Catatan Hari Hak Asasi Manusia 2022 : HAM dalam Jeratan Kesewenang-wenangan Kekuasaan

Untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional tiap tanggal 10 Desember, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) setiap tahunnya menyusun Catatan Hari HAM untuk menggambarkan situasi dan kondisi HAM di Indonesia. Catatan ini memberikan gambaran mengenai situasi perlindungan, pemenuhan, penghormatan hak asasi manusia dalam kurun satu tahun belakang yakni Desember 2021 – November 2022. Data dalam catatan kami dasarkan pada dokumentasi dan pemantauan dari sejumlah media dan kanal berita, serta advokasi dan pendampingan kasus yang kami tangani secara langsung.

Catatan Hari HAM tahun 2022 diberi judul “HAM dalam Jeratan Kesewenang-wenangan Kekuasaan” judul tersebut dipilih setelah melihat temuan bahwa cukup banyak pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang Desember 2021-November 2022 dilakukan oleh aparat negara. Penyalahgunaan kewenangan, penggunaan kekuatan berlebihan, pengadilan yang jauh dari prinsip fair trial hingga arogansi kekuasaan yang dipertontonkan turut “mewarnai” kondisi HAM di Indonesia sepanjang 2022.

Sepanjang 2022, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM sering dikorbankan dan tampak tidak dijadikan prioritas dibandingkan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan penyelenggaraan event internasional seperti G20. Kami juga mendokumentasikan masifnya pelanggaran terhadap hak yang berhubungan dengan prinsip dasar demokrasi seperti pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat yang terjadi di dunia maya maupun dunia “nyata.” Pada 2022, pola pembungkaman  kebebasan sipil juga dialami oleh aktivis pembela HAM. Pada sisi lain komitmen negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat pun tampak tidak serius, kondisi itu dibarengi dengan fakta bahwa sepanjang tahun 2022 negara masih menjadi aktor utama perampasan hak hidup melalui pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat negara dan dan penjatuhan vonis mati oleh pengadilan.

Catatan Hari HAM tahun ini kami bagi ke dalam lima bagian yaitu penggambaran terhadap hak sipil dan politik; hak sosial ekonomi dan budaya; pelanggaran HAM berat masa lalu; situasi HAM di Papua serta kondisi HAM di kancah internasional dan keterlibatan Indonesia.

Penghormatan dan perlindungan hak sipil dan politik di Indonesia sepanjang Desember 2021-November 2022 cukup memprihatinkan, perampasan terhadap hak fundamental melalui praktik extrajudicial killing, penjatuhan hukuman mati serta penyiksaan masih terus diperpetuasi oleh aparat negara. Pada sisi lain kami juga mencatat terjadinya penyempitan ruang demokrasi melalui represi terhadap kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat yang dilakukan dengan dalih menjaga keamanan dan ketertiban, tak jarang korbannya adalah pembela HAM.

Pada sektor hak ekonomi, sosial dan budaya kami menemukan relasi pelanggaran HAM khususnya pelanggaran terhadap hak kolektif masyarakat saat pemerintah menggenjot pembangunan proyek-proyek strategis. Pengerahan aparat yang berlebihan yang berujung pada kriminalisasi serta intimidasi kepada aktivis lingkungan dan warga yang mempertahankan ruang hidupnya terjadi untuk memuluskan proyek-proyek pembangunan yang sesungguhnya tidak banyak memberi manfaat pada pemenuhan hak kolektif masyarakat.

Pada 2022 pemerintah Indonesia juga kembali mempertontonkan praktik impunitas dengan mengangkat pelaku Pelanggaran HAM Berat masa lalu untuk menduduki jabatan “strategis” tertentu, nama seperti Untung Budiharjo yang merupakan pelaku penghilangan paksa 1997-1998 didapuk menjadi Panglima Daerah Komando Jakarta Raya. Pengadilan Pelanggaran HAM Berat Paniai yang disidangkan pun jauh dari harapan, pengadilan tersebut hanya menetapkan satu tersangka yang disidangkan di Pengadilan HAM Makassar.

Berkaitan dengan Pelanggaran HAM Berat Paniai, kami juga menyoroti berbagai pelanggaran peristiwa Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Pembunuhan warga sipil oleh aparat hingga dibungkamnya masyarakat Papua yang menyuarakan pendapat terus terjadi. Kondisi tersebut diperburuk dengan disahkannya tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa mendengarkan suara Orang Asli Papua yang menolak pemekaran DOB tersebut.

Dalam kancah Internasional Indonesia juga gagal menunjukkan komitmen terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM. Tidak jelasnya posisi Indonesia dalam konflik bersenjata yang terjadi di Rusia-Ukraina, bungkamnya pemerintah dalam konflik Myanmar hingga praktik pelanggaran HAM yang dilakukan dan dibiarkan oleh aparat negara saat penyelenggaraan G20 menunjukkan masalah serius komitmen Indonesia dalam penghormatan dan perlindungan HAM di kancah internasional. Begitupun dalam momentum Universal Periodic Review (UPR), koreksi dan masukan dari berbagai negara terhadap situasi HAM di Indonesia ditanggapi secara normatif, resisten serta nir-solutif.

Berbagai peristiwa pelanggaran HAM tersebut menunjukkan keengganan pemerintah untuk sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip HAM dan justru menjadi aktor yang mem-perpetuasi pelanggaran HAM. Pada Catatan Hari HAM kali ini, kami melakukan kajian lebih lanjut dengan menggunakan data serta regulasi terkait untuk menelaah faktor penyebab serta pola pelanggaran HAM yang terjadi dengan tujuan agar laporan ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat dan pemangku kebijakan dengan harapan adanya perbaikan serta untuk membangkitkan diskursus mengenai situasi HAM di Indonesia.

Klik disini untuk melihat laporan selengkapnya