Pengadilan HAM Peristiwa Paniai: Bukti Berikutnya Dari Negara Yang Tak Berkutik Melawan Penjahat HAM

Dalam semangat solidaritas terhadap para penyintas dan keluarga korban Peristiwa Paniai 2014, serta di tengah rasa duka atas meninggalnya Yosef Youw (ayah dari Alm. Alpius Youw – korban tewas dalam peristiwa), Koalisi Pemantau Paniai 2014 menganggap vonis bebas terhadap Terdakwa tunggal (Mayor Inf Purn. Isak Sattu) di Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai yang berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar adalah bukti bahwa Negara tak berkutik terhadap para penjahat HAM di Indonesia. Putusan bebas yang dibacakan oleh Majelis Hakim bertepatan dengan 8 tahun momen peringatan peristiwa ini adalah buah dari buruknya kinerja penegakan hukum untuk penuntasan pelanggaran HAM berat di Indonesia. Meski peristiwa yang terjadi di 7 – 8 Desember 2014 ini secara jelas telah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan sebagai pelanggaran HAM berat dalam bentuk pembunuhan dan penganiayaan, Negara tak kunjung mengungkap pelakunya. Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai memutus bebas terdakwa sebab dakwaan mengenai pertanggungjawaban komando tidak terbukti melekat dalam diri terdakwa. Belum ada satupun pelaku yang dihukum dari Peristiwa yang sedikitnya menewaskan 4 orang dan menyebabkan sedikitnya 10 orang luka-luka ini.

Bukti ketidakbecusan Negara dalam penegakan hukum atas kasus ini sudah dapat terlihat sejak gagalnya sejumlah tim yang dibuat untuk menuntaskannya. Kasus yang akhirnya disidik oleh Kejaksaan Agung sebagai pelanggaran HAM berat sejak Desember 2021 ini diproses dalam begitu banyak kejanggalan. Seperti yang telah dinyatakan oleh Koalisi Pemantau Paniai 2014 sejak prosesnya dimulai, penyidikan oleh Kejaksaan Agung berlangsung dengan begitu buruk. Hal yang paling patut untuk disorot ialah mengenai minimnya pelibatan dari penyintas dan keluarga korban meski sejak momen awal peristiwa, mereka secara proaktif memberikan keterangan dan bukti untuk mendukung proses hukum. Berlarutnya tindak lanjut dari aparat penegak hukum menghasilkan ketidakadilan berikutnya dan kekecewaan bagi para penyintas dan keluarga korban. Hingga Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai di tingkat pertama berakhir, hanya ada dua penyintas yang keterangannya hadir di pengadilan, dan keduanya hanya berbentuk pembacaan. Pengadilan ini didominasi oleh narasi aparat, keterangan dari sisi para terduga pelaku. Timpang.

Kinerja Kejaksaan Agung lewat penyidikan hingga Tim Jaksa Penuntut Umum yang pada akhirnya hanya menyeret 1 nama terdakwa sangat patut dipertanyakan. Apalagi terdakwa dikenakan pertanggungjawaban komando dalam Pasal 42 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, tanpa ada proses hukum bersamaan dengan para pelaku lapangan. Lewat proses pemeriksaan saksi di persidangan, terungkap sejumlah dugaan kuat akan nama-nama eksekutor yang membunuh dan menganiaya para korban. Jika informasi berharga ini tidak ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penuntutan, keberpihakan Kejaksaan Agung sangat patut kita permasalahkan.

Ketidaksiapan Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai juga dapat dilihat dari persiapan dan penyelenggaraannya. Proses pencarian Majelis Hakim yang juga terdiri dari Hakim Ad-Hoc tercatat tidak berlangsung dengan berkualitas. Minimnya eksplorasi dari Majelis Hakim dan kendala teknis selama persidangan juga patut menjadi catatan. Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai ini terkesan tidak siap menyelenggarakan proses terhadap peristiwa hukum sepenting kejahatan kemanusiaan.

Berbekal fakta persidangan dan putusan pengadilan, Pemerintah harus menyikapinya dengan serius. Sebagai catatan, Peristiwa Paniai adalah pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa pemerintahan yang sedang berlangsung di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Proses dan hasil yang buruk tentu dapat dianggap sebagai kualitas dan kapasitas pemerintahan hari ini. Sejarah akan merekam dengan jelas seluruh catatan akan prosesnya.

Atas berbagai catatan buruk dalam Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai, Kami menyatakan:

  1. Presiden harus mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung.
  2. Kejaksaan Agung harus menindaklanjuti fakta persidangan dan menggelar upaya hukum lanjutan. Baik terhadap terdakwa yang diputus bebas atau dengan menyeret para pelaku lain baik di tataran langsung atau komando ke pengadilan.
  3. Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Kejaksaan Agung harus melibatkan dan memulihkan para penyintas dan keluarga korban Peristiwa Paniai.

 

9 Desember 2022
Koalisi Pemantau Paniai 2014

Narahubung:

  1. KontraS
  2. LBH Makassar
  3. YLBHI
  4. Amnesty International Indonesia
  5. Aliansi Demokrasi Untuk Papua
  6. SKPKC Papua
  7. Dewan Gereja Papua