Pemerintah Segera Hentikan Penggusuran Paksa Tanah Masyarakat Tanjung Sari, Luwuk – Banggai, Usut Tuntas Praktek Mafia Tanah
Pernyataan Sikap Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA)
Warga Tanjung Sari, Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah kembali mengalami ancaman penggusuran. Ini adalah kali kedua warga mengalami penggusuran dan tindakan represif, setelah pada pertengahan bulan Mei 2017 lalu, Pengadilan Negeri (PN) Luwuk atas permohonan dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris memutuskan eksekusi penggusuran terhadap rumah-rumah dan pemukiman warga. Akibat kejadian tersebut, 200-an unit rumah warga dan 343 KK yang terdiri dari 1.411 jiwa telah menjadi korban penggusuran sepihak tersebut. Warga yang menjadi korban terpaksa tinggal di puing-puing pemukiman mereka yang sudah rata dengan tanah.
Belum pulih luka tahun lalu, saat warga mulai menata kembali kehidupan mereka yang baru di atas puing-puing rumah mereka yang tergusur, warga kembali menerima ancaman penggusuran melalui surat PN Luwuk tertanggal 17 Januari 2018 memerintahkan kepada warga yang masih menempati pemukiman tersebut untuk segera mengosongkan lokasi yang diklaim sebagai obyek eksekusi.
Kita menyaksikan konflik agraria dan kekerasan terus-menerus terjadi. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, selama tahun 2017 telah terjadi 659 konflik. Naik drastis 50 % dari konflik di tahun 2016 (450 kasus). Sekali lagi, KPA mengingatkan kepada pemerintahan Jokowi-JK, bahwa penyelesaian konflik agraria masih menjadi pekerjaan rumah besar, yang hingga kini belum mendapat tempat di pemerintahan untuk betul-betul dituntaskan secara adil dan beradab. Penggusuran paksa dan perampasan tanah masyarakat masih berlanjut.
Menurut laporan dari Koordinator KPA wilayah Sulteng, Noval Apek Saputra hari ini (24/01) di lapangan ratusan warga menggelar aksi menghadang rencana penggusuran lanjutan, yang akan dikawal oleh PN Luwuk. Di tempat yang sama, puluhan aparat, polisi dan TNI bersenjata lengkap sudah berjaga-jaga untuk mengawal proses penggusuran.
Perlu diketahui, bahwa penggusuran paksa Tanjung Sari dipicu oleh perkara hukum perdata, alias perebutan hak kuasa atas tanah yang telah banyak menempuh prores persidangan. Proses ini juga telah sampai di tingkat Mahkamah Agung. Namun, dari semua keputusan itu, tidak dinyatakan secara tegas perintah eksekusi atas tanah perkara.
Putusan dan perintah pengosongan oleh PN Luwuk pada obyek tanah yang nyata-nyata telah dimiliki secara sah oleh masyarakat, dan dibuktikan dengan sertipikat (SHM) resmi Kementerian ATR/BPN, menunjukkan bahwa putusan dan eksekusi penggusuran ini cacat hukum dan sarat praktek-praktek mafia tanah. Dalam Surat BPN RI Kantor Wilayah Sulteng bernomor 899/72/VI/2017 Perihal Penjelasan Eksekusi Tanah di Kel. Simpong, Kec Luwuk, Kab. Banggai menyatakan bahwa ternyata pelaksanaan eksekusi di lapangan mengalami perluasan dari obyek perkara yang sebenarnya, sehingga menyangkut kepemilikan tanah orang lain yang sudah bersertipikat.
Oleh karena itu, Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) menyatakan sikap dan meminta kepada:
Jakarta, 24 Januari 2018
Hormat Kami
Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA)
1. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
2. Serikat Petani Indonesia (SPI)
3. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
4. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
5. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
6. Sawit Watch (SW)
7. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)
8. Solidaritas Perempuan (SP)
Info lebih lanjut:
Noval Apek Saputra, KPA Wilayah Sulawesi Tengah (082293112585)