Pemanggilan Lanjutan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti: Berlanjutnya Serangan Sistematis terhadap Pembela HAM!

Melalui surat No. Spgl/X/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus, tertanggal 1 November 2022, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar kembali dipanggil ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan lanjutan terhadap statusnya sebagai tersangka dalam dugaan tindakan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Sejak awal pelaporan yang dilakukan oleh Luhut merupakan bentuk serangan sistematis terhadap kerja pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, berlanjutnya proses kasus ini semakin menegaskan Kepolisian sebagai aktor utama yang memiliki andil besar dalam fenomena penyempitan ruang kebebasan sipil.

Keberlanjutan proses hukum terhadap dua Pembela HAM (sesuai dengan Surat Komnas HAM nomor 587/K-PMT/VII/2022) memperlihatkan kebebasan berekspresi/berpendapat masih menjadi persoalan serius yang mesti dipahami oleh aparat penegak hukum. Langkah Polda Metro Jaya mengakomodir pelaporan Luhut Binsar Panjaitan semakin menunjukkan bahwa UU ITE merupakan produk hukum problematis karena merugikan bagi publik.

Kami menilai bahwa proses pemidanaan ini terkesan dipaksakan mengingat terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, antara lain sebagai berikut: penerapan pasal dalam penyidikan tidak memenuhi unsur pidana, proses penyidikan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini melanggar SKB Pedoman Implementasi UU ITE, dan proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Terlebih lagi, SKB Tiga Menteri tentang Pedoman Implementasi UU ITE terdapat sejumlah pengecualian. Pengecualian yang tertuang dalam SKB Tiga Menteri tersebut antara lain adalah jika konten itu berisi penilaian, pendapat, hasil evaluasi, dan fakta lapangan bukan termasuk ke dalam delik pidana. Oleh karena itu, kami melihat keberlanjutan proses pemidanaan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti adalah serangan terhadap Pembela HAM praktik kriminalisasi yang berdampak luas pada kebebasan berekspresi/berpendapat publik.

Selain daripada itu, keberlanjutan proses pemidanaan ini akan bertolak belakang dengan semangat untuk memperbaiki kepolisian di mata publik. Praktik pembungkaman dengan berbagai dasar hukum terhadap Pembela HAM tidak sejalan dengan komitmen restorative justice dalam penyelesaian kasus pidana dan transformasi Polri Presisi. Kepolisian seharusnya dapat lebih selektif dalam menindaklanjuti kasus dan secara cermat membedakan pencemaran nama baik dengan kritik publik sebagai bentuk pengawasan masyarakat sipil.

Atas dasar hal tersebut, kami mendesak Kapolri untuk menghentikan segala bentuk serangan terhadap pembela HAM dengan bentuk apapun guna menjamin ruang kebebasan berekspresi/berpendapat di Indonesia.

 

Jakarta, 1 November 2022
Tim Advokasi Untuk Demokrasi