Hari Hukuman Mati Sedunia 2020

Pada tanggal 10 oktober 2020 sebagai peringatan hari anti hukuman mati sedunia, KontraS mengadakan Webinar yang mengusung tema “Hari Anti Hukuman Mati Sedunia 2020 Akses Pendampingan Hukum: Hidup dan Mati”. Dengan para pengisi:

keynote speakers:
Raphael Chenuil-Hazan (Direktur ECPM)
Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS)

Pembicara:
Arif Nur Fikri (Wakil koordinator Bidang Advokasi)
Dominggus Polhaupessy (Public Lawyer LBH Masyarakat)
Er”smus N”pitupulu (Direktur ICJR)

Dan di moderatori:
Auliya Rayyan (Staf Advokasi Internasional KontraS)

Webinar dibuka dengan pemutaran Video Keynote Speech dari Raphael Chenuil Hazan, ia mengungkapkan, selama melakukan wawancara yang dilakukan KontraS dan ECPM dalam mencari fakta mengenai situasi terpidana mati, mereka mendapatkan pendampingan hukum yang berkualitas buruk, bagi terpidana laki-laki maupun perempuan. Raphael ingin menyerukan kepada pemerintah indonesia untuk memastikan pendamping hukum yang berkualitas tinggi untuk orang-orang yang menghadapi hukuman mati, selain itu pemerintah indonesia pun juga harus memperbaiki perlindungan hak-hak minoritas dan warga negara asing juga memastikan adanya pelatihan tambahan untuk para pekerja peradilan serta memperbaiki kondisi lembaga pemasyarakatan yang menahan terpidana mati sesuai dengan penelitian yang disebutkan tadi.

Acara dilanjutkan dengan Keynote Speech oleh Fatia Maulidiyanti selaku koordinator KontraS, Fatia menggambarkan pada tahun 2018 indonesia masih termasuk pada 49 negara yang masih menerapkan hukuman mati, yang dimana hukuman mati itu sendiri melanggar isi dari undang-undang Dasar 1945 pasal 28 a  yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, hal ini juga diakui oleh undang-undang hak asasi manusia tahun 1999 dalam kovenan internasional tentang hak sipil dan politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2006. kemudian Fatia menyampaikan menurut data yang diberikan oleh pihak berwenang pada Juli 2019 melalui Dirjen PAS ada 268 orang berada di dalam proses hukuman mati, tercatat pada tanggal 21 Juni 2019 terdapat 100 orang terkait dengan kasus pelanggaran narkotika 69 untuk kasus terorisme dan 2 orang untuk kasus pembunuhan berencana. Rata-rata mereka yang divonis hukuman mati sudah

mendekam lebih dari 10 tahun dan moratorium secara de facto, Fatia berharap agar Indonesia segera terus mendorong menuju moratorium hukuman mati di Indonesia yang di mana praktek hukuman mati ini sangat primitif dan Indonesia pun harus mengikuti tren Global menuju penghapusan hukuman mati dalam rangka pemajuan hak asasi manusia karena hukuman mati jelas-jelas melanggar hak hidup yang merupakan hak paling fundamental bagi manusia.

selanjutnya adalah pemaparan oleh para pembicara dimulai dari Dominggus Polhaupessy yang menyorot ketidak adilan kasus terpidana mati merry utami yang ditangani oleh LBH Masyarakat, ia sangat menyayangkan pada saat itu hakim di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tidak melihat background sosial Ibu Merry, mereka tidak melihat kerentanan yang dimiliki Ibu Merry; kerentanan ekonomi, kerentanan psikologis, ketergantungan psikologis, kerentanan pendidikan dan keluarga, serta menjadi korban KDRT yang pada saat itu bisa menjadi bahan pertimbangan sebelum menjatuhkan hukuman.

pemaparan selanjutnya dibacakan oleh Arif Nurfikri yang membahas mengenai kasus terpidana mati ruben pata sambo, Arif menjelaskan terdapat beberapa kejanggalan salah satunya dalam proses pengadilan tinggi di makassar, dimana Agustinus memberikan ketidak konsistenan dalam memberikan kesaksian, kemudian terdapat beberapa tekanan yang Agustinus berikan kepada ruben pata sambo, perlu disayangkan bahwa agustinus merupakan saksi kunci terhadap peristiwa tersebut naamun melakukan hal yang merugikan pihak Ruben Pata Sambo

Kemudian pemaparan terakhir dibacakan oleh Erasmus Napitupulu, dia mengungkapkan bahwa banyak terpidana mati yang sekarang dalam masa tunggu eksekusi, mereka sudah menjadi baik sehingga perlu diselamatkan dan diberikan kesempatan. Namun di masa pandemi ini kita bicara tentang menyelamatkan nyawa, padahal kita akhirnya melakukan pencabutan nyawa terpidana mati.