Respon KontraS Pasca Penetapan Ferdy Sambo sebagai Tersangka: Usut Semua yang Terlibat dan Benahi Sistem Pengawasan Polri Secara Menyeluruh!

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan pengusutan kasus kematian Brigadir Josua yang terbunuh pada 8 Juli lalu. Sejak awal diumumkan, kami telah menduga bahwa kasus ini direkayasa dan penuh dengan kejanggalan. Kasus ini sekaligus menunjukkan terdapat ruang permasalahan yang sangat besar di dalam institusi Kepolisian, khususnya berkaitan dengan pengawasan. 

Kami melihat bahwa kasus penembakan terhadap Brigadir Josua tak boleh berhenti hanya pada pelaku di TKP semata. Seluruh pihak yang terlibat dan bertindak tak profesional dalam pengusutan kasus ini juga harus segera dimintai pertanggungjawaban. Sebagai contoh, tak berselang lama setelah kasus ini mencuat ke masyarakat, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) lewat Ketua Hariannya, Benny Mamoto menjelaskan bahwa tak ada kejanggalan dalam peristiwa baku tembak tersebut. Hal tersebut didasarkan pasca Benny Mamoto terjun langsung ke TKP. Bahkan dalam perkembangannya, Kompolnas menyimpulkan beberapa hal seperti terjadi pelecehan seksual kepada Istri Kadiv Propam dan Bharada E merupakan prajurit yang ahli menembak, sehingga wajar seluruh pelurunya tepat sasaran.

Berbagai langkah yang diambil oleh Kompolnas tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan para komisioner dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas eksternal institusi Polri. Alih-alih mengidentifikasi dan mendalami kasus tersebut secara serius, Kompolnas terkesan seperti perpanjangan lidah para pelaku dan terkesan melegitimasi skenario yang telah disusun Ferdy Sambo. Perlu diduga bahwa Kompolnas pun terlibat dari awal dalam membangun narasi dan upaya menutup-nutupi fakta pada kasus ini. 

Lebih jauh, seluruh pihak yang bertindak tidak profesional dalam menjalankan tugasnya seperti menghilangkan/merusak barang bukti (obstruction of justice) dan membuat laporan palsu juga tak boleh hanya berhenti pada proses etik belaka. Berbagai tindakan tersebut jelas termasuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 233 KUHP dan Pasal 220 KUHP. 

Lebih jauh, berlarut-larutnya kasus ini semakin menegaskan bahwa mekanisme pengawasan internal maupun eksternal tak berjalan dengan memadai. Sejauh ini tak pernah ada langkah korektif signifikan dan berdampak yang dilakukan oleh Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman sebagai lembaga pengawas eksternal. Sementara itu, divisi penegakan etik internal yakni Propam justru dipimpin oleh orang yang problematik dan saat ini menjadi terduga pelaku pembunuhan. Bobroknya sistem pengawasan ini pada akhirnya menciptakan praktik kesewenang-wenangan yang terus berlanjut. 

Di sisi lain, kami melihat masyarakat yang menjadi korban kekerasan dan tindakan pelanggaran Kepolisian mayoritas hanya berakhir pada ranah etik dan internal belaka. Keseriusan pengusutan juga harus dilakukan pada kasus-kasus lain, terlebih jika korbannya adalah masyarakat. 

Atas dasar uraian tersebut kami mendesak berbagai pihak:

Pertama, Tim Khusus untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dengan memastikan seluruh pihak yang terlibat dapat dihukum guna memberikan efek jera;

Kedua, Menkopolhukam sebagai Ketua Umum Kompolnas menegur keras ketidakprofesionalan Ketua Harian Kompolnas beserta jajarannya dalam proses pengusutan penembakan Brigadir Josua. 

Ketiga, Presiden untuk memastikan agar sistem pengawasan Polri terbangun secara memadai guna menindak dan mencegah kesewenang-wenangan anggota Polisi kepada masyarakat.

 

Jakarta, 10 Agustus 2022
Badan Pekerja KontraS

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator