Selasa, 1 Oktober 2024 lalu Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengadakan diskusi publik berkaitan dengan peringatan 2 tahun tragedi Kanjuruhan yang hingga sampai saat ini belum kunjung tuntas. Diskusi yang dilakukan di Toko Buku Bebasari, Pancoran ini dihadiri oleh Keluarga korban Ibu Yuli selaku orang tua dari Breggi Andri Kusuma, Zen RS, dan 2 orang pesepeda yang bersolidaritas untuk peristiwa ini yaitu, Narendra Wicaksono dan Miftahudin Ramli atau biasa dipanggil pak Midun.

 

Tragedi yang menewaskan 135+ korban jiwa tersebut hingga sampai saat ini belum berhasil diungkap serta diusut secara tuntas oleh negara. 2 tahun berlalu, tidak ada perkembangan yang signifikan malah justru terjadi beberapa peristiwa yang menunjukan ketidakseriusan dan ketidak berpihakan negara terhadap korban. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah proses penegakan hukum yang sangat amburadul. Mulai dari ditolaknya laporan oleh Bareskrim Mabes Polri, dihentikannya laporan model B di Polres Kepanjen, hingga vonis ringan yang diberikan kepada para pelaku lapangan.

 

Menanggapi hal tersebut, Zen RS menyoroti bagaimana impunitas menjadi sesuatu hal yang menjadi masalah utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Dirinya menyampaikan bahwa impunitas bukanlah sesuatu hal yang mudah didapatkan dan tidak dapat diakses oleh semua orang. Selama ini Kepolisian selalu menunjukan budaya impunitas yang kental dalam tubuh instansi mereka. Terlebih pasca era orde baru, Kepolisian seakan-akan belum juga berbenah untuk memperbaiki serta meninggalkan budaya buruk tersebut.

 

Lebih lanjut, Zen turut menyoroti kekerasan dan penggunaan senjata api dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan pengamanan massa. Dirinya menyatakan bahwa pasca kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998 hingga tahun 2018 sebetulnya jarang ditemukan adanya penggunaan senjata api ataupun gas air mata dalam pengamanan massa aksi. Hingga pada tahun 2019, praktik ini kembali terjadi dan tak jarang menimbulkan korban jiwa. Seperti kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang menyebabkan 10 korban jiwa, reformasi dikorupsi 5 korban meninggal dunia, dan terbaru aksi kawal putusan MK yang menyebabkan banyaknya korban luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan oleh Kepolisian. Berkaca dari peristiwa-peristiwa tersebut, Zen mengatakan bahwa keadaan saat ini tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 1998 lalu. Bahkan dikhawatirkan kian memburuk jika Polisi tidak secara tegas ataupun segera memperbaiki permasalahan-permasalahan yang ada.

 

Melihat stagnannya proses penegakan hukum Kanjuruhan, membuat beberapa pihak terus bersuara memberikan dorongan dan menggalang solidaritas untuk mengkampanyekan tagline usuttuntas. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan bersepeda dari Malang hingga Jakarta yang dilakukan oleh Miftahudin Ramli atau Pak Midun. Setidaknya terdapat 23 Kota/Kabupaten yang tersebar di 4 Provinsi yang ia lewati. Dengan membawa keranda yang bertuliskan 135+ Justice for Kanjuruhan, Pak Midun ingin menyampaikan bahwa hingga sampai saat ini belum ada keadilan yang didapatkan oleh para keluarga dan korban. Lebih lanjut dirinya merasakan pasca tragedi ini, kota Malang seolah-olah berubah menjadi kota yang memberikan rasa kelabu dan bahkan rasa solidaritas diantara setiap warganya kian hari kian pudar. Bahkan, selama perjalanan dirinya melihat gerakan solidaritas serta suara perlawanan justru banyak dilakukan oleh masyarakat yang berada di luar Malang. Hingga akhirnya sampai di Jakarta, pak Midun terus bersepeda dan menuntut pemerintah merealisasikan janjinya. Dirinya turut melakukan aksi dan memberikan refleksi di aksi yang dilakukan di Kantor PSSI.

 

Hal serupa juga dilakukan oleh warga asal Klaten, Jawa Tengah, yaitu Narendra Wicaksono. Dirinya bersepeda ke luar negeri dari Klaten hingga Mekkah, Arab Saudi. Dirinya menyampaikan, tujuan bersepeda ke ini dilakukan untuk mendorong kepada pemerintahan Indonesia yang berada di luar negeri untuk dapat mendesak Pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Selain itu, dirinya juga mengharapkan kepada diaspora-diaspora yang tersebar di beberapa negara untuk terus menyuarakan tragedi ini serta mendorong adanya solidaritas yang dapat dilakukan oleh kelompok, organisasi, maupun Pemerintah luar yang turut mendesak Pemerintah untuk dapat memberikan keadilan bagi para korban. Hingga akhirnya, ia menyelesaikan nazarnya untuk bersepeda di kota Mekkah. Sebagai seorang muslim, dirinya mengatakan bahwa disitulah tempat terbaik untuk beribadah serta memanjatkan doa sebagai seorang muslim. Di akhir, dirinya berharap agar dari usaha solidaritas yang telah ditempuh dapat memberikan efek yang positif bagi penegakan hukum dan penuntasan kasus ini.

 

Dari sudut pandang korban, ibu Yuli menyampaikan harapannya agar kasus ini dapat betul-betul diusut tuntas dan berharap agar Pemerintah dapat memahami serta memberikan keadilan kepada para korban. Dirinya menyampaikan bahwa selama ini, banyak sekali pihak-pihak yang mencoba membungkam, menghentikan, dan bahkan hingga berusaha untuk memecah belah keluarga dari usaha mereka untuk mendapatkan keadilan. Dirinya menambahkan, bahwa selama 2 tahun ini minim sekali usaha dari Negara dalam mengungkap kebenaran dibalik tragedi ini.

 

Berkenaan dengan hal tersebut, Yahya dari KontraS selaku salah satu dari tim pendamping hukum menyampaikan bahwa negara selama ini dirasa kurang serius dalam usahanya untuk mengusut kasus ini. Mulai dari respon beberapa lembaga negara yang menunjukan keseriusan, ada penolakan dari pihak Kepolisian untuk menerima laporan hingga penghentian proses penyelidikan dan bahkan terduga pelaku yang terlibat dalam kasus ini justru masih mendapatkan jabatan strategis di Pemerintahan. Selanjutnya, pintu 13 stadion Kanjuruhan yang menjadi saksi bisu peristiwa mengerikan itu terjadi juga turut dibongkar dengan alasan renovasi. Padahal pintu 13 memiliki peran penting untuk digunakan sebagai tempat rekonstruksi peristiwa sehingga dapat menggambarkan bagaimana situasi yang ditimbulkan akibat gas air mata yang ditembakan secara serampangan. Alih-alih menjaga barang bukti tersebut dan memenuhi kewajibannya, Pemerintah justru abai dan berkelit dengan alasan renovasi.

 

Untuk itu, dengan adanya gerakan solidaritas dari berbagai pihak serta diskusi publik ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta merawat ingatan kepada publik bahwa tragedi Kanjuruhan belumlah selesai. Masih terdapat pelaku-pelaku lainnya (aktor high level) yang belum diadili. Selain merawat ingatan, dari kegiatan-kegiatan ini juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi publik terutama para suporter akan keselamatan dan keamanan mereka dalam menikmati hiburan sepakbola. Publik juga diharapkan dapat bersama-sama memberikan dorongan kepada pihak-pihak terkait seperti PSSI, PT. LIB, pihak keamanan untuk dapat memperbaiki tata kelola sepakbola dan meningkatkan profesionalitas dalam penyelenggaraan agar tragedi seperti ini tidak terjadi di masa yang akan datang.

Tags
Writer Profile

Admin

Without Bio