Kemenangan Warga Sangihe Jadi Momentum Penyelamatan Pulau Kecil di Indonesia

Putusan MA atas Gugatan Warga Pulau Sangihe dan Pulau Bangka seharusnya menjadi tonggak dan yurisprudensi untuk membebaskan pulau-pulau kecil di Indonesia dari aktivitas tambang

Jalan panjang perjuangan warga Sangihe dalam menyelamatkan pulau kecil itu dari gempuran industri tambang membuahkan hasil. Pada 12 Januari 2023 lalu, perlawanan warga melalui jalur hukum menang di Mahkamah Agung.

Dalam amar putusan Majelis Hakim Agung MA, gugatan tingkat Kasasi di MA melawan Menteri ESDM dan PT. Tambang Mas Sangihe/TMS selaku Tergugat Intervensi, itu menyatakan MENOLAK upaya perlawanan Kasasi Menteri ESDM RI dan PT. TMS, dengan mengabulkan gugatan warga Pulau Sangihe yang, sebelumnya telah menang pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta.

Melalui putusan kasasi ini, para Majelis Hakim MA kembali menguatkan amar putusan di PTTUN Jakarta yang dimenangkan warga, yaitu Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk Seluruhnya, Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan dan Menyatakan Batal Keputusan Menteri ESDM Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. TMS, serta mewajibkan Menteri ESDM RI mencabut Keputusan tersebut.[1]

Merujuk pada dua putusan hukum itu, keberadaan PT. TMS di Pulau Sangihe sudah tidak lagi memiliki legitimasi secara hukum, mengingat perizinan usaha berupa Kontrak Karya (KK) yang tidak sesuai dengan UU Minerba 4/2009 maupun hasil revisi UU Minerba 3/2020. Dengan demikian, pemerintah harus segera mencabut izin tambang PT TMS, berikut segala aktivitas perusahaan dihentikan, serta lakukan penindakan hukum yang tegas atas segala kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan.

Putusan MA: Menjadi Yurisprudensi Penyelamatan Pulau Kecil

Kami berpandangan, putusan MA di atas, sudah seharusnya menjadi tonggak dan yurisprudensi untuk membebaskan pulau-pulau kecil di Indonesia dari aktivitas tambang. Apalagi, jauh sebelum putusan hukum atas sengketa warga Sangihe dengan PT TMS keluar, MA juga pernah buat putusan hukum yang sama, atas gugatan warga pulau kecil Bangka di Minahasa Utara, Sulawesi Utara melawan PT Mikgro Metal Perdana (MMP) asal Tiongkok.

Saat itu, gugatan warga pulau Bangka menang berturut-turut, mulai dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 211/G/2014/PTUN-JKT pada 14 Juli 2015, Putusan Pengadilan Tinggi TUN pada tanggal 14 Desember 2015, dan hingga Putusan Mahkamah Agung Nomor 255K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016.[2]

Kemenangan warga itu ditindaklanjuti oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan, dengan mencabut IUP PT MMP melalui Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 1361 K/30/MEM/2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3109 K/30/MEM/2014 Tanggal 17 Juli 2014 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Mikro Metal Perdana.

Salah satu pertimbangan penting dari putusan para majelis hakim atas dua perkara itu, adalah ihwal pemanfaatan pulau kecil dan perairannya yang tidak diprioritaskan untuk pertambangan. Hal itu salah satunya termaktub dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diperbarui dengan UU No 1 Tahun 2014.[3]

Untuk itu, kami menuntut pemerintah, terutama Menteri ESDM, agar selain harus segera mencabut izin tambang PT TMS, juga segera melakukan evaluasi dan mencabut seluruh izin tambang di atas pulau-pulau kecil Indonesia.

Hal ini mendesak, mengingat berdasarkan penelitian JATAM pada 2017 lalu, terdapat 55 pulau kecil Indonesia, dimana sebagian besar padat penduduk, tengah diobrak-abrik industri tambang dan migas. Di pulau-pulau mungil ini, terdapat sekitar 164 izin usaha pertambangan.[4]

Sebagian di antaranya, misalnya, pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara yang sedang dibongkar oleh PT Gema Kreasi Perdana/GKP (Harita Group) dan pulau Gag di Papua Barat yang seluruh wilayah pulau diokupasi oleh PT Gag Nikel. Demikian juga dengan pulau-pulau kecil lain, seperti Pulau Gebe, Pakal, dan Gee di Maluku Utara, atau pulau-pulau kecil di sekitar Bangka Belitung yang dijarah oleh pertambangan timah.

Dengan demikian, putusan hukum atas perkara gugatan warga pulau Sangihe dan pulau Bangka sudah seharusnya menjadi rujukan bagi pemerintah, untuk memprioritaskan keselamatan pulau dan masa depan warga yang sebagian besar perkonomiannya bergantung pada laut.

Tindakan pembiaran dan atau membuka ruang investasi tambang di pulau kecil, sebagaimana yang terjadi saat ini, adalah tindakan kejahatan kemanusiaan dan lingkungan yang harus dilawan oleh seluruh penduduk pulau di seluruh Indonesia.

 

Narahubung:

Jan Rafles – Koordinator SSI – +62 823-4862-1456
Jull Takaliuang – Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa/Pegiat SSI – +62 811-4357-722
Muh Jamil – Kepala Divisi Hukum JATAM/Tim Hukum SSI – +62 821-5647-0477
Helmy Hidayat Mahendra – Divisi Riset KontraS – +62 812-5926-9754
Mida Saragih – Juru Bicara KORAL – +62 813-2230-6673

[1] Pemberitahuan Informasi Perkara https://sipp.ptun-jakarta.go.id/index.php/detil_perkara

[2] Jalan Panjang Perjuangan Warga Pulau Bangka https://www.jatam.org/perjuangan-panjang-warga-akhirnya-izin-tambang-pt-mmp-di-pulau-bangka-dicabut/

[3] Tidak Boleh Ada Tambang di Pesisir dan Pulau Kecil https://www.hukumonline.com/berita/a/kementerian-kkp–tidak-boleh-ada-penambangan-di-wilayah-pesisir-dan-pulau-kecil-lt5c98ca39eca40/

[4] Pulau Kecil Indonesia, Tanah Air Tambang https://www.jatam.org/pulau-kecil-indonesia-tanah-air-tambang-2/