Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan keputusan dimutasinya Irjen Nico Afinta menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.[1] Diketahui bahwa sebelumnya, Irjen Nico Afinta merupakan Kepala Kepolisian daerah Jawa Timur ketika Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. Peristiwa yang menyebabkan 135+ nyawa melayang tersebut menyebabkan Nico Afinta dicopot dari jabatannya ketika itu.

Keadilan seakan-akan menjadi kata yang utopis bagi para korban tragedi Kanjuruhan. Setelah ditolaknya laporan yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil pada medio April dan September 2023 lalu, dihentikannya laporan tipe B milik Devi Athok di Polres Kepanjen, Kabupaten Malang, bahkan pintu 13 Stadion Kanjuruhan yang menjadi saksi bisu bagaimana mengerikannya tragedi tersebut pun juga turut dihilangkan dengan dalih renovasi. Hingga sampai saat ini keluarga korban masih terus berusaha untuk mendapatkan keadilan dan menuntut agar kasus ini dapat dituntaskan. Bahwa  kelima pelaku yang diadili dapat dikatakan hanya mendapatkan vonis yang sangat ringan. Tiga terdakwa yaitu Hasdarman mendapatkan vonis penjara 1 tahun 6 bulan. Kemudian, Suko Sutrisno divonis 1 tahun, dan Abdul Haris mendapat vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Sementara itu, dua pelaku yang sebelumnya divonis bebas yaitu Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto, setelah melewati proses kasasi keduanya hanya mendapatkan vonis 2 tahun penjara.

Penghukuman yang sangat ringan serta banyaknya kejanggalan-kejanggalan selama proses persidangan pada 16 Januari hingga 16 Maret 2023 lalu memperlihatkan bagaimana buruknya penegakan hukum atas kejahatan kemanusiaan yang sangat mengerikan ini. Bahwa lebih lanjut, bila kita telusuri lebih dalam kelima pelaku yang telah diadili tersebut sejatinya hanyalah pelaku lapangan saja. Di Lain sisi, hingga sampai saat ini aparat penegak hukum belum juga bertindak untuk mengusut serta mengungkap pelaku-pelaku level atas (high level). 

Bila merujuk kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa “Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki”. Sehingga dengan kata lain, Pimpinan Kepolisian di wilayah tertentu, mulai dari tingkatan Polsek, Polres, hingga Polda haruslah diperiksa dan bertanggungjawab tidak hanya atas tugas yang mereka lakukan tetapi juga bertanggungjawab atas tugas dan kinerja dari bawahannya. 

Sebagaimana yang diketahui atas tragedi Kanjuruhan tersebut, dicopotnya Irjen Afinta dari Kapolda Jawa Timur bukanlah bentuk pertanggungjawaban yang ideal. Semestinya institusi kepolisian melakukan langkah hukum yang tegas dengan melakukan investigasi secara transparan dan akuntabel kepada Irjen Nico Afinta karena sebagai pihak yang bertanggungjawab atas tragedi kanjuruhan mengingat ketika itu posisinya sebagai Kapolda Jawa Timur.

Perlu di garis bawahi, hingga saat ini Irjen Nico Afinta masih menjadi Polisi aktif, yang dimana seharusnya ia tidak bisa menduduki jabatan sipil. Untuk itu, keputusan mutasi ini jelas sangat bertentangan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, dengan adanya keputusan mutasi serta dilantiknya Irjen Nico Afinta menjadi Sekretaris Jenderal Kemenkumham menunjukan bagaimana buruknya proses penegakan hukum serta kembali menunjukan budaya impunitas yang sangat kental di tubuh Kepolisian. Proses penunjukan ini juga kembali menghantarkan pada budaya dwifungsi dan menempatkan otoritas keamanan dan pertahanan dalam ranah sipil yang semakin menjauhkan dari agenda reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Lebih lanjut, situasi ini kembali diperparah dengan absennya Negara atau Pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pengawasan terhadap  tata kelola pemerintahan yang baik dan beradab. Bahkan, Presiden yang sejatinya merupakan pucuk tertinggi dan memiliki peran penting dalam menentukan arah kebijakan dan pengelolaan kepolisian seakan-akan abai dan mendiamkan segala macam bentuk pelanggaran serta kinerja buruk dari Kepolisian.

Berdasarkan hal tersebut, kami mendesak kepada:

Pertama, Pemerintah agar dapat melaksanakan kewajibannya untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi Hak Asasi Manusia warga negaranya dengan mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan dan menjamin agar peristiwa ini tidak terjadi di masa yang akan datang;

Kedua, Kapolri untuk membatalkan keputusan mutasi Irjen Nico Afinta menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM;

Ketiga, Kepolisian Negara republik Indonesia untuk memperbaiki tubuh instansinya serta memberikan penghukuman yang ideal dan adil bagi para pelaku pelanggaran ataupun tindak pidana agar dapat memutus rantai impunitas yang selama ini menggerogoti tubuh Kepolisian. 

Jakarta, 26 September 2024
Badan Pekerja KontraS, 

 

Dimas Bagus Arya,

Koordinator
Narahubung: +6289651581587

Tags
Writer Profile

Admin

Without Bio