledahan dan Penyitaan baru diajukan pada tanggal 05 Oktober 2021, selain itu dikuatkan juga oleh Keterangan Saksi Sudarmun yang motor honda varionay disita dan dijadikan barang bukti, bahwa menurutnya dipersidangan “Polisi yang mengambil motor tersebut hanya untuk dipinjam sebentar”;
  4. Kemudian Barang Bukti Arit yang dsisita oleh Polisi pada tanggal 28 Juli 2021 dikandang Ayam milik saksi Sudarmun baru dilakukan uji forensik laboratoris 3 bulan setelahnya, yakni Bulan Oktober 2021, selain catat prosedur administrasi, kami juga menilai barang bukti tersebut rawan dikontaminasi dan dirusak mengingat rentang waktu penyitaan dan uji forensik sangat lama, penyitaan lainnya juga terdapat 3 HP yang disita Polisi dan tidak ada berita acara penyitaannya dalam berkas perkara dan tidak pernah dihadirkan, kemudian salah satu dari 9 orang yang ditangkap juga kehilangan uang sebesar 1,5 Juta, hal ini juga kemudian dikuatkan oleh Temuan KOMNAS HAM dan investigasi media elektronik dan cetak;

Bahwa didasari pada fakta-fakta hukum di atas, kami mendesak beberapa Pihak untuk:

  1. Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini menyatakan dalam amar Putusannya bahwa Para Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagaimana didakwakan dan dituntut oleh Penuntut Umum dan membebaskan Para Terdakwa (Vrijspraak);
  2. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakara Raya menindaklanjuti temuan Komnas HAM dengan mengedepankan pendekatan Hukum Pidana untuk melakukan Penyelidikan dan penyidikan dugaan penyiksaan (torture) yang dilakukan oleh anggota Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi terhadap para terdakwa secara transparan dan akuntabel, selain itu dengan pendekatan Pidana juga Polda Metro Jaya juga dapat melakukan mengenai 3 Hp dan 1,5 Juta uang karena Penyitaan yang illegal merupakan bentuk pencurian;
  3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap Polda Metro Jaya apabila melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran pidana, disiplin dan etik;
  4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan akses pemulihan secara fisik dan psikis kepada para korban intimidasi dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian;
  5. Presiden RI segera membentuk sebuah Tim Independen Percepatan Reformasi di kepolisian yang bekerja secara langsung di bawah Presiden, guna memastikan perubahan terjadi di semua lini kepolisian;
  6. Presiden dan DPR RI memerintahkan Kapolri untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah perbaikan bagi pelaksanaan tugas kepolisian yang mengedepankan prinsip-prinsip pemolisian demokratik dan penghormatan hak asasi manusia. Petugas yang melakukan tindak kekerasan harus segera ditindak melalui proses peradilan pidana yang transparan, sehingga bisa menjadi bagian komitmen dari penegakan hukum di tubuh internal kepolisian;
  7. Presiden dan DPR RI segera meratifikasi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture) demi membangun sistem dan kebijakan pencegahan praktik penyiksaan secara serius;
  8. Jaksa Agung memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi mengawasi, mengevaluasi, dan menjatuhkan sanksi atas kinerja Jaksa Penuntut Umum yang bertugas pada perkara ini dan memberikan pendidikan lebih lanjut kepada Jaksa Penuntut Umum yang bertugas pada perkara ini agar memiliki kemahiran yang cukup dalam melakukan penuntutan tindak pidana. Sehingga kedepannya tidak terjadi kesesatan dalam proses penuntutan (malicious prosecution).

Tim Advokasi Anti Penyiksaan

(KontraS dan LBH Jakarta)

Narahubung:

KontraS (087785553228)

LBH Jakarta (085273111161)