Siaran Pers Bersama 15 Mei 2018

WALHI-KPA-JATAM-KIARA-KontraS, YPII, HuMa, YLBHI, KRuHA, Elsam

Kasus Penembakan dan Kekerasan kepada warga Pesisir Marosi, kab. Sumba Barat, NTT

Usut Pembunuhan Warga Pesisir Marosi; Kembalikan Wilayah Kelola Rakyat

Pemerintah menetapkan Sektor pariwisata sebagai prioritas pembangunan nasional lewat pengembangan dunia usaha. Pariwisata  ditargetkan menyumbang PDB sebesar 5,5 persen dengan target devisa 223 triliun, untuk itu investasi digenjot habis – habisan tanpa perhatian serius pada lingkungan dan keselamatan warga.  Investasi dalam muka pariwisata akhirnya kembali memperlihatkan muka jahatnya, di mana pada 25 April 2018 terjadi tragedi berdarah di pesisir pantai Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. Tindakan berlebihan dalam mengamankan investasi berujung pada kekerasan dan penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dari Polres Sumba Barat pada tanggal 25 April 2018 lalu, mengakibatkan Poroduka (45 tahun) meninggal, dan Matiduka, yang mengalami luka tembak di kedua kakinya. Intimidasi dan kekerasan juga dialami oleh 10 orang masyarakat, salah seorang diantaranya adalah anak SMP.

Pada 15 Mei 2018, Polda NTT bersama Kompolnas melakukan Konferensi Pers di Kantor POLDA NTT. Ketua Tim Autopsi Polda NTT, dr. NI Luh Putu Eny Astuti spF menyatakan bahwa kematian Almarhum Poro Duka pada 25 April silam diakibatkan oleh luka tembak di dada sebelah kanan, dan ditemukan proyektil peluru karet di kantung jantung. Hal ini berbeda dengan klaim polisi sebelumnya yang menyatakan tidak ditemukan proyektil peluru akibat penembakan.

Bahwa berdasarkan hal di atas kami menilai bahwa telah terjadi tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain akibat penggunaan senjata api/kekuatan yang berlebihan yang dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Sumba Barat.

Menindaklanjuti hal diatas kami menyerukan dan mendesak:

Pertama, Mendorong upaya penegakan hukum terhadap semua aparat dan instansi yang terlibat dalam tindak kekerasan ini, hingga saat ini belum ada pengumuman terhadap publik siapa yang bertanggung jawab terhadap tindak kekerasan yang terjadi. Kami apresiasi penjelasan terhadap publik proses otopsi yang terjadi, lebih dari itu publik juga berhak tahu terhadap proses hukum yang berjalan. Hingga saat ini hanya ada pemberitaan mutasi Kapolres Sumba Barat tanpa ada penjelasan terkait tanggung jawabnya terhadap tindak kekerasan yang terjadi. Oleh karena itu, kami mendesak Bareskrim Mabes Polri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan peristiwa tanggal 25 April 2018 yang mengakibatkan 1 (satu) orang warga meninggal dunia akibat luka tembak. Hal ini penting dilakukan guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan bagi keluarga korban.

Kedua, Stop Rencana Investasi Pariwisata di Pesisir Marosi, Kembalikan Wilayah Kelola Rakyat. Dalam kasus di pesisir Marosi, BPN bertindak kontraproduktif, ketika memaksakan pengukuran ulang pada lahan HGU & HGB yang berstatus terlantar (tidak di garap sejak 1994), terlebih pengukuran ulang yang dipaksakan dengan pengawalan aparatur bersenjata lengkap pada 25 April 2018 mengakibatkan tindak kekerasan serta korban jiwa di masyarakat. Dalam banyak praktek, pengelolaan tanah oleh rakyat secara langsung memberikan dampak sosial-ekonomi yang lebih baik, dibandingkan penguasaan oleh industri pariwisata. BPN dan Bupati Sumba Barat harus bertanggung jawab dan mengembalikan hak pengelolaan tanah kepada masyarakat.

 

Narahubung:

Manajer Kampanye Pangan, Air & Ekosistem Esensial

Eksekutif Nasional WALHI

Wahyu A. Perdana (082112395919)

 

Staff Advokasi Pembelaan Hak Asasi Manusia

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)

Rivanlee A. (081391969119)

 

 

__________________

Catatan:

 

Konflik Agraria Industri pariwisata

Konflik bersumber dari perizinan PT. Sutra Marosi yang bergerak di sektor industri Pariwisata di pesisir pantai Marusi, Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, NTT. Warga menolak keberadaan PT. Sutra Marosi yang tidak memiliki legalitas yang jelas. Sudah 23 tahun tidak beroperasi sejak 1994. Merencanakan membangun hotel, dll. Baru memulai pengukuran pada 2018, Karena itu, warga menolak aktivitas pengukuran  lahan yang dilakukan BPN & PT. Sutra Marosi

Pada tahun 2016 PT Sukses Graha Pertama mengkalim memiliki HGU, dan pada tahun 2017 PT Sutra Marosi mengklaim memiliki lahan seluas 51 hektar, di atas lahan yang telah ditetapkan oleh BPN Sumba Barat sebagai tanah terlantar dan tanah terindikasi terlantar yang tersebar dalam 7 bidang. Sehingga luas tanah yang diklaim oleh 2 perusahaan seluas 200 hektar. Sejak tahun 2016, warga telah menolak kehadiran industri pariwisata.

Sejak tahun 2016 sudah ada penolakan industri pariwisata oleh warga. Berdasarkan keterangan warga luas izin HGU adalah sekitar 200 ha , tersebar dalam 7 bidang. BPN Sumba Barat menyampaikan tanah bidang 1 & 2 tanah terlantar dan tanah bidang 3 s/d 7 terindikasi tanah terlantar.

Kronologi penembakan :

24 April 2018. Bupati Sumba Barat, Dinas Pertanahan Sumba Barat, Kantor ATR/BPN dan Perwakilan PT. Sutera Marosi melakukan mediasi untuk menyelesaikan persoalan antara PT. Sutera Marosi dengan warga desa Patiala, Kecamatan Lamboya, Mediasi di kantor kecamatan Lamboya dipenuhi protes warga karena mempertanyakan legalitas perusahan dan status tanah yang telah dinyatakan terlantar dan terindikasi terlantarkan. Mediasi tidak menghasilkan titik temu.  Pada pertemuan tersebut, Bupati Sumba Barat, Dinas Pertanahan Sumba Barat, Kantor ATR/BPN dan Perwakilan PT. Marosi mengatakan akan tetap melakukan pengukuran.dan akan dikawal oleh aparat keamanan. Upaya memaksakan tetap dilaksanakannya pengukuran ini disampaikan dengan nada intimidatif.

25 April 2018, sekitar pukul 09.00 wita, datang dari Pihak PT.  Sutera Marosi bersama BPN, dikawal ratusan polisi bersenjata, kendaraan anti huru hara, kendaraan taktis penghalau massa, & brimob kurang lebih 60-70 orang, belum termasuk anggota dari Polsek Lamboya dan bantuan TNI.warga melakukan aksi protes terhadap pihak BPN dan PT. Sutra Marosi dengan menanyakan legalitas izin. Serta meminta legalitas tertulis dan menghadirkan pemilik lama perusahan seperti yang dimintakan saat proses mediasi ( 24 April). Masyarakat diusir dan ditembaki dengan gas air mata. Camat, Dinas Pertanahan Sumba Barat, Camat Lamboya dan Kepala Desa Pati Jala Bawa mencoba komunikasi dengan warga. setelah aksi protes mereda, masyarakat menarik diri dari lokasi pengukuran.

sebagian warga menuju ke DPRD menyampaikan aspirsasinya, sebagian tetap berada di sekitar lokasi pengukuran. Sekitar jam 13.30 wita proses pengukuran dilanjutkan lagi oleh pihak BPN & PT dikawal oleh Brimob bersenjata lengkap, menggunakan laras panjang & rompi anti peluru, hingga sekitar jam 16.00 wita. Sepanjang kegiatan pengukuran warga hanya melihat aktivitas pengukuran. Setelah selesai melakukan pengukuran pada bidang 3 dan 4, pengukuran dilanjutkan ke bidang 5;

Dalam melakukan aktivitas pengukuran di bidang 5, warga mengambil foto dan rekaman aktiivtas tersebut; Polisi marah karena warga mengambil foto dan merekam aktivitas tersebut, kemarahan ini dilakukan dengan merampas hp dan melakukan pemukulan; Melihat ada tindak kekerasan Polisi, warga melakukan protes datang ke lokasi, dan seketika Polisi melakukan penembakan. Sekitar pukul 15.00 siang terjadi penembakan, mengakibatkan warga bernama Poroduka, laki-laki, 40 tahun, meninggal tertembak dada & Matiduka, ditembak di kedua kaki; Lebih 10 orang mengalami kekerasan dari aparat Polres Sumba Barat, 1 diantaranya anak SMP. Paska terjadinya penembakan pengukuran tanah masih terus dilanjutkan.

Beberapa kejanggalan dalam Kejadian di Lapangan :

  • Statment Kapolres terkait korban berbeda dengan kesaksian keluarga yang menyaksikan otopsi, dalam keterangan menyebutkan tidak ada proyektil peluru dan bukan luka tembak.
  • Pengamanan berlebihan 131 personil (keterangan Kapolres), belum termasuk Keterlibatan BRIMOB dan pengerahan TNI. BRIMOB yang dikerahkan diduga kuat bukan berasal dari Sumba Barat, mengingat jumlah populasi yang minim, hampir masyarakat mengenali polisi yang bertugas di wilayahnya.
  • Status tanah yang diukur juga menyasar tanah yang belum dilepaskan warga.

 

 

Mei 17, 2018

Usut Pembunuhan Warga Pesisir Marosi; Kembalikan Wilayah Kelola Rakyat

Siaran Pers Bersama […]
Mei 17, 2018

SIARAN PERS BERSAMA Perangi Terorisme dengan Menyeluruh dan Bermartabat

SIARAN PERS BERSAMA […]
Mei 14, 2018

A Moratorium on the Death Penalty Should Be a Priority for The Government of Indonesia

A Moratorium on […]
Mei 14, 2018

Mengecam Keras Serangan Peledakan Bom di Surabaya

Mengecam Keras Serangan […]
Mei 11, 2018

Peristiwa di Rumah Tahanan Mako Brimob; Diperlukan Evaluasi Menyeluruh

Peristiwa di Rumah […]
Mei 8, 2018

Surat Terbuka: Desakan Proses Hukum Terhadap Anggota TNI yang Melakukan Penyiksaan terhadap Warga Oelbinose, TTU, Nusa Tenggara Timur

Surat Terbuka: Desakan […]
Mei 3, 2018

Memperingati 19 tahun Peristiwa Simpang KKA

Memperingati 19 tahun Peristiwa […]
Mei 2, 2018

STOP MENGALIHFUNGSIKAN LAHAN WARGA MENJADI ARENA LATIHAN PERANG

STOP MENGALIHFUNGSIKAN LAHAN […]
Mei 2, 2018

Bangun Kekuatan Politik Alternatif, Wujudkan Indonesia Berkeadilan!

Bangun Kekuatan Politik […]
April 26, 2018

Mendesak Presiden RI Segera Menemukan, Mengumumkan dan Memberikan Hasil Penyelidikan Dokumen TPF Munir

Mendesak Presiden RI […]