Pengamanan Kegiatan Campursari di Kabupaten Gunungkidul Menyebabkan Warga Meninggal: Polri Harus Evaluasi Penggunaan Senjata Api!

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras kecerobohan polisi dalam pengamanan konser musik campursari yang menyebabkan meninggalnya korban atas nama Aldi Aprianto berusia 24 Tahun di Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Hari Minggu 14 Mei 2023. Aldi Aprianto meninggal dunia akibat luka tembak pada bagian punggung bagian atas (bahu kanan) dan tembus hingga ke bagian dada. Pelaku Briptu Muhammad Kharisma (Briptu MK) merupakan anggota Kepolisian yang bertugas di Kepolisian Sektor Girisubo Gunungkidul.

Berdasarkan informasi yang kami peroleh, pada hari Minggu 14 Mei 2023 diadakan kegiatan hiburan di wilayah Gunungkidul dalam rangka bersih telaga atau bersih desa. Salah satu hiburan yang ditampilkan dalam kegiatan tersebut adalah konser campursari/dangdut. Mulanya konser musik campursari berjalan dengan kondusif, lalu pada pukul 22.30 terjadi keributan antar penonton. Ketika itu korban tergabung dalam rombongan panitia dan karang taruna, membuatnya berada tepat di depan panggung hiburan dan terdapat pembatas berupa barikade dengan penonton bagian luar.

Pelaku yakni Briptu MK naik keatas panggung guna menengahi keributan yang terjadi. Berdasarkan keterangan saksi yang kami peroleh, ketika Briptu MK sudah berada di atas panggung dan hendak jongkok/menunduk tiba-tiba terdengar suara tembakan dan membuat korban langsung tersungkur ke tanah. Pada saat itu teman-teman korban masih belum menyadari bahwa korban telah tertembak, bahkan ketika itu Briptu MK masih meminta korban untuk segera berdiri.[1] Korban tidak kunjung bangun dan terlihat ada darah yang keluar dari tubuhnya. Akhirnya korban dilarikan ke Puskesmas Rongkop untuk segera mendapatkan pertolongan pertama dan setelah itu langsung dibawa menuju RSUD Wonosari. Sesampainya di RSUD Wonosari, korban Aldi Aprianto sudah tidak dapat tertolong. Kelalaian yang dilakukan oleh Briptu MK mengakibatkan Korban meninggal dunia.

Kemudian diketahui bahwa senjata api yang menembakkan peluru tersebut bukanlah milik pelaku melainkan milik Satyo Ibnu Yudono yang merupakan junior pelaku. Sebelumnya, pelaku meminta senjata api milik Satyo Ibnu. Ketika menyerahkan senjata api tersebut Satyo sempat menjelaskan bahwa senjata tersebut dalam keadaan terisi dan pelaku menganggukkan kepala tanda mengerti dengan keadaan senjata. Namun karena kelalaian dan kecerobohan pelaku yang tidak mengunci senjata tersebut[2], kejadian penembakan tersebut terjadi.

Perihal aturan dalam penggunaan senjata api, terdapat SOP Penggunaan Senjata Api yang dikeluarkan oleh Markas Besar Polri, pada angka 1 huruf B poin 6 dijelaskan bahwa “senjata api harus selalu di dalam penguasaan dan pengawasan pemegang (tidak boleh dipegang orang lain).” Sehingga dapat dikatakan bahwa tindakan Briptu MK yang meminjam senjata milik Juniornya telah melanggar ketentuan dalam penggunaan senjata api perorangan, terlebih dirinya telah mengetahui jika senjata api tersebut telah terisi peluru tajam.

Selanjutnya, merujuk kepada Basic Principles On the Use of Force And Firearms By Law Enforcement Official dijelaskan bahwa dalam penggunaan senjata api oleh penegak hukum harus sesuai dengan keadaan dan digunakan dengan sedapat mungkin mengurangi resiko yang tidak diinginkan. Selain itu masih dalam ketentuan yang sama diterangkan bahwa dilarang menggunakan senjata api dan amunisi yang dapat menyebabkan cedera atau menimbulkan resiko yang tidak dapat dibenarkan.  Maka dari itu, dalam pelaksanaan tugas keamanan di kegiatan musik campursari ini Kami menilai bahwa penggunaan senjata api adalah sangat berlebihan dan selanjutnya juga bertentangan dengan Pasal 3 huruf c Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang menerangkan bahwa dalam menjalankan tugasnya polisi memiliki prinsip proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/ korban/penderitaan yang berlebihan.

Selain itu, anggota Kepolisian harus menjalankan tugasnya dengan selalu memperhatikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia sebagaimana yang dituangkan dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sehingga perlu ditekankan bahwa aparat penegak hukum dalam penggunaan kekerasan dan senjata api haruslah sepadan dengan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Pengamanan tanpa mengindahkan prinsip proporsionalitas tersebut telah menyebabkan kerugian yang begitu besar di masyarakat. Apalagi kejadian seperti yang terjadi di Girisubo bukanlah kali pertama. Kami mencatat setidaknya sepanjang Februari 2022 hingga 30 Maret 2023 telah terjadi 34 peristiwa kekerasan oleh Pihak Kepolisian dalam tugas pengamanan kegiatan aksi massa yang menyebabkan 226 korban luka-luka dan 4 orang meninggal dunia. Selain itu, kami juga mencatat bahwa kasus kekerasan dengan menggunakan senjata api terjadi sebanyak 4 kali dan peluru karet sebanyak 3 kali.

Berkaca dari kejadian ini, penggunaan senjata api oleh Polisi haruslah proporsional dan selain itu Polisi juga harus memahami instrumen-instrumen hukum kapan kekerasan dan senjata api itu dapat digunakan. Sekalipun jika Polisi harus menggunakan kekerasan dan senjata api dalam tugasnya,namun tetap harus sesuai dengan situasi dan juga kondisi di lapangan. Selanjutnya kami juga mendorong untuk Kepolisian melakukan evaluasi dalam penggunaan senjata api, mengingat ini bukanlah kejadian yang pertama kali. Dengan adanya evaluasi dan pengawasan yang ketat ini diharapkan agar tidak adanya penyalahgunaan kewenangan yang nantinya akan mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan hal tersebut diatas, kami mendesak kepada:

Pertama, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan juga Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri untuk mengevaluasi SOP mengenai penggunaan senjata tajam dan juga melakukan pengawasan dengan sangat ketat terhadap penggunaan senjata api dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian;

Kedua, Kapolda DIY untuk mengusut tuntas kasus ini dan tidak hanya sebatas etik/disiplin saja, melainkan juga secara pidana.

 

Jakarta, 24 Mei 2023
Badan Pekerja KontraS

 

Tioria Pretty, S.H.
Wakil Koordinator Bid. Avokasi


Narahubung: 089651581587

[1] Lihat https://www.detik.com/jateng/jogja/d-6720878/cerita-saksi-tewasnya-pemuda-diduga-tertembak-polisi-di-wuni-gunungkidul

[2] Lihat, https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/15/200439678/kronologi-warga-tewas-tertembak-pistol-polisi-saat-konser-musik-di?page=all