Instruksi Tembak di Tempat oleh Kapolres Cianjur: Bentuk Arogansi Aparat, Berbahaya dan Berpotensi Melanggar HAM

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti pernyataan Kapolres Cianjur yang meminta anak buahnya untuk menembak di tempat anggota geng motor yang menyebabkan keonaran.[1] Kami memahami bahwa geng motor seringkali menjadi aktor yang menimbulkan keresahan masyarakat serta melakukan tindak pidana, namun instruksi tembak di tempat dapat membuka kemungkinan bagi aparat kepolisian untuk melakukan tindakan represif secara berlebihan dan melanggar HAM.

Melalui Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009, diatur tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dengan jelas diatur bahwa penggunaan kekuatan dalam pelaksanaan tugas Kepolisian harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable).[2] Melalui Perkap No. 1 Tahun 2009 juga mengatur bahwa anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya harus mempertimbangkan penggunaan kekuatan dan tidak menjadikan penggunaan senjata api sebagai mekanisme utama.[3] Selain itu Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa anggota Polri harus tunduk pada prinsip dasar perlindungan HAM dan patuh pada instrumen-instrumen HAM internasional.[4]

Kapolres Cianjur seharusnya sadar bahwa sebagai anggota Polri ia terikat pada dua aturan di atas, sebagai anggota Polri yang diberi tugas penegakan hukum, pendekatan yang dikedepankan seharusnya adalah pendekatan penegakan hukum yang sesuai dengan prinsip HAM dan mekanisme hukum acara pidana bukan pendekatan represif yang berpotensi menyebabkan timbulnya korban bahkan korban jiwa. Perlu digaris bawahi bahwa anggota geng motor merupakan warga negara yang memiliki hak untuk memperoleh proses hukum secara adil dan oleh Perkap Nomor 8 Tahun 2009 secara tegas diatur bahwa anggota Polri harus menjamin  hak setiap orang untuk diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak.[5]

Pada sisi lain, dalam rangka memberikan masyarakat rasa aman dari fenomena geng motor yang kembali marak, Polri yang juga memiliki fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat[6] seharusnya pengamanan secara berkala atau reguler sebagai bentuk preventif. Ketimbang mengeluarkan instruksi tembak di tempat, pimpinan polisi utamanya di daerah seharusnya mengedepankan pendeteksian dini untuk meminimalisir terjadinya kejahatan disertai penegakan hukum yang sifatnya terukur serta bersesuaian dengan peraturan internal Polri.

Instruksi semacam ini bukan yang pertama kalinya dikeluarkan dalam lingkup Polres Cianjur, sebelumnya pada 29 Juni 2022,[7] Kapolres Cianjur juga pernah memerintahkan jajarannya untuk melakukan tembak di tempat bagi anggota geng motor. Selain oleh Kapolres Cianjur, pada tahun 2022 kami juga mendokumentasikan beberapa instruksi untuk melakukan tembak langsung kepada anggota geng motor antara lain yang dikemukakan oleh Kapolres Tasikmalaya[8] dan Kapolda Jawa Barat.[9] Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak perwira Polri dalam hal ini Kapolres dan Kapolda yang masih mengedepankan pendekatan represif dan metode kekerasan dalam menanggulangi tindak pidana di tengah masyarakat. Pola tersebut tentu berbahaya karena terkesan membenarkan perbuatan anggota Polri untuk mengenyampingkan prinsip HAM dan proses hukum dalam upaya penanggulangan pidana yang dijalankan.

Berdasarkan pemantauan kami, sejak Juli 2022-Juni 2023 saja telah terjadi 27 peristiwa penembakan yang menyebabkan 39 orang meninggal dunia (extrajudicial killing). Berbagai peristiwa extrajudicial killing tersebut menunjukkan bahwa penembakan masih marak dijadikan sebagai metode penanggulangan tindak pidana oleh Polisi. Instruksi tembak langsung seperti yang diperintahkan oleh Kapolres Cianjur hanya akan memperbesar kemungkinan bertambahnya korban tewas akibat penembakan Polisi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, kami mendesak:

Pertama, Kapolri untuk memastikannya jajarannya agar tidak mengeluarkan instruksi, langkah teknis yang melanggar HAM, ketentuan perundang-undangan, dan peraturan internal Kepolisian yang berlaku;

Kedua, Kapolda jawa Barat untuk memberikan teguran Kepada Kapolres Cianjur serta melakukan evaluasi terkait dengan pengerahan kekuatan aparat di lapangan.

Ketiga, Kompolnas, Komnas HAM RI dan Ombudsman RI agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk melakukan pemantauan dan penindakan terhadap instruksi semacam ini untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat Kepolisian.

 

Jakarta, 6 Juni 2023
Badan Pekerja KontraS

 

 

Andi Muhammad Rezaldy, S.H.
Wakil Koordinator Bidang Strategi & Mobilisasi

Narahubung: 081310815873

[1] Kapolres Cianjur Perintahkan Tembak di Tempat untuk Geng Motor Pembuat Onar, https://regional.kompas.com/read/2023/06/04/134402078/kapolres-cianjur-perintahkan-tembak-di-tempat-untuk-geng-motor-pembuat-onar

[2] Lihat Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009

[3] Lihat Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009

[4] Lihat Pasal 2 & Pasal 5 Perkap No. 8 Tahun 2009

[5] Lihat Pasal 6 Perkap No. 8 Tahun 2009

[6] Lihat Pasal 2 UU Kepolisian

[7] Kapolres Cianjur perintahkan anak buahnya tembak di tempat geng motor yang konvoi bawa senjata tajam

https://www.kompas.tv/regional/303983/kapolres-cianjur-perintahkan-anak-buahnya-tembak-di-tempat-geng-motor-yang-konvoi-bawa-senjata-tajam

[8] Kapolres Tasikmalaya Kota Perintahkan tembak di tempat jika ada geng motor ancam keselamatan warga (7 November 2022)  https://jabar.tribunnews.com/2022/11/07/kapolres-tasikmalaya-kota-perintahkan-tembak-di-tempat-jika-ada-geng-motor-ancam-keselamatan-warga

[9] Lihat Rilis KontraS: Instruksi Kapolda Jabar Berbahaya dan Berpotensi Besar Melanggar HAM, https://kontras.org/2022/06/02/instruksi-kapolda-jabar-berbahaya-dan-berpotensi-besar-melanggar-ham/