Surat Terbuka: Usut Tuntas Tragedi Kekerasan dan Penembakan Terhadap Sejumlah Peserta Aksi Tolak DOB di Yahukimo, Papua.

Nomor: 14/SK-KontraS/VII/2022
Perihal: Surat Terbuka

 

Kepada Yang Terhormat,
Ahmad Taufan Damanik
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Di Tempat,

Dengan Hormat,

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebelumnya telah menerima informasi dari Himpunan Alumni Se-Jawa Bali dan Sumatera (HA-JABASU) di Yahukimo Papua, sehubungan  adanya pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan nomor agenda: 142785 terkait dengan dugaan tindak kekerasan dan penembakan yang mengakibatkan kematian oleh Kepolisian terhadap sejumlah massa aksi yang menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) di Simpang Tiga, Pangkalan Cendrawasih, Distrik Dekai Yahukimo, Papua. Adapun informasi yang kami terima, sebagai berikut:

  1. Bahwa aksi yang digelar oleh sejumlah warga asli papua pada tanggal 15 Maret 2022 dilatarbelakangi atas rencana daerah pemekaran baru di wilayah Papua, yakni pemekaran Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah;
  2. Bahwa sebelum aksi dimulai pada hari H, tanggal 14 Maret 2022 koordinator lapangan aksi telah menebar surat pemberitahuan akan dimulainya aksi kepada DPRD dan aparat keamanan dengan tujuan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Bersamaan dengan itu, rekan-rekan lainnya menebar poster seruan aksi demo damai tolak daerah otonomi baru di wilayah Papua dan Papua Barat di lampu merah dan perempatan sekitar ibu kota Dekai;
  3. Sebelum berkumpul di titik aksi (Simpang Tiga, Pangkalan Cendrawasih, Distrik Dekai Yahukimo), massa aksi yang dimobilisasi berkumpul di beberapa titik kumpul yaitu: 1. Kilo dua Jhon Banua, 2. Simpang Tiga Statistik, 3. Perempatan Pasar Angruk;
  4. Bahwa selanjutnya pada pukul 09.00 WIT, massa aksi mulai berangkat menuju titik central aksi sembari yel-yel dengan teriakan “menolak Daerah Otonomi Baru wilayah Papua dan Papua Barat. Pukul 10.16 WIT seluruh massa telah tiba di titik central aksi;
  5. Bahwa pada pukul 11.28 WIT, situasi berubah sebab aparat kepolisian dengan atribut lengkap datang mendekati massa aksi dan merampas foto, dan poster yang mereka bawa. Tidak lama berselang, gas air mata dilepaskan dan pelemparan batu ke arah para demonstran, mengakibatkan massa yang terorganisir pecah dan situasi kian memanas dan mengalami kerusuhan;
  6. Akibat dari kerusuhan tersebut, setidaknya terdapat dua orang korban jiwa warga Papua yaitu Alm. Esron Weipsa dan Alm. Yakok Meklok yang diduga akibat penggunaan peluru tajam oleh aparat keamanan, yang menyasar tepat di bagian dada korban. Tidak hanya itu, satu orang lainnya bernama Anton Itlay (23) mendapati luka berat sebab peluru tajam yang singgah di  kaki kiri sehingga diperlukan tindakan medis berupa amputasi, dan empat orang lainnya luka-luka. Di sisi lain, pasca aksi tersebut bubar satu orang telah ditahan sewenang-wenang atas nama Fetty Kobak dan beberapa massa aksi melakukan pengungsian melarikan diri dari Yahukimo sebab mendapat ancaman pembunuhan.

 

Bahwa terkait dengan hal-hal diatas, kami menilai telah terjadi dugaan pelanggaran hukum dan HAM, argumentasi kami antara lain sebagai berikut:

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) huruf a Perkap Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian menyatakan bahwa “Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum

    Oleh karenanya, tindakan Kepolisian melepas selongsong peluru tajam adalah berbanding terbalik sebagaimana semangat Perkap tersebut. Selain itu, tindakan nirkemanusiaan tersebut telah melanggar terhadap prinsip-prinsip yang diatur, yakni prinsip proporsionalitas (penggunaan kekuatan yang proporsional, sesuai dengan ancaman yang dihadapi), prinsip necesitas (penggunaan kekuatan yang terukur, sesuai dengan ketentuan di lapangan), dan prinsip alasan yang kuat (penggunaan kekuatan yang beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan).

    Berdasarkan kronologi di atas, kami menilai tidak ada situasi yang mendesak bagi Kepolisian untuk melakukan kekerasan dan menggunakan senjata api terhadap massa aksi, bahkan peluru tajam yang dilepaskan tepat mengenai dada korban sehingga kami beranggapan tindakan tersebut melenceng dari tujuan mencegah atau menghambat perbuatan yang dilakukan korban.

  2. Bahwa selain itu, Kepolisian selaku satuan Dalmas unjuk rasa tolak Daerah Otonomi Baru Papua tidak mengindahkan larangan membawa senjata tajam atau peluru tajam dalam Pasal 7 Perkap Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Massa yang pada intinya menyebutkan bahwa “Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah …. d. Membawa senjata tajam atau peluru tajam

  3. Bahwa di sisi lain, tindakan sewenang-wenang dan tidak terukur oleh Kepolisian a quo turut melecehkan semangat kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 huruf a UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. Melindungi hak asasi manusia.”

  4. Sebab peristiwa penembakan mengakibatkan jatuhnya dua orang korban jiwa, secara terang melanggar ketentuan pidana, yaitu Pasal 338 KUHP “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

  5. Bahwa dalam proses penangkapan salah satu massa aksi dengan sewenang-wenang, dan aksi teror terhadap peserta aksi di Yahukimo terbukti telah melakukan tindakan inkonstitusional, mencederai dan melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Bahwa berdasarkan uraian yang kami kemukakan di atas, kami mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk dapat melakukan pemantauan sesuai Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan cara melakukan penyelidikan ataupun pemeriksaan terkait adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Kabupaten Yahukimo.

    Selain itu kami juga mendorong agar Komnas HAM juga dapat berkoordinasi dan menaruh perhatian lebih dengan memberikan tekanan kepada Kepolisian Daerah Papua untuk memproses seluruh terduga pelaku tindak pidana penembakan baik di lapangan maupun atasannya.

    Kami berharap Komnas HAM dapat menindaklanjuti surat terbuka kami ini dengan melakukan penelusuran lebih jauh terkait temuan-temuan yang disampaikan oleh Himpunan Alumni Se-Jawa Bali dan Sumatera (HA-JABASU) di Yahukimo, Papua. Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

 

Jakarta, 13 Juli 2022
Badan Pekerja KontraS

 

Rivanlee Anandar, M. Kesos,
Wakil Koordinator

 

Narahubung: 0895-7010-27221