Di tengah bencana alam banjir dan tanah longsor akibat kerusakan lingkungan di Sumatra yang gagal di antisipasi oleh negara, di wilayah lain warga justru mendapatkan kekerasan dalam bentuk upaya perampasan tanah atau klaim sepihak oleh TNI. Alih-alih hadir memastikan keselamatan dan pemulihan korban, Negara justru menambah luka dengan kian maraknya praktik intimidasi dalam kasus perampasan tanah yang berulang.

Berdasarkan berita dan laporan yang dihimpun oleh Koalisi, setidaknya terdapat dua konflik tanah yang terjadi antara TNI dan rakyat dalam beberapa waktu belakangan ini diantaranya peristiwa di Desa Wates, Semedusari, dan Pasinan, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dengan alasan untuk membangun batalyon TNI dan sekolah marinir yang terjadi pada November 2025. Selain itu, pada 04 Desember 2025, klaim sepihak atas tanah juga dilakukan oleh TNI dengan dalih untuk membangun Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) di Kecamatan Tana Lili, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Warga setempat menolak pengambilalihan paksa tanah mereka dengan alasan bahwa tanah yang diklaim oleh TNI tersebut merupakan tanah mereka yang telah digarap secara turun-temurun dan bukan merupakan tanah negara.

Koalisi memandang bahwa eksekusi terhadap hak atas tanah tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan tetap harus melalui prosedur hukum yang berdasrkan putusan pengadilan. Segala bentuk pengambilalihan tanah, sekalipun oleh TNI, yang tidak melalui proses pengadilan yang sah, tidak bisa dibenarkan, dan merupakan bentuk nyata perampasan hak warga negara. Jika terdapat sengketa kepemilikan tanah, maka hukum kita memyediakan jalur penyelesaian melalui pengadilan dan bukan dengan menerjunkan prajurit TNI untuk berhadap-hadapan dengan rakyat. 

Koalisi menilai bahwa praktik perampasan tanah secara sepihak oleh TNI dapat membuka jalan bagi pelanggaran HAM yang lebih luas. Mulai dari hilangnya hak masyarakat adat, hak atas tempat tinggal, hingga ancaman terhadap keselamatan dan keamanan warga negara. Penting untuk diingat perampasan tanah yang sengaja dilakukan dengan menerjunkan prajurit TNI untuk berhadap-hadapan dengan rakyat sangat potensial menimbulkan kekerasan dan bahkan pelanggaran HAM.

Pada titik ini, kami mengingatkan bahwa dalam negara hukum demokratis tidak ada institusi manapun termasuk militer yang boleh berada di atas hukum. Perampasan dan klaim sepihak, pendudukan tanah, maupun tindakan pemaksaan lainnya bukan hanya melampaui kewenangan aparat TNI, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar negara hukum yang menjamin due process of law dan perlindungan hak-hak warga negara.

Oleh karena itu, kami mendesak:
1. Panglima TNI untuk memerintahkan jajarannya menghentikan proses pengambilalihan tanah warga secara paksa;
2. Panglima TNI untuk memastikan jajarannya patuh pada prosedur hukum yang berlaku, yaitu dengan menempuh proses hukum yang sah;
3. Menteri Pertahanan untuk menghentikan kebijakan pembangunan pos militer di lingkungan penduduk sipil yang terjadi di Jawa Timur dan Sulawesi Utara.

 

 

Jakarta, 09 Desember 2025
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

(Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, ICW, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure, Raksha Initiative, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH Medan)

 

Narahubung:
Ardi Manto Adiputra (Direktur Imparsial)
Muhammad Isnur (YLBHI)
Julius Ibrani (PBHI)
Al Araf (Ketua Centra Initiative)
Wahyudi Djafar (Raksha Initiatives)
Usman Hamid (Amnesty International Indonesia)
Daniel Awigra (Direktur HRWG)
Bhatara Ibnu Reza (DeJure)
Dimas Bagus Arya (Kontras)
Mike Tangka (KPI)
⁠Ivan Saputra ( LBH Medan)
⁠Muhammad Naziful Haq (Public Virtue Research Institute)

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan