Peluncuran Hasil Investigasi dan Pemantauan Persidangan Kasus Kerangkeng Manusia Langkat, Sumatera Utara

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KontraS Sumut) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) yang tergabung dalam Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) menyikapi kasus kerangkeng manusia langkat, adapun kami telah beberapa upaya, yakni: melakukan investigasi mendalam terhadap korban, melakukan upaya hukum, serta melakukan pemantauan langsung pada proses persidangan kasus Manusia milik Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) Bupati Langkat non-aktif. 

Temuan Investigasi TAP HAM dalam Kasus Kerangkeng Manusia Langkat

Sejak kasus ini bergulir pada awal bulan Februari 2022, TAP-HAM telah melakukan investigasi lapangan dan melakukan wawancara terhadap para korban, dari proses investigasi tersebut setidaknya TAP-HAM mendapatkan delapan temuan. Pertama, bahwa proses masuk korban kerangkeng manusia langkat berawal dari adanya laporan dari pihak Keluarga. Selain itu juga menurut informasi para korban, beberapa orang yang masuk ke dalam kerangkeng diserahkan oleh pihak berwajib (aparatur setempat). Kedua,  orang tua korban dipaksa menandatangani perjanjian sepihak, orang tua akan dipaksa mendatangi secarik kertas yang pada pokoknya menyatakan bahwa bersedia anaknya di bina selama 1,6 tahun dan jika terjadi penghuni mengalami sakit atau bahkan meninggal dunia tidak menjadi tanggungjawab pihak kerangkeng. 

Ketiga, Dugaan Penyiksaan terhadap para penghuni kerangkeng terjadi pada rentan waktu 1-14 hari ketika pertama kali masuk. Korban diduga disiksa sebagai bentuk masa orientasi, umumnya para korban mendapatkan cambukan dengan selang, melakukan gantung monyet di jeruji besi, sikap tobat, makan cabai, ditendang dan dipukul baik menggunakan tangan kosong maupun benda tumpul. Keempat, Dugaan Penyiksaan dan kekerasan seksual sebagai bentuk penghukuman bagi para penghuni yang melarikan diri dari kerangkeng. Bahwa terdapat penghuni kerangkeng yang kabur karena tidak tahan dengan berbagai kekerasan dan perbudakan yang terjadi, jika korban kabur dan tertangkap kembali maka akan disiksa semakin kejam, penyiksaan tersebut dilakukan dengan diikat pada bagian tangan dan kakinya, lalu dicambuk selang hingga ratusan kali, ditetesi lelehan plastik, tidur di atas daun jelatang babi (daun yang menimbulkan efek gatal selama seminggu), dipukul dengan menggunakan palu/batu pada bagian kuku jempol kaki, disundut api rokok pada kemaluan, hingga dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.

Kelima, Kerangkeng bukan tempat rehabilitasi, tapi penjara. kerangkeng manusia milik TRP yang diklaim merupakan tempat rehabilitasi bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. Bahwa  sejak berdirinya kerangkeng milik TRP ini tidak pernah memiliki ijin dari BNN maupun Dinas Sosial Setempat. Pembinaan terhadap pecandu narkoba tidak memiliki program yang jelas sebagaimana rehabilitasi pada umumnya, tetapi justeru sebagai tempat perbudakan dan pengekangan kebebasan. Keenam. Bahwa para penghuni  kerangkeng tidak semuanya merupakan penyalahguna narkotika, terdapat korban yang masuk ke dalam kerangkeng arena kejahatan penggelapan sepeda motor, dan ketidak sukaan secara personal TRP kepada orang tertentu. 

Ketujuh, penghuni kerangkeng Korban Dieksploitasi Untuk Bekerja di Perusahaan Sawit dan Renovasi Rumah milik TRP, mereka bekerja di perkebunan sawit dan di pabrik milik TRP yakni PT. Dewa Rencana Peranginangin (DRP) . Kedelapan, ada korban  Anak di dalam kerangkeng manusia langkat yang diperlakukan dengan kekejaman dan perbudakan yang sama. Kesembilan,  terdapat unsur aparat keamanan yang terlibat baik mengetahui secara langsung maupun berperan dalam proses penangkapan dan penganiayaan anak kerangkeng, setidaknya terhadap lima anggota TNI telah diproses secara hukum di PM I-02 Medan. 

Pemantauan Proses Persidangan

Saat ini, TIM TAP-HAM tengah melakukan pemantauan langsung proses sidang kasus kerangkeng. Proses persidangan tersebut terbagi menjadi dua jenis, yakni persidangan bagi aparat TNI di Pengadilan Militer I-02 Medan, dan terdakwa sipil di Pengadilan Negeri Stabat.

Proses persidangan sipil yang saat ini tengah berjalan adalah, Pertama, Nomor Perkara: 467/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa Dewa Rencana Perangin-angin dan Hendra Subakti alias Gusbar didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) Ke-3 dan Pasal 351 ayat (3) juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.  Kedua, Nomor Perkara: 468/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa Hemanto Sitepu alias Atok dan Iskandar Sembiring alias Kandar didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) Ke-3 dan Pasal 351 ayat (3) juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Ketiga, Nomor Perkara: 469/Pid.Sus/2022/PN Stb dengan terdakwa Terang Ukur Sembiring alias Terang, Junalista Subakti, Suparman Perangin-angin dan Rajisman Ginting alias Rajes Ginting didakwa dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan di PM I-02 Medan terdapat tiga berkas perkara yang disidangkan. Pertama, Nomor Perkara: 71-K/PM.I-02/AD/VII/2022 dengan terdakwa atas nama Sahril didakwa menggunakan Pasal 2 ayat (1) juncto ayat (2)  juncto Pasal 10 UURI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 351 ayat (1)  juncto ayat (2) KUHP dan/atau Pasal 351 ayat (1) KUHP. Kedua, Nomor Perkara 67-K/PM.I-02/AD/VII/2022 terdakwa atas nama Liston Sitepu didakwa menggunakan pasal Pasal 2 ayat (1) juncto ayat (2)  juncto Pasal 10 UURI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 351 ayat (1). Ketiga, Nomor Perkara: 69-K/PM.I-02/AD/VII/2022 dengan terdakwa atas nama Marko Artasastra Purba didakwa menggunakan Pasal 2 ayat (1) juncto  ayat (2) juncto  Pasal 10 UURI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 351 ayat (1) juncto  ayat (2) KUHP Pasal 351 ayat (1) KUHP. 

Proses peradilan terhadap para pelaku kini dilakukan di Pengadilan Negeri Stabat dan Pengadilan Militer I-02 Medan masih terus berjalan. Hasil pemantauan TAP-HAM menunjukan bahwa dalam proses sidang yang sedang diproses ada upaya untuk membuat kabur fakta peristiwa seperti sidang dalam perkara 469/Pid.Sus/2022/PN Stb dengan agenda pemeriksaan saksi TRP yang berdalih tidak mengetahui proses pendirian hingga tindakan yang terjadi di kerangkeng manusia. Selain itu, penerapan pasal TPPO justru didakwakan kepada pelaku lapangan, bukan aktor intelektual.

Hingga siaran pers ini dipublikasikan berkas perkara TRP yang disangkakan pasal TPPO belum dilimpahkan ke pengadilan untuk disidang. Tak hanya itu, sebagaimana dalam kesaksian korban pelaku yang diduga merupakan anggota kepolisian yang turut serta dalam melakukan penyiksaan di kerangkeng belum diproses hukum. Sudah semestinya pihak kepolisian melakukan pendalaman terhadap para anggotanya yang terlibat supaya dapat memberikan keadilan bagi para korban.

Atas dasar tersebut, Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia merekomendasikan:

Pertama, Presiden Republik Indonesia memerintahkan Menkopolhukam  untuk memastikan agar para aparat penegak hukum mengawasi seluruh proses hukum yang berjalan secara adil, transparan dan akuntabel;

Kedua, Kapolri memerintahkan kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri c.q Karowassidik melakukan pengawasan serta supervisi terhadap para penyidik Ditreskrimum Polda Sumut yang menangani kasus kerangkeng manusia Langkat dan segera menyelesaikan berkas perkara tersangka atas nama TRP dan terhadap terduga anggota polri yang terlibat. Kapolri juga harus memastikan bahwa seluruh proses penyidikan akuntabel, dipertanggungjawabkan;

Ketiga, Panglima TNI memerintahkan Kepala Pusat Polisi Militer untuk melakukan proses hukum termasuk pemecatan secara tidak hormat terhadap prajurit aktif TNI yang terlibat dalam kerangkeng manusia Langkat;

Keempat, Jaksa Agung memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum yang bertugas melakukan penuntutan dalam kasus kerangkeng manusia Langkat untuk melakukan penuntutan secara maksimal sekaligus melakukan pendalaman terhadap para aktor intelektual;

Kelima, Ketua Mahkamah Agung melalui Badan Pengawas melakukan pengawasan terhadap para hakim pada Pengadilan Negeri Stabat dan Pengadilan Militer I-02 Medan yang bertugas mengadili para terdakwa kerangkeng manusia untuk menggali kebenaran materiil dan mewujudkan keadilan bagi korban;

Keenam, Komisi Yudisial melakukan pengawasan dengan  serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku terhadap para hakim pada Pengadilan  hakim pada Pengadilan Negeri Stabat dan  Pengadilan Militer I-02 Medan yang bertugas mengadili para terdakwa kerangkeng manusia Langkat;

Ketujuh, Komnas HAM untuk proaktif melakukan rangkaian penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan militer setempat. Selain itu, Komnas HAM dapat mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang memberikan tekanan agar proses hukum terhadap para terduga pelaku penembakan dapat berjalan secara transparan dan akuntabel; 

Kedelapan, LPSK untuk tetap melakukan perlindungan terhadap para korban mulai dari setiap tingkatan proses peradilan hingga sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu, LPSK juga harus menjamin kompensasi yang menjadi hak para korban. 

Jakarta dan Medan 21 November 2022

Hormat kami,

TIM ADVOKASI PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA (TAP-HAM)

Narahubung: 

  1. KontraS (0816-1752-1196) 
  2. KontraS Sumatera Utara (+62 821-3785-7743) 
  3. PBHI Nasional (+62895-3855-87159)