Lembar Fakta Rekayasa Kasus Polri

Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo, Mantan Kepala Divisi Propam Polri, kepada Brigadir J, yang masih dalam proses penyidikan hingga saat ini, mulai memunculkan berbagai fakta baru terkait adanya dugaan rekayasa kasus. Dalam upaya pengungkapan rekayasa kasus tersebut, terdapat 35 anggota polisi yang juga turut terlibat dalam rencana pembunuhan Brigadir J. Bahkan, sebelum fakta terbaru ini dibeberkan ke publik, narasi keliru terkait kasus pembunuhan berencana ini didengungkan oleh Kapolres Jakarta Selatan, Humas Polda Metro Jaya, hingga Kompolnas. Adanya usaha menutup-nutupi fakta rekayasa kasus secara sistemik dan terstruktur ini menunjukkan ruang permasalahan besar di dalam institusi Kepolisian, khususnya berkaitan dengan pengawasan.

Tindakan rekayasa kasus oleh Polri tidak hanya terjadi pada kasus pembunuhan berencana tersebut. Berdasarkan pemantauan KontraS selama tahun 2019-2022, terdapat 27 dugaan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polri, yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Sebanyak 7 peristiwa rekayasa kasus dilakukan oleh anggota Polsek, 14 peristiwa dilakukan oleh anggota Polres, dan 6 peristiwa dilakukan oleh anggota Polda. KontraS juga melakukan pendampingan terhadap 4 peristiwa dugaan rekayasa kasus oleh Polri. Beda halnya dengan kasus Ferdy Sambo, Hasil pemantauan tersebut menemukan terkait rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polri menunjukkan bahwa masyarakat sipil yang dominan menjadi korban rekayasa tersebut, seperti tindakan salah tangkap yang dilakukan oleh Polri kepada warga sipil disertai tindak kekerasan, upaya mendapatkan pengakuan dengan tindak penyiksaan, hingga penangkapan tanpa disertai surat tugas.

Padahal, Polri memiliki aturan yang rigid mengenai fungsinya dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka, yang termuat dalam UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga untuk memaksa mendapatkan pengakuan juga mengabaikan hak asasi manusia untuk tidak disiksa dan hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil, sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Hak atas keadilan serta larangan atas penangkapan serta penahanan secara sewenang-wenang juga diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.

Banyaknya dugaan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polri kepada masyarakat sipil disertai kekerasan, yang mengabaikan berbagai peraturan, baik secara nasional maupun internasional, menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal maupun eksternal pada kepolisian tidak berjalan secara efektif.

Klik disini untuk melihat dokumen selengkapnya