Vonis 10 bulan Budi Pego:
Ancaman Serius Terhadap Kerja – Kerja Pembela HAM di Indonesia
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan vonis 10 bulan pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi nomor 559/Pid. B.2017/PN.Byw tertanggal 23 Januari 2018 terhadap pegiat lingkungan, Sdr. Heri Budiawan alias Budi Pego. Pasalnya dalam vonis putusan tersebut, Budi Pego dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 107 huruf a Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
KontraS melihat bahwa penjatuhan vonis 10 bulan oleh Majelis Hakim PN Banyuwangi tersebut sangat terburu – buru dan dipaksakan. Bahkan sejak awal persidangan, Majelis Hakim tidak berusaha menggali lebih jauh fakta – fakta yang dikemukakan oleh para saksi, termasuk adanya kelompok – kelompok yang berseberangan dengan upaya penolakan tambang emas yang dilakukan Budi Pego, yang kemudian melakukan provokasi dengan tujuan untuk memfitnah Budi Pego yakni dengan menyerahkan foto – foto spanduk yang berisikan penolakan terhadap tambang emas dan ada logo palu aritnya terhadap aparat berwajib. Padahal Budi Pego maupun warga Desa Sumberagung lainnya menyebut tidak pernah sekalipun mencantumkan logo palu arit dalam spanduk yang mereka gunakan setiap melakukan aksi penolakan tambang.
Pada bagian pertimbangan hakim. penggunaan pasal atau tuduhan komunisme terhadap Budi Pego adalah cara menggunakan hukum untuk tujuan populis guna mendapat dukungan publik dan menguatkan kepentingan korporasi. Dalam hal ini hukum digunakan jauh dari semangat dan tujuan hukum itu sendiri, tetapi hukum digunakan untuk kepentingan pemilik modal dengan cara melakukan kriminalisasi terhadap para pembela HAM.
Dalam hal ini, seharusnya Majelis Hakim lebih cermat dalam mengadili kasus ini. Terlebih Majelis Hakim dapat pula mempertimbangkan Pasal 66 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang jelas mengatur soal perlindungan bagi aktivis lingkungan dalam melindungi wilayahnya dari kegiatan yang eksploitatif.
Kasus yang menimpa Budi Pego ini mengingatkan kita akan upaya kriminalisasi oleh aparat penegak hukum terhadap mereka yang melakukan advokasi di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Dalam catatan KontraS, sepanjang tahun 2017 telah terjadi sebanyak 30 (tiga puluh) kasus kriminalisasi di sektor lingkungan dan 4 (empat) kasus di sektor kebebasan berekspresi. Adapun tingginya angka kasus kriminalisasi ini tidak terlepas dari program – program yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo yang mengutamakan investasi di sektor SDA, termasuk dengan mempermudah kebijakan investasi. Aktivitas para pejuang HAM, khususnya hak lingkungan yang seringkali memprotes kebijakan Pemerintah dalam melanggengkan investasi yang acapkali tidak memperhatikan dampak bagi masyarakat dan lingkungan tak jarang berakhir dengan pelaporan pidana atau upaya kriminalisasi lainnya. Penjatuhan vonis 10 bulan oleh Majelis Hakim PN Bayuwangi ini hanya semakin menguatkan bahwa upaya kriminalisasi maupun ancaman bagi para pembela HAM masih menjadi ancaman yang serius di Indonesia.
Dengan semangat perlindungan, penghormatan, pemenuhan dan pemajuan terhadap hak asasi manusia di Indonesia, KontraS mendorong agar proses banding terhadap vonis 10 bulan Budi Pego segera dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi 559/Pid. B.2017/PN. Byw guna menguji kembali fakta – fakta di persidangan termasuk mendalami dugaan adanya rekayasa kasus terhadap Budi Pego. Kasus kriminalisasi terhadap Budi Pego ini juga harus menjadi wacana kembali oleh Komisi III DPR RI guna meneruskan pembahasan mengenai revisi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga didalamnya mengatur pasal tentang perlindungan terhadap pembela HAM.
Jakarta, 26 Januari 2018
Badan Pekerja KontraS
Yati Andriyani
Koordinator KontraS