2023-03-21 15.37.15
2023-03-30 00.39.35

 

 

Menolak Kekerasan, Merawat Kebebasan adalah sebuah gagasan yang dimunculkan pertama kali oleh KontraS pada tahun 2008 sebagai sebuah perpanjangan dari semangat Human Loves Human. Semangat Menolak Kekerasan, Merawat Kebebasan adalah semangat untuk melakukan demistifikasi dan dekonstruksi terhadap kekuasaan yang menampilkan kekerasan baik secara langsung ataupun tidak langsung.

KontraS hendak memantik kembali ruang publik yang dinamis dan kritis melalui kampanye Menolak Kekerasan, Merawat Kebebasan yang menggabungkan unsur kemarahan terhadap situasi dan kondisi untuk mentransformasikannya menjadi sebuah bentuk harapan terhadap unsur kebebasan yang bertanggung jawab dan bermartabat dengan melakukan pengorganisiran dan pengupayaan kolektif dalam bentuk-bentuk kolaborasi yang bermakna.

 

 

Tujuan Laman Ini

sitausi kebebasan

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara aktif melakukan pendokumentasian terkait dengan situasi pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kami juga berfokus pada pendokumentasian situasi terkait dengan kebebasan berekspresi di Indonesia. Setidaknya kami mencatat terdapat 316 peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi di Indonesia sepanjang tahun 2021 – 2023.

Klik di bawah ini untuk melihat data selengkapnya

MEREKA YANG

 

 

Sudah banyak Pembela HAM yang suaranya di bungkam, Fatia-Haris mereupakan salah satu dari sekian Pembela HAM yang dibungkam. Pembungkaman ini merupakan bentuk jelas dari watak negara yang justru tidak memberikan perlindungan kepada Pembela HAM.

Dalam bagian ini kami mencoba merangkum perjalanan kasus Fatia-Haris terkait dengan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Selain itu, dalam bagian ini pula kami membutuhkanmu bantuanmu untuk mendesak Presiden Joko Widodo menolak kekerasan dalam bentuk pembungkaman dan merawat kebebasan berekspresi. Caranya? Tandatangani petisi melalui tautan di bawah!

 

 

MARI PAHAMI HAKMU

Secara utuh, laman ini merupakan bagian dari kampanye Menolak Kekerasan, Merawat Kebebasan KontraS. Tujuan dibentuknya laman ini adalah untuk memberikan ruang bagi kawan-kawan kelompok masyarakat sipil untuk dapat memahami isu kebebasan berekspresi khususnya di Indonesia. Dalam laman ini juga, kami secara aktif akan memberikan situasi dan kondisi terkini terkait dengan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Kekerasan Terhadap Kebebasan Berekspresi Januari 2021 - Juni 2023

No Data Found

Sepanjang tahun 2021 – 2023 kami mencatat setidaknya terdapat 346 peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi di Indonesia yang tersebar pada berbagai daerah di Indonesia.

Tindakan Pelanggaran Terhadap HRD Januari 2022 - Juni 2023

No Data Found

Salah satu kasus dari berbagai macam kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di Indonesia yang menjadi perhatian kami adalah kasus yang terjadi pada 16 Desember 2022 di Jawa Barat. Setidaknya terdapat 30 mahasiswa yang ditangkap saat unjuk rasa menolak KUHP di Gedung DPRD Jawa Barat. Upaya penangkapan sewenang-wenang tersebut, dibarengi dengan penahanan ponsel milik mahasiswa.

Institusi Utama Pelaku Pelanggaran Terhadap HRD Januari 2022 - Juni 2023

No Data Found

Secara aktif kami juga melakukan pemantauan terkait dengan aktor mana saja yang bertanggung jawab atas pelanggaran kebebasan berekspresi di Indonesia. Setidaknya kami mencatat bahwa Kepolisian merupakan aktor yang kerap kali melakukan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia dengan jumlah 128 peristiwa sepanjang tahun 2022 – 2023.

Sudah banyak korban pembungkaman kebebasan berekspresi di Indonesia, mulai dari ibu rumah tangga, tenaga pengajar, pembela HAM, dan masih banyak lagi. Kami membutuhkanmu untuk mendesak Presiden Joko Widodo menolak kekerasan dalam bentuk pembungkaman dan merawat kebebasan berekspresi. Caranya?

                                                     Klik disini untuk Tandatangani petisi!

 

Kriminalisasi HRD 2022

Tindakan Kriminalisasi HRD

No Data Found

Ruang kebebasan sipil merupakan pilar penting dalam menunjang demokrasi. Ruang ini merupakan lingkungan atau tempat yang memungkinkan orang dan kelompok sebagai aktor ruang sipil – untuk berpartisipasi secara bermakna dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. 

Sementara itu, Negara sebagai pemangku kewajiban, memiliki tanggungjawab untuk menjamin ruang-ruang untuk warga masyarakat agar dapat mengekspresikan pandangannya, berkumpul, berserikat, berdialog dengan pihak terkait isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka. Adapun bentuk tanggungjawab yang dimaksud dapat tercermin lewat regulasi, kebijakan hingga langkah teknis di lapangan. 

Aktor-aktor di ruang sipil seperti halnya pembela HAM, advokat, anak-anak, mahasiswa, pelajar, kelompok minoritas, masyarakat adat, kelompok buruh, serikat petani, jurnalis dan berbagai kelompok lainnya harus mendapatkan ruang untuk mengekspresikan dirinya secara bebas dalam rangka mendorong perubahan yang efektif.

Ruang kebebasan sipil harus dijamin keberadaannya baik dalam aspek formal maupun informal di mana individu tau kelompok dapat berperan aktif dan strategis dalam rangka berkontribusi pada pembuatan kebijakan serta pengambilan keputusan. Untuk menunjang hal tersebut tentu pemerintah harus membuka akses informasi, ruang-ruang dialog untuk mendengarkan posibilitas perbedaan pendapat.

Ruang-ruang sipil yang ada termasuk ruang untuk berekspresi, berkumpul, berserikat harus dijamin keamanannya dan bebas dari intervensi kekuasaan. Segala bentuk intimidasi, pelecehan, pembungkaman tidak dapat dibenarkan dalam ruang kebebasan tersebut. Adapun pembatasan dapat diperbolehkan, akan tetapi harus sesuai dengan standar hukum HAM internasional yang berlaku secara universal.

Pembela HAM adalah siapapun orang dengan berbagai latar belakang, yang dengan secara sukarela maupun mendapatkan upah melakukan kerja-kerja pemajuan dan perlindungan HAM dengan cara-cara damai. Profesi mereka bisa berupa jurnalis warga, aktivis, fasilitator, atau warga biasa, bahkan termasuk mereka yang berasal dari korban. Mereka memainkan peran penting dalam mengawasi, melaporkan dan mengingatkan negara, pelaku bisnis, korporasi dan investor mengenai potensi dampak negatif dari aktivitas yang berpotensi merampas hak asasi manusia orang lain. Nahasnya, pembela HAM yang bekerja untuk mempromosikan penghormatan pada hak asasi manusia dan mendorong pertanggungjawaban negara dan korporasi atas pelanggaran HAM kerap kali menghadapi berbagai risiko keselamatan dan tantangan dalam kerja-kerja mereka. Di antaranya, kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kriminalisasi, diskriminasi, intimidasi, ancaman pembunuhan, serangan oleh kelompok yang merasa terganggu kepentingannya, sampai kepada tekanan terhadap profesi dan jabatan. 

 

Salah satunya seperti penetapan tersangka kasus pencemaran nama baik yang menimpa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.  Padahal jaminan dan perlindungan bagi Pembela HAM di Indonesia telah diatur dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Kemudian Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Diperkuat dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.