Bertepatan dengan momen Hari Bhayangkara ke 79 yang diperingati pada 1 Juli 2025, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan Kertas Kebijakan dengan tajuk “Kekerasan yang Menjulang di Tengah Penegakan Hukum yang Timpang”. Kertas Kebijakan ini menjadi bentuk partisipasi KontraS terhadap Reformasi Sektor Keamanan khususnya reformasi Polri, sesuai mandat reformasi serta untuk memberikan dorongan kepada Polri dalam melakukan evaluasi perbaikan institusi sesuai dengan standar HAM dan demokrasi.

Kertas kebijakan ini mencoba memotret berbagai peristiwa kekerasan serta dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota Polri pada periode Juli 2024-Juni 2025. Kertas kebijakan ini disusun untuk menghadirkan diskursus mengenai Kepolisian di tengah masyarakat serta sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah dan institusi Kepolisian itu sendiri agar mampu melakukan evaluasi demi menghadirkan institusi Kepolisian sebagai institusi keamanan yang profesional sebagaimana dicita-citakan oleh reformasi.

Sepanjang Juli 2024-Juni 2025, KontraS mencatat sebanyak 602 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh Polri, dengan peristiwa penembakan peristiwa terbanyak yang mencapai 411 peristiwa. Sebanyak 602 peristiwa kekerasan tersebut diwarnai oleh antara lain 38 peristiwa penyiksaan dengan 86 korban, dimana 10 meninggal dunia dan 76 orang lainnya korban luka ringan hingga berat. KontraS juga mencatat terjadinya 37 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang menyebabkan 40 menjadi korban.

Pada periode Juli 2024-Juni 2025, KontraS juga mencatat 44 peristiwa salah tangkap yang menyebabkan 35 orang terluka dan 8 orang meninggal dunia. Selain itu, Hasil monitoring KontraS mencatat bahwa dalam rentang Juli 2024 hingga Juni 2025 terdapat 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil dalam beragam bentuk. Secara khusus, dalam rentang masa yang sama telah terjadi 42 peristiwa pembubaran paksa aksi unjuk rasa yang menyebar di pelbagai wilayah di Indonesia.

Terdapat  1020 orang yang menjadi korban pelanggaran yang mayoritasnya adalah mahasiswa. Namun, korban tidak hanya terbatas hanya mahasiswa, jurnalis, paramedis, petani, siswa, masyarakat sipil, serta aktivis tak luput menjadi korban. Bahkan, di saat yang bersamaan aktivis/pembela HAM juga mengalami kerentanan yang serupa dengan mengalami 62 peristiwa penangkapan yang 5 diantaranya mengalami luka-luka.

Peristiwa penegakan hukum yang “timpang” seperti undue delay atau penundaan berlarut dan “kriminalisasi” terhadap partisipasi publik juga masih rentan terjadi sepanjang Juli 2024-Juni 2025. Peristiwa kekerasan masih rentan terjadi dalam berbagai lini, namun penegakan hukum terkadang terlihat abai dan timpang.

Berbagai peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa sudah saatnya Polri berbenah dan melakukan evaluasi. Penegakan hukum, keamanan dan ketertiban seharusnya tidak dilakukan dengan melanggar hak warga negara. Evaluasi dalam bentuk pengetatan pengawasan dan pemberian sanksi baik sanksi etik dan sanksi pidana kepada anggota Polri yang melakukan tindak kekerasans ecara eksesif dan pelanggaran HAM harus dilakukan.

Pada sisi lain, arah perumusan peraturan perundang-undangan khususnya dalam konteks sistem peradilan pidana seharusnya dilakukan dengan memperhatikan fakta-fakta tersebut. Pemerintah harus dengan serius mengkaji berbagai wewenang Kepolisian yang menjadi faktor terjadinya tindak kekerasan eksesif serta pelanggaran HAM.



Jakarta, 30 Juni 2025

Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya

Koordinator

 

Kertas kebijakan selengkapnya dapat diunduh di sini

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan