Segera Adili Prajurit TNI Angkatan Laut Terduga Pelaku Tindak Penyiksaan di Sikka, Nusa Tenggara Timur!

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dari matra Angkatan Laut (TNI AL) di Sikka, Nusa Tenggara Timur. Kasus penyiksaan ini terjadi menimpa Andreas Wiliam Sanda alias Andre pada Sabtu, 27 Mei 2023 di Patisomba, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan informasi yang telah kami himpun, dugaan peristiwa tindak penyiksaan tersebut dipicu ketika Andre dipanggil oleh orang tua kekasihnya untuk membicarakan perihal permasalahan antara Andre dan kekasihnya. Berdasarkan informasi yang kami terima, tindakan diluar kewenangan hukum tersebut diduga terjadi di rumah kekasih Andre. Tak berselang lama orang tua dari kekasihnya tersebut memanggil tiga prajurit Lanal Maumere untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan antara Andre dengan keluarga kekasihnya. Dalam proses tersebut, bukannya mendapatkan penyelesaian permasalahan dengan baik, korban malah mendapatkan serangkaian dugaan tindak penyiksaan oleh tiga prajurit Lanal Maumere. 

Setidaknya berdasarkan informasi yang telah kami himpun dari keluarga korban, korban mengalami berbagai tindakan tidak penyiksaan antara lain dipukuli menggunakan selang, dipopor menggunakan pistol, diinjak, diminta untuk mengoleskan balsem pada alat kelamin miliknya hingga membersihkan darah dengan menjilat. Lebih lanjut, korban juga dipaksa untuk membuka semua pakaian yang ia kenakan yang mana saat itu juga  disaksikan  langsung oleh pihak keluarga dari kekasih korban. Keluarga korban turut juga menuturkan bahwa kejadian ini bukan kali pertama dialami oleh Andre, selain itu keterlibatan prajurit TNI diduga ada kaitannya dengan saudara dari kekasih Andre yang merupakan prajurit TNI juga.

Kami menilai perbuatan prajurit TNI AL berupa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi tersebut merupakan pelanggaran terhadap perundang-undangan, konstitusi dan hukum internasional yang berlaku secara universal. Adapun ketentuan yang dimaksud yakni UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Kovenan Menentang Penyiksaan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hingga pelanggaran terhadap peraturan internal institusi, yaitu Peraturan Panglima TNI (Perpang) Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan Terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain Yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia. 

Lebih jauh, kasus penyiksaan ini muncul pada masalah keluarga yakni antara Andre dan kekasihnya – dan seharusnya dapat diselesaikan lewat jalan kekeluargaan. Penggunaan aparat militer dalam kasus ini mencerminkan arogansi dan kultur kekerasan yang masih melekat kuat pada institusi TNI. Peristiwa ini lagi-lagi menjadi catatan pekerjaan rumah hak asasi manusia yang harus segera dituntaskan oleh Panglima TNI beserta jajarannya. Prajurit yang membangun kedekatan terlalu intens dengan sipil pada akhirnya akan berimplikasi negatif yakni munculnya reaksi-reaksi yang berlebihan dan merugikan masyarakat.  

Peristiwa ini tentu harus dijadikan momentum serius bagi perbaikan institusi secara menyeluruh. Mekanisme evaluasi yang menyentuh akar masalah harus dilakukan dalam institusi TNI agar kasus keterlibatan prajurit TNI dalam ranah internal tidak terulang di kemudian hari. Kami juga berpendapat meskipun pada saat ini kasus tersebut sedang dalam masa proses dimana ketiga prajurit TNI AL tersebut telah menjalani hukuman secara internal di TNI, namun kami menduga bahwa proses tersebut bukanlah proses hukum yang ideal sebab adanya potensi untuk tidak dapat terbongkar atau terungkapnya fakta peristiwa secara transparan dan objektif dikarenakan memidanakan pelaku menggunakan mekanisme peradilan militer bukan peradilan umum, lebih lanjut lagi berdasarkan informasi yang kami dapati bahwa keluarga korban belum mendapatkan informasi lebih lanjut terkait dengan tindak lanjut tiga prajurit TNI AL yang melakukan tindak penyiksaan.

Atas berbagai macam catatan dan penjelasan diatas, KontraS mendesak:

Pertama, Panglima TNI untuk memerintahkan para komandan kesatuan untuk dapat melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam lingkaran kesatuannya agar dapat mencegah terjadinya tindakan serupa;

Kedua, Kapolda Nusa Tenggara Timur untuk dapat memerintahkan jajarannya mengambil alih kasus ini dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap terduga pelaku secara segera serta memberikan akses informasi kepada korban dan keluarga korban atas laporan pidana yang telah dilaporkan ke Polres Sikka;

Ketiga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi lebih lanjut atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dan dapat melakukan pemantauan proses hukum yang saat ini sedang dilaporkan oleh keluarga korban.

 

 

Jakarta, 31 Mei 2023
Badan Pekerja KontraS,

 

 

Andi Muhammad Rezaldy
Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi

Narahubung: 081259269754