Laporan Hari Anti Hukuman Mati Internasional 2022: Hukuman Mati dan Penyiksaan

Bertepatan dengan hari anti hukuman mati internasional yang jatuh pada setiap 10 Oktober, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara konsisten mengeluarkan laporan tahunan terkait kondisi penghukuman mati yang masih diterapkan di Indonesia pada periode Oktober 2021 – September 2022. Dalam periode ini kami menyoroti praktik hukuman mati dan serta tindak penyiksaan yang masih kerap kali dihadapi oleh pemerintahan Indonesia dalam berjalannya praktik-praktik hukuman mati di Indonesia.

Berdasarkan data pemantauan KontraS yang dihimpun dalam kurun waktu Oktober 2021 – September 2022, kami mencatat terdapat 31 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia. Jika dilihat dari persebarannya, daerah atau provinsi dengan penjatuhan vonis mati terbanyak ialah Aceh dengan total 7 vonis dengan 27 terdakwa. Adapun vonis tersebut dijatuhkan mayoritas karena tindak pidana narkotika. Angka tersebut diikuti oleh Provinsi Sumatera Utara dengan 6 vonis mati dengan 13 orang terdakwa. Selain itu, persebaran vonis mati lainnya secara berturut-turut dijatuhkan di: Jawa Barat, Jawa Timur Lampung, dan Riau dengan 3 vonis; Kalimantan Utara dengan 2 vonis; dan DKI Jakarta, NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan dengan masing-masing 1 vonis.

Selanjutnya, dalam catatan ini kami juga membahas terkait dengan komitmen negara dalam moratorium vonis hukuman mati. Dalam hal ini, kami melihat bahwa belum ada komitmen secara penuh Indonesia dalam moratorium vonis hukuman mati. Tidak hanya berhenti pada minimnya komitmen, dalam catatan ini kami juga mencoba untuk membahas terkait dengan nihilnya prinsip fair trial dalam penjatuhan hukuman mati di Indonesia. Pada pembahasan tersebut, kami mencoba membaginya kepada tiga poin utama pembahasan, terkait dengan: SEMA prinsip kehati-hatian, fenomena deret tunggu, dan minimnya perhatian terhadap kesehatan mental terpidana mati di Indonesia.

Pada pembahasan SEMA prinsip kehati-hatian, kami mencoba memfokuskan pembahasan terkait dengan peranan hakim yang sejatinya penting untuk dapat memastikan terdakwa hukuman mati mendapatkan hak-hak seutuhnya, selain itu penghormatan serta penerapan asas proporsionalitas dan individualisasi dalam pemidanaan yang secara keseluruhan terakumulasi menjadi prinsip kehati-hatian bagi hakim ketika memeriksa dan memutus kasus hukuman mati. Selanjutnya dalam pembahasan fenomena deret tunggu, kami memfokuskan pada tidak ada jaminan yang jelas dalam proses deret tunggu yang justru akan berpengaruh pada tekanan psikologis dan fisik yang luar biasa akibat penundaan berkepanjangan terhadap eksekusi mati. Pada poin terakhir, kami membahas terkait dengan minimnya perhatian terhadap kesehatan mental terpidana mati yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi pemerintahan saat ini.

Oleh sebab itu, kami menilai bahwa sejauh ini perhatian terhadap terpidana mati di Indonesia masih sangatlah minim. Perlu adanya perubahan secara menyeluruh baik dari segi aturan, serta teknis di lapangan terkait dengan situasi penghukuman mati di Indonesia. Aturan-aturan secara nasional dan internasional sejatinya harus tetap menjadi acuan utama terkait dengan penghapusan praktik hukuman mati.

Berdasarkan beberapa catatan serta temuan KontraS di atas serta dengan banyaknya desakan baik dari nasional maupun internasional, sudah seharusnya pemerintah Indonesia mengkaji ulang penerapan praktik hukuman mati di Indonesia. Atas dasar tersebut, KontraS menyusun sejumlah rekomendasi, antara lain:

Pertama, pemerintah Indonesia harus memiliki komitmen untuk menetapkan moratorium penjatuhan hukuman mati atau eksekusi hukuman mati secara formal;

Kedua, pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk menghapus segala bentuk penyiksaan yang terjadi serta menjamin hak-hak dasar terpidana hukuman mati dapat dipenuhi baik meliputi akses terkait kesehatan, dan beberapa hal terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia;

Ketiga, Pemerintah Indonesia harus mengakhiri penggunaan sel isolasi dan isolasi untuk terpidana mati Narapidana harus memiliki akses informasi dan komunikasi

Keempat, Memastikan kondisi terhadap terpidana mati sesuai dengan aturan internasional.

Kelima, meninjau ulang semua pasal yang mengatur hukuman mati dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Jakarta, 10 Oktober 2022 Badan Pekerja KontraS

Fatia Maulidiyanti
Koordinator KontraS

Narahubung :
Komisi Untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (081259269754)

Klik disini untuk melihat laporan selengkapnya