Polda Metro Jaya Harus Ungkap dan Tuntaskan Kasus Dugaan tindak Penyiksaan dan Praktik Pemerasan Alm. Freddy Nicolaus di Polres Jakarta Selatan Berdasarkan Temuan Komnas HAM

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengapresiasi temuan dan hasil penyelidikan Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas HAM) yang disampaikan pada 20 April 2022 lalu, berkaitan dengan kasus dugaan penyiksaan yang menyebabkan matinya Alm. Freddy Nicolaus Siagian (korban). 

Temuan dan hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan bahwa peristiwa kematian korban terdapat indikasi kuat pelanggaran hak asasi manusia, antara lain pelanggaran hak untuk hidup, hak untuk terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam dan merendahkan martabat, hak untuk memperoleh keadilan, serta hak atas kesehatan. 

Selain itu, Komnas HAM juga menyebutkan bahwa telah terjadi tindak pemerasan dan kekerasan yang dialami oleh korban. Hal tersebut sejalan dengan temuan kami sebelumnya, bahwa korban diduga mengalami serangkaian tindak kekerasan yang begitu keji, apabila melihat kondisi di sekujur tubuh korban. Meskipun Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan tidak menemukan adanya penyiksaan terhadap korban.

Akan tetapi, fakta yang tidak bisa diabaikan ialah diketahui terdapat sejumlah luka yang membekas pada tubuh korban, Seperti kulit terkelupas di belakang punggung dan lengan kanan, beberapa bagian dada membiru. Pada bagian tulang kering kaki kiri sudah berwarna hitam lebam, dan di sekitarnya terlihat banyak bekas luka berbentuk bulat yang baru mulai mengering. Tulang penghubung ke arah jari kelingking kaki kiri terlihat patah dan masuk ke dalam ditambah luka di bagian ujung kuku seperti terinjak sesuatu. Sehingga kami menilai bahwa kesimpulan yang disampaikan oleh Kompolnas, merupakan kesimpulan yang prematur dan telah merugikan pihak keluarga korban sebagai pencari keadilan.

Perkembangan atas kasus ini, Polda Metro Jaya telah membentuk tim yang dipimpin oleh Irwasda. Berkenaan dengan hal tersebut, kami mendorong Polda Metro Jaya dalam proses penyelidikan dan penyidikan, dilakukan secara transparan dan akuntabel. Sebab hingga saat ini terdapat berbagai hak atas informasi yang belum dipenuhi oleh Polres Jakarta selatan kepada kuasa hukum dan keluarga korban. Salah satunya mengenai hasil autopsi.

Kami dari pihak keluarga hingga saat ini belum menerima hasil autopsi korban. Namun dengan hasil temuan Komnas HAM yang menyebutkan adanya indikasi kuat pelanggaran hak asasi manusia, kami mengharapkan pihak kepolisian dapat terbuka dan mengusut tuntas peristiwa penyiksaan yang menjadikan kakak kami sebagai korban.”  ujar Benny, adik kandung korban.

Lebih lanjut, atas temuan Komnas HAM dan fakta-fakta hukum yang ada, kami ingin kembali menegaskan bahwa tindak penyiksaan merupakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Terdapat berbagai peraturan yang melarang perbuatan keji  tersebut, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia hingga Perkapolri nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

Dalam konteks hukum dan hak asasi manusia, tindak penyiksaan dikategorikan sebagai tindak kejahatan, oleh karenanya sudah sepatutnya aparat kepolisian melakukan serangkaian tindakan penyelidikan dan/atau penyidikan melalui mekanisme peradilan pidana. Upaya hukum kepolisian tersebut, juga harus dapat menyasar terkait dugaan tindak pemerasan yang dialami korban selama ditahan di Polres Jakarta Selatan. Mengungkap dan menuntaskan kasus ini penting untuk dilakukan agar adanya jaminan ketidak berulangan serta memberikan efek jera (deterrent effect) kepada pelaku.

Berdasarkan uraian dan pendapat kami di atas, kami mendesak:

  1. Polda Metro Jaya segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap sejumlah anggota kepolisian dari unit satresnarkoba dan Sat Tahti Polres Jakarta Selatan secara transparan dan akuntabel, atas dugaan tindak penyiksaan dan praktik pemerasan berdasarkan temuan Komnas HAM;
  2. LPSK memberikan perlindungan bagi saksi dan keluarga korban guna menjamin keselamatan dan terjaga keamanannya secara fisik maupun psikis, sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Jakarta, 9 Mei 2022
Badan Pekerja KontraS,

 

Rivanlee Anandar, M. Kesos.
Wakil Koordinator

Narahubung : 081311990790