Sebagai Negara Demokratis, Pemerintah Indonesia Wajib Libatkan Masyarakat Sipil dalam Keketuaan ASEAN 2023

[Jakarta, 10 Maret 2023] – Kriminalisasi pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dengan dalih pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi alarm bagi kebebasan berekspresi di Indonesia. Kebebasan ekspresi adalah jantung demokrasi. Serangan terhadap kebebasan berekspresi adalah serangan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. 

Tak hanya di Indonesia, pelemahan demokrasi dan penyempitan ruang sipil di kawasan Asia Tenggara makin mengkhawatirkan. Penilaian yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil internasional menyatakan, ruang sipil di ASEAN, berada pada rentang terhalang, terepresi, dan tertutup. Salah satu trend yang menjadi sorotan adalah kriminalisasi pembela HAM.

Sebagai negara yang dianggap paling demokratis di kawasan, Indonesia seharusnya memberikan jaminan terhadap kebebasan berekspresi dengan memberikan contoh bagi negara anggota ASEAN lainnya untuk tidak membungkam suara-suara kritis. Sebagai ketua, Indonesia bertanggungjawab untuk memajukan demokrasi, dengan pelibatan masyarakat sipil dan pemajuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia harus menjadi prioritas keketuaan Indonesia di ASEAN. Meski, Indonesia memilih tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth yang berorientasi pada pembangunan ekonomi dengan menjaga stabilitas kawasan. 

Keketuaan Indonesia, akan menjadi sorotan dunia untuk mendorong penyelesaian atas kudeta militer di Myanmar dua tahun lalu. Apakah 5 poin konsensus berhasil? Bagaimana mendorong agenda dialog nasional inklusif di Myanmar? Selain itu, persoalan Rohingnya juga wajib menjadi prioritas. Status kependudukan Rohingya wajib diperjuangkan dan hak-haknya wajib dipulihkan. Isu pencegahan perdagangan manusia dalam konteks digital juga akan didorong. 

Di sektor ekonomi, Indonesia ingin menginisiasi kerjasama blue ekonomi, transisi energi dengan mendorong kendaraan elektrik dan ekonomi digital yang inklusif dengan sektor industri sebagai salah satu pilar utamanya. Masyarakat sipil di kawasan wajib dilibatkan untuk berpartisipasi dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan agenda-agenda pembangunan di kawasan. Jangan sampai, ASEAN nantinya hanya akan memfasilitasi eksploitasi alam yang merusak lingkungan. 

Isu buruh migran juga akan menjadi perhatian, utamanya anak buah kapal perikanan. Pemerintah wajib mengundang partisipasi anak buah kapal perikanan (AKP) dalam setiap agenda perlindungan di kawasan, baik untuk perlindungan HAM maupun hak-hak perburuhannya. Indonesia sebagai ketua, seharusnya menginisiasi penghapusan rezim upah buruh murah.     

Sejumlah tantangan tersebut, bukan saja menjadi agenda pemerintah, melainkan juga agenda solidaritas masyarakat sipil di kawasan yang akan melaksanakan ASEAN Civil Society Conference/ ASEAN People’s Forum (ACSC/APF) 2023. Ini merupakan konferensi tahunan masyarakat sipil di kawasan ASEAN yang bertujuan untuk membangun solidaritas dan membentuk aksi bersama dalam mempengaruhi perubahan kebijakan yang berpihak pada masyarakat di kawasan.

Hanya dengan pelibatan penuh masyarakat sipil dalam agenda-agenda ASEAN, termasuk adanya agenda interface meeting masyarakat sipil dengan pemimpin ASEAN, Indonesia sebagai ketua ASEAN akan dinilai berhasil dan ASEAN akan menjadi lebih relevan sebagai platform yang berorientasi pada rakyat. 

Namun, jika Indonesia tidak menyambut peran serta masyarakat sipil, artinya negara ini sedang menggagalkan cetak biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC) yang mengakui peran ACSC/APF, “… convene the ASEAN Social Forum and the ASEAN Civil Society Conference on an annual basis to explore the best means for effective dialogue, consultations, and cooperation between ASEAN and ASEAN Civil Society”.

Jakarta, 10 Maret 2023
National Organizing Committee – Asean’s People Forum 2023

Narahubung:

  1. Risky (co-Chairs ACSC/APF): 081347015486