Sidang HAM PBB, Mendesak Indonesia Menghapus Hukuman Mati” Rilis Bersama Tanggapan Indonesia Terhadap Isu Hukuman Mati Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI)

Pemerintah Indonesia telah mendengar rekomendasi dan memberi tanggapannya persoalan Hak Asasi Manusia lewat Indonesia Review – 41st Session pada Universal Periodic Review (UPR) yang diadakan di Jenewa pada Rabu (9/11). Salah satu isu penting yang direkomendasikan negara-negara anggota PBB kepada pemerintah Indonesia adalah perihal penghapusan hukuman mati sebagai bentuk dukungan negara terhadap implementasi Hak Asasi Manusia. Pada gelaran UPR cycle 4 kali ini, isu penghapusan hukuman mati adalah rekomendasi penting dan menjadi isu mayoritas yang direkomendasikan oleh lebih dari 28 negara kepada pemerintah Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, pemerintah Indonesia yang diwakili langsung oleh Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM, menanggapi bahwa hukuman mati adalah hukuman positif Indonesia. Namun menurut Yasonna, Indonesia akan terus memperhatikan catatan penting dari negara lain terkait hukuman mati. Kembali, Indonesia beranggapan bahwa perdagangan narkotika dan terorisme adalah satu hal yang menjadi tantangan bagi Indonesia.

Lebih lanjut, Yasonna menyatakan bahwa melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan pada waktu dekat, hukuman mati dilihat sebagai hukuman terakhir untuk dipertimbangkan dan diimplementasikan. Selain itu, lewat RKUHP, Yasonna juga membuat aturan tentang komutasi bahwa hukuman mati tersebut dapat diubah dengan pidana jenis lain jika terpidana berkelakukan baik selama 10 tahun masa percobaan. Namun pemberian masa percobaan tersebut pun faktanya juga masih bergantung dari diskresi hakim, sehingga tidak secara otomatis berlaku untuk semua orang yang dijatuhi pidana mati. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam draf RKUHP yang dibahas pada Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Pemerintah pada 9 November 2022 .

Menyikapi tanggapan pemerintah Indonesia, Jaringan Anti Hukuman Mati memiliki catatan kritis perihal ada upaya keengganan pemerintah melaksanakan rekomendasi, antara lain sebagai berikut:

Pertama, kami menilai bahwa pemerintah Indonesia berkelit dari rekomendasi mayoritas negara pihak melalui pernyataan Yasonna yang menilai bahwa tantangan narkotika dan terorisme memberi ruang bagi Pemerintah Indonesia masih menerapkan hukuman mati. Menurutnya, penerapan pidana mati di Indonesia sudah sesuai standar hukum internasional. Padahal dalam berbagai instrumen hukum internasional, penerapan hukuman mati tidak pernah dibenarkan khususnya untuk kasus narkotika.

Selain itu faktanya, mendukung penghapusan hukuman mati bukan berarti mendukung tindak kriminal yang dilakukan namun menjamin hak untuk hidup yang tercantum pada Second Optional Protocol ICCPR (OP-ICCPR). Artinya, pemerintah Indonesia memang perlu menindak dan menghukum tindakan kriminal yang disebutkan namun bukan dengan menghilangkan nyawa seseorang. Maka penting bagi pemerintah Indonesia untuk meratifikasi OP-ICCPR dengan menghapus hukuman mati dari RKUHP seperti yang direkomendasikan mayoritas negara pada sidang UPR cycle 4. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari negara Montenegro kepada pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati bagi drug dealers yang terbukti tidak memberikan efek jera. Tidak ada satupun bukti ilmiah yang dapat menyatakan hukuman mati bagi drug dealers atau tindakan kriminal lainnya memberikan efek jera (deterrent effect) dan menurunkan angka kejahatan. Rekomendasi tersebut sejalan dengan masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia selama ini seperti pendekatan “War on Drug” yang didasarkan pada data yang tidak tepat sehingga hanya menambah jumlah deret tunggu terpidana mati dan meningkatnya vonis mati. Selain itu pula, pemidanaan dan vonis mati dalam konteks “war on drug” adalah tindakan yang keliru yang hanya berkontribusi pada masalah overcrowding di rutan dan lapas.

Kedua, penyampaian data yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM tidak menunjukkan korelasi antara ancaman penerapan hukuman mati terhadap tindakan kejahatan yang ingin diberantas, seperti halnya narkotika. Setelah eksekusi mati pada tahun 2015-2016 kasus narkotika tidak terbukti berkurang, justru makin marak.

Ketiga, penyampaian data tersebut juga tidak berisi tentang jumlah vonis dan terpidana mati, baik diversifikasi gender maupun kasus. Sebab hal tersebut menjadi masalah dalam transparansi dari praktik hukuman mati hingga saat ini.

Keempat, kami melihat bahwa dalih tetap mengakomodir praktik hukuman mati dalam draf terakhir RKUHP pun lebih mengarah pada fear–mongering tanpa inisiatif mendalam untuk memberantas tindakan kriminal dengan memerhatikan sektor penegakan hukum serta hak asasi manusia secara holistik.

Kami khawatir dalih tersebut akan mengabaikan problem penting yang selama ini terjadi berkaitan dengan praktik hukuman mati, seperti overcrowding pada rutan dan lapas (termasuk tempat-tempat terpidana mati menunggu eksekusi), praktik peradilan yang tidak adil, fenomena deret tunggu pada terpidana mati yang berdampak pada penurunan kondisi psikis, mental, dan psikologis. Hal ini juga didukung dengan rekomendasi dari Portugal dan Australia yang menggarisbawahi pentingnya pemerintah Indonesia menghapus hukuman mati karena berdampak secara mental bagi terdakwa. Faktanya, banyak terpidana mati memang cukup rentan mengalami gangguan mental khususnya selama menunggu pelaksanaan eksekusi mati. Di beberapa kasus dampingan, terpidana mati tidak memiliki akses terhadap perawatan kesehatan mental dan fisik memadai dan komprehensif yang disebabkan oleh daftar tunggu eksekusi mati yang terus bertambah dan kondisi lapas yang kelebihan muatan.

Fenomena deret tunggu eksekusi mati juga merupakan bentuk penyiksaan karena adanya pengaruh kondisi fisik dan mental yang luput oleh negara. Kami menyepakati pentingnya negara menyoroti faktor kesehatan mental terpidana mati sebagai pertimbangan pemerintah menghapus hukuman mati atau melakukan komutasi sesegera mungkin.

Upaya untuk mendorong pemberantasan tindakan kriminal yang dianggap sebagai ancaman bagi warga negara seperti kasus narkotika perlu diiringi juga dengan praktik penegakan hukum yang adil. Pasalnya, dalam sejumlah kasus antara lain dialami oleh Mary Jane Veloso, Merri Utami dan Tutik, meskipun menjadi korban dari penegakan hukum yang tidak adil, namun tetap berujung pada vonis mati terhadap mereka. Sehingga, permasalahan mengenai narkotika bukan menjadi alasan untuk terus mempertahankan praktik hukuman mati ketika justru menimbulkan peradilan yang tidak adil.

Sebab, kami melihat bahwa terdapat situasi khusus yang membuat situasinya semakin rentan, terlebih kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pada masa pandemi kasus-kasus kasus penipuan, human trafficking, kekerasan, hilang kontak di luar negeri, sakit, meninggal, penahanan dokumen PMI dan hak-hak lainnya yang masih banyak dilanggar, terkhusus perempuan yang rentan dan mudah sekali terjebak ke dalam sindikat narkotika. Modus dan tujuan eksploitasi perdagangan orang/human trafficking makin berkembang. Saat ini bentuk eksploitasi untuk menjadi penyelundup narkotika makin marak dan aparat penegak hukum termasuk hukum tidak boleh menutup mata karena masih terdapat Warga Negara Indonesia di luar negeri yang menghadapi ancaman hukuman mati dan menunggu eksekusi mati.

Atas dasar uraian dan rekomendasi mayoritas negara-negara di dunia pada sidang Universal Periodic Review Cycle 4 tersebut kami mendesak pemerintah Indonesia untuk;

Pertama, Menetapkan moratorium penuntutan dan penjatuhan hukuman mati sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati secara keseluruhan pada sistem hukum Indonesia.

Kedua, Memastikan akses perawatan untuk kondisi psikis, mental, dan psikologis terpidana mati yang ada dalam deret tunggu dengan memberikan jaminan pendampingan khusus oleh ahli.

Ketiga, Mendorong keterbukaan informasi terkait dengan praktik vonis hukuman mati dan data terpidana mati dalam deret tunggu, termasuk diversifikasi gender terhadap terpidana mati.

Keempat, Pemerintah Indonesia harus memberikan pemajuan dan melaksanakan rekomendasi mayoritas negara-negara Internasional untuk sesegera mungkin meratifikasi Optional Protocol II International Covenant on Civil and Political Rights (OP II-ICCPR) yang ditujukan pada penghapusan hukuman mati.

Kelima, Pemerintah Indonesia harus memberikan perlindungan terhadap WNI/PMI di Luar Negeri yang saat ini terancam hukuman mati. Hukuman mati bukan solusi untuk mengentaskan masalah. Yang harus dihilangkan adalah kejahatannya bukan menghilangkan nyawa manusia.

Narahubung:

  1. KABAR BUMI (Wiwin Warsiating) 0812-8338-0485
  2. LBH Masyarakat (Muhammad Afif) 0813-2004-9060
  3. KONTRAS (Rivanlee Anandar) 0813-9196-9119

Jakarta, 11 November 2022 Hormat kami,
Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI)

  1. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)
  2. LBH Masyarakat
  3. PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia)
  4. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
  5. VIV A T International Indonesia.
  6. JPI Divina Providentia (Kupang)
  7. Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (PADMA

    Indonesia)

  8. Nurul Zahara (Riau)
  9. YEP (Yayasan Embun Pelangi)
  10. SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia)
  11. RGS (Religious of The Good Shepherd)
  12. RUSADA Sukabumi (Jawa Barat)
  13. Bandungwangi (Jakarta)
  14. Beranda Perempuan (Jambi)
  15. FTKI Sarbumusi (Serikat Buruh Muslimin Indonesia)
  16. KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
  17. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
  18. Zero Human Trafficking Network (ZHTN)
  19. PERTIMIG Malaysia
  20. GANNAS Community (Taiwan)
  21. JARNAS Anti TPPO
  22. Keadilan Perempuan Adat
  23. Hurin’in Study Center For Education And Humanity (Jakarta)
  24. IFN (Indonesian Family Network Singapore)
  25. Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP)

Keuskupan Tanjungkarang

  1. Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB)
  2. Perpustakaan Jalanan Nunukan (PJN)
  3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
  4. Jaringan Buruh Migran (JBM)
  5. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
  6. Ikatan Persaudaraan Pekerja Migran Indonesia ( IPPMI Singapura )
  7. Terung Ne Lumimuut (TeLu) Lembaga pendampingan Perempuan dan

    Anak Sulut

  8. Laudato Si’ Indonesia (LSI)
  9. Persatuan BMI HONGKONG Tolak Overcharging (PILAR Hong Kong )
  10. Asosiasi Perempuan Migran Indonesia (APMI Hong Kong)
  11. Komunitas BMI Bebas Berkreasi (KOBBE Hong Kong )
  12. Beringin Tetap Maidenlike & Benevolent (BTM&B Hong Kong )
  13. Women In General Group (WING’S Hong Kong )
  14. Larosa Arum Hong Kong Organisasi Budaya Nusantara
  15. Women Movement Independent (WMI Hong Kong )
  16. Wanita Hindu Dharma Nusantara (WHDN Hong Kong )
  17. The Hope Group (THG Hong Kong )
  18. Sanggar FLOBAMORA Hong Kong
  19. Tunggal Sari Budoyo (TSB Hong Kong )
  20. Mekar Wangi Budoyo ( MWB Hong Kong )
  21. Gabungan Migran Muslim Indonesia – GAMMI Hong Kong
  22. Liga Pekerja Migran Indonesia – LIPMI Hong Kong
  23. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Hong Kong
  24. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Hong Kong
  25. Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Macau
  26. Indonesian Movers Hong Kong
  27. Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS Community TAIWAN )
  28. Indonesian Migrant Workers Union – IMWU Macau
  29. Watulimo Satu Tekad ( WAST Hong Kong )
  30. Miftahul Jannah (MJ Hong Kong)
  31. Friendster Group Hong Kong
  32. Enjoy Dancer (ED Hong Kong)
  33. Al Islami Hong Kong
  34. Belajar Mawas Diri (BMD Hong Kong)
  35. Info Seputar Trenggalek ( IST Hong Kong)
  36. PASKER Rantau Hong Kong
  37. Jamaah Silaturahmi Blitar (JSB Hong Kong)
  38. Majelis Ta’lim Yuen Long (MTYL Hong Kong)
  39. Keluarga Menuju Surga (KMS Hong Kong)
  40. Majelis Persaudaraan Al Ikhlas (MP.Al ikhlas Hong Kong)
  41. Majelis Ukuwah Islamiyah (MUI Hong Kong)
  42. Subulul Jinan Tai Wai Hong Kong
  43. Lentera Wong Taisin Hong Kong
  44. Nurul Hidayah Hong Kong
  45. Syi’ar NTB GAMMI-HK
  46. Forum Muslim ah Al Fadilah (FMA Hong Kong)
  47. Saalikul Lail Tsuen WAN Hong Kong
  48. Majelis Tahfidzil Qur’an (MTQ Hong Kong)
  49. Al Istiqomah International Muslim Society AIMS Hong Kong
  50. Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI Hong Kong)
  51. Komunitas Sant’Egidio (Community of Sant’Egidio)
  52. Gerakan Anak Muda Indonesia (Hapus Hukuman Mati)
  1. Amnesty International Indonesia
  2. Migran Care (MC)
  3. Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan (YPMP)
  4. LADA DAMAR Lampung
  5. LBH Apik NTB
  6. LBH Apik Sulawesi Selatan
  7. Departemen Kriminologi FISIP UI
  8. Yayasan Suara Perempuan Lingkar Napza Nusantara (dikenal dengan

    WOMXN’S VOICE)

  9. Forum Akar Rumput Indonesia (FARI)
  10. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  11. TalithaKum Indonesia (Jaringan Jakarta)

INDIVIDU:

  1. Y uni Asriyanti (Jakarta)
  2. Yusri A. Y. Albima, SHI (Jakarta)
  3. Y ohana (Jakarta)
  4. Desy Maya Sari (Riau)
  5. Romo Heribertus Hadiarto, SVD (Hong Kong)
  6. Romo Agus Duka ZHTN (Jakarta)
  7. Rahayu Saraswati (Jakarta)
  8. Shandra Woworuntu (USA)
  9. Rianti (Jakarta)
  10. Yuyu Marliah (Sukabumi Jawa Barat)
  11. Nissa Cita Adinia Akademisi Universitas Indonesia (Jakarta)
  12. Selfi Oktaviani (Riau)
  13. Bahroini Kharunisa (Riau)
  14. Rahmayani Fathma ( Riau)
  15. Livia Octaviani (Riau)
  16. Molly Maurina (Riau)
  17. Jois Adisti (Riau)
  18. Siti Uripah (Riau)
  19. Magrina Rahayu (Riau)
  20. Y ohandi Pratama (Riau)
  21. Istikomah (Canada)
  22. Metris Kumaireng (NTT)
  23. Beldiana Salestina (NTT)
  24. Thaufiek Zulbahary (Bogor)
  25. Dela Feby (Jakarta)
  26. Eka Y uni Farida (Sulawesi T enggara)
  27. Ermelina Singereta (Advokat Publik dari NTT)
  28. Irfan Wahyudi Akademisi Universitas Airlangga (Surabaya)
  29. Vivi George (Manado)
  30. Ruth Wangkai (Manado)
  31. Nurul Zahara (Riau)
  32. Nurhasanah (Manado)
  33. Nina Nayoan (Manado)
  34. Eka Ernawati (KPI)
  35. Tri Ruswati (FSP TKILN-SPSI)
  36. Sri utami (Semarang)
  37. Ida royani (Kediri Jawa Timur)
  38. Asning Suman (Cilacap JawaTengah)
  1. Puspa Y unita (Jakarta)
  2. Menik Rahayu (Jakarta)
  3. Munnie (Jakarta)
  4. St. Fidelis (Hong Kong)
  5. St. Agatha Gembala Baik (Jakarta)
  6. Ramli Izhaque (Jakarta)
  7. Sofia Pratiwi (Blitar Jawa Timur)
  8. Puspita Sari (Jawa Timur)
  9. Fahmi Panimbang (Bandung)
  10. Muhammad Ad’har Nasir (Nunukan)
  11. Harold Aron Peranginangin (Bandung)
  12. Maryatun (Kebumen)
  13. Anggieta Bayunda Larasati Sugianto (Palangkaraya)
  14. Sri Endah Kinasih Akademisi Universitar Airlangga (Surabaya)
  15. Salsa Nofelia Franisa (Jakarta)
  16. Dewi Wulandari (Tangerang)
  17. Dwi Martini (Tangerang)
  18. Dewi Nova, Penulis – Penyair (Tangerang Selatan – Banten)
  19. Aziz Dosen UI sekarang Student di (Göteborgs Universitet)
  20. Annie Milone (Hong Kong)
  21. Fida Nurlaila (Salatiga Jawa Tengah)
  22. Novia Arluma (Lumajang / Singapura)
  23. BENEDIKTA A.B.C Da Silva (Rumah Singgah PMI FLOTIM NTT)
  24. Devy Christa Dyanti (Magetan Jatim)
  25. Is Purnomo (Magetan Jatim)
  26. Pipin Cahyo Nugroho (Samarinda)
  27. Mawardi (KABAR BUMI Lombok Timur)
  28. Asaad Ahmad (Bandung)
  29. Otto Adi Yulianto (DI Yogyakarta)
  30. Jan Suharwantono (Jakarta)
  31. Marhaeni Mawuntu (Manado)
  32. Jermianto Balukh (NTT)
  33. Erwiana Sulistyaningsih (Penyintas TPPO DIY)
  34. Cyprianus Lilik KP (DIY)
  35. Jonas Adam (Minahasa)
  36. Mita Eka W (Jakarta)
  37. Yuliasih (Solo)
  38. Cristovorus Kurniawan (Semarang)
  39. Rosma Karlina (Bogor)
  40. Agus Salim (Kuasa Hukum MJV)
  41. Mamik Sri Supatmi (Depok)
  42. Baby Virgarose Nurmaya (Bogor)
  43. Retno Handayani (Bogor)
  44. Sri Nurherwati
  45. Bobi Anwar Ma’arif (Jakarta Timur)
  46. Juwarih (Indramayu)
  47. Hasannudin (Cirebon)