Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maromoi, Ternate, Maluku Utara, sebelumnya telah menerima pengaduan dari keluarga korban terkait dengan kasus penyiksaan yang menyebabkan kematian Alm. La Gode (selanjutnya disebut sebagai korban) di Pos Satgas 732 Banua Kep. Taliabu, Maluku Utara pada tanggal 24 Oktober 2017.

Sebelumnya pada tanggal 10 Oktober 2017, Korban tertangkap tangan melakukan tindak pidana pencurian Singkong oleh anggota kepolisian, yang kemudian oleh pihak kepolisian korban dibawa ke Pos Satgas 732/Banua untuk dilakukan proses pembinaan. Pada tanggal 15 Oktober Korban kemudian melarikan diri dari Pos Satgas 732 Banua. Pada tanggal 23 Oktober 2017 Korban bersama dengan salah seorang saksi (LM) kembali ditangkap di Desa Kramat oleh anggota kepolisian dan 2 (dua) orang anggota Satgas, yang kemudiana membawa korban dan saksi ke Pos Satgas 732 Banua. Pada tanggal 24 Oktober sekitar pukul 04.00 Wit Korban dinyatakan meninggal dunia di Pos Satgas 732/ Banua.

Pada tanggal 20 November 2017 pihak keluarga korban dengan didampingi LBH Maromoi dan KontraS telah melaporkan peristiwa penyiksaan yang menyebabkan kematian korban ke Denpom Ternate dengan tanda bukti Laporan Pengaduan No: LP/30/XI/2017, bahwa selain melakukan pelaporan ke Denpom Ternate, pihak keluarga juga melaporkan dugaan Tindak Pidana ke Polda Maluku Utara dengan tanda bukti Laporan No: STPL/40/XI/2017/SPKT dan melaporkan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang ke Propam Polda Maluku Utara dengan tanda bukti laporan No: STPL/29/XI/2017/Yanduan tanggal 22 November 2017 (kronologis terlampir)

Menindaklanjuti laporan tersebut, Denpom Ternate melakukan proses penyidikan kasus tersebut. Pada tanggal 02 – 03 Desember 2017 Penyidik telah melakukan proses pemeriksaan terhadap 8 (delapan) orang warga untuk dimintai keterangan sebagai sebagai saksi dalam kasus ini. Berkenaan dengan pemeriksaan saksi – saksi oleh pihak Denpom kami menyoal beberapa hal berikut:

Pertama, keberatan para saksi untuk memberi keterangan tanpa didampingi Kuasa Hukum tidak menjadi pertimbangan Penyidik. Penyidik tetap memaksakan proses pemeriksaan terhadap para saksi untuk dimintai keterangan tanpa didampingi oleh Kuasa Hukum. Meskipun dalam KUHAP tidak diatur secara khusus pendampingan Kuasa Hukum terhadap saksi tetapi dalam kasus ini harusnya keberatan dan permintaan dipenuhi dengan pertimbangan yang cukup relevan :

  • Keamanan dan kenyamanan para saksi dan keluarga korban sangat penting untuk menghindari adanya tekanan psikologis, intimidasi, ketakutan dan kekhawatiran bagi saksi dan keluarga korban dalam memberikan keterangan,
  • Saksi – saksi berada di wilayah kepulaun yang jauh dari akses hukum, informasi, komunikasi dan transportasi, c) Kematian korban terjadi pada saat korban, ada dibawah penguasaan Pos Satgas 732 Banua (TNI);
  • Telah terjadi upaya-upaya daripihak Satgas untuk menekan keluarga korban tidak melanjutkan kasus ini melalui sejumlah tawaran uang sejumlah 1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu rupiah) juga pemberian beras dan makanan. Selain itu ada mobilisasi tanda tangan surat pernyataan warga sebagaimana akan dijelaskan dibawah

Kedua, kami mengkhawatirkan proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Penyidik Denpom Ternate tidak dilakukan secara mendalam khususnya terkait dengan rangkaian peristiwa penyiksaan yang menyebabkan kematian korban. Proses penyelidikan dan penyidikan jangan hanya semata-mata karena perintah atasan dan sekedar mengejar target waktu secepat mungkin sehingga ahirnya keberatan saksi untuk didampingi Kuasa Hukum tidak dipertimbangkan. Ketergesaan ini juga terlihat dari proses pemeriksaan terhadap saksi yang dilakukan secara Maraton. Informasi yang kami terima pemeriksaan terhadap 8 (delapan) orang saksi yang dilakukan oleh 3 orang penyidik dari Denpom Ternate dilakukan sejak pukul 08.00 WIT (02/12) sampai pukul 01.00 WIT dini hari (03/12);

Ketiga, kami menyayangkan pernyataan Juru Bicara Kodam XVI Pattimura yang menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan belum menemukan indikasi keterlibatan anggota TNI. Dalam hal ini pemeriksaan belum selesai dan proses pemeriksaan saksi – saksi tidak mempertimbangan permohonan saksi untuk didampingi Kuasa Hukum saat pemeriksaan.

Keempat, terkait dengan pernyataan juru bicara  Kodam XVI Pattimura mengenai saksi kunci, KontraS, LBH Maromoi bersama keluarga korban dan LPSK tengah menyiapkan proses pemdampingan terhadap sejumlah saksi lainnya, termasuk saksi kunci. Oleh karenanya Penyidik dapat segera mengkordinasikan proses pemeriksaan berikutnya dengan LPSK yang telah memberikan perlindungan kepada saksi dan keluarga korban.

Kelima, berkenaan dengan point – point tersebut diatas, kami meminta Penyidik baik penyidik Denpom Ternate dan Penyidik Polda Maluku Utara agar proses penyidikan kasus ini

jangan hanya terfokus pada peristiwa kematian korban pada tanggal 24 Oktober 2017 di dalam Pos Satgas 732 Banua, melainkan proses penyelidikan dan penyidikan ini harus mengungkap seluruh peristiwa sejak terjadinya penangkapan terhadap korban pada tanggal 10 Oktober 2017 hingga tanggal 10 November 2017 (paska peristiwa), dimana pada rangkaian peristiwa tersebut terdapat banyak peristiwa yang dapat menjadi petunjuk untuk membantu proses penyidikan, diantaranya;

  • Bahwa pasaca korban tertangkap tangan, pihak kepolisian tidak melakukan proses penahanan terhadap korban, melainkan pihak kepolisian justru menyerahkan korban ke pihak TNI dalam hal ini Satgas 732/Banua yang jelas – jelas dalam peraturan perundang – undangan tidak TNI memiliki kewenangan dalam proses penegakan hukum untuk kasus masyarakat sipil yang tersangkut tindak pidana kriminal, juga  terkait dengan proses penahanannya;
  • Bahwa baik pihak TNI maupun pihak Kepolisian tidak menjelaskan kepada pihak keluarga korban dan korban terkait status korban yang dititipkan di Pos Satgas 732 Banua, mengingat korban berada dalam otoritas 2 (dua) institusi tersebut hingga akhirnya korban meninggal dunia;
  • Bahwa berdasarkan keterangan saksi kunci telah terjadi praktik – praktik penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Satgas 732 Banua terhadap korban selama korban berada dalam penguasaan pihak Satgas yakni sejak tertangkapnya korban bersama dengan saksi pada tanggal 23 – 24 Oktober 2017;
  • Bahwa pihak TNI juga tidak menampik pasca kematian korban mendatangi pihak keluarga korban untuk memberikan tawaran sejumlah uang sebesar 1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu rupiah) selama sembilan bulan. Hal ini menjadi pertanyaan jika memang benar – benar pihak TNI tidak terlibat dalam kematian korban, kenapa pihak TNI secara sukarela memberikan uang santunan bahkan pemeberian tersebut akan dilakukan hingga rentang waktu selama 9 (sembilan) bulan;
  • Bahwa pasca kematian korban beberapa anggota TNI melakukan upaya dengan cara meminta tanda tangan kepada warga sebagai bentuk dukungan keberadaan Satgas 732 Banua di Desa Lede, Kepulauan Taliabu, Maluku Utara. Hal ini juga harus dijelaskan mengingat dukungan melalui permintaan tanda tangan terhadap warga dilakukan beberapa hari pasca meninggalnya korban meninggal. Isi surat ini tidak menjelaskan bahwa anggota TNI dan Polri tidak terlibat atas penyiksaan dan kematian korban, justru surat ini menegaskan korban meninggal saat berada di Pos Satgas. Dan disebutkan bahwa tindakan menyebabkan kematian terhadap korban adalah bentuk pelanggaran hukum dan HAM.

Berdasarkan pemaparan kami diatas kami mendesak ;

  1. Penyidik Denpom Ternate untuk tidak terburu – buru menyimpulkan hasil penyidikan dan menindaklanjuti sejumlah petunjuk dan catatan yang kami sampaikan diatas. Panglima TNI harus memastikan penyidikan kasus ini dilakukan secara akuntabel, profesional dan transparan.
  2. Kapolri untuk melakukan proses penyelidikan baik dugaan tindak pidana maupun dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Pospol Lede yang menyerahakan korban ke Pos Satgas 732 Baua untuk dilakukan proses penahanan dan Pembinaan.
  3. Penyidik untuk melakukan proses outopsi terhadap korban, guna memastikan terkait dengan penyebab kematian korban, dan mendesak pihak penyidik untuk melibatkan salah satu dokter yang mewakili pihak keluarga untuk terlibat dalam proses outopsi tersebut, hal ini penting dilakukan agar proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak penyidik transparan dan akuntabel;
  4. Lembaga – lembaga pengawas eksternal seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Kompolnas, untuk melakukan proses pengawasan sebagaimana tugas dan fungsinya, terkait dengan dugaan praktik – praktik penyiksaan terhadap La Gode, kami juga ingin mengingatkan bahwa lembaga – lembaga tersebut telah memiliki MoU dengan Kementrian Hukum dan HAM terkait dengan Mekanisme Pencegahan Praktik – Praktik Penyiksaan di Indonesia.
  5. Komisi I DPR yang bermitra dengan pihak TNI dan Komisi III DPR yang bermitra dengan pihak POLRI untuk terlibat secara aktif dalam proses pengawasan terhadap ke dua institusi tersebut mengingat bahwa dalam catatan KontraS terkait dengan praktik – praktik penyiksaan ke dua institus tersebut masih terjadi praktik – praktik penyiksaan, dan khusus terkait dengan Kasus kematian La Gode kami meminta Komisi I dan Komisi III juga terlibat proses pengawasan dan pemantauan dalam kasus tersebut  agar proses penyelidikan dan penyidikannya dilakukan secara transparan dan akuntabel

 

Jakarta, 6 Desember 2017
Badan Pekerja KontraS

 

 

Yati Andriyani
Koordinator KontraS

Narahubung :
Arif Nurfikri (KontraS)
Sanusi (LBH Maromoi)

Desember 6, 2017

Perkembangan Kasus Penyiksaan La Gode; TNI DAN POLRI Harus Transparan dan Akuntabel Dalam Proses Penyidikan dan Pengungkapan Kasus Penyiksaan La Gode

Komisi Untuk Orang […]
Desember 5, 2017

Surat Terbuka Bebaskan 15 Orang Kelompok Masyarakat Yang Bersolidaritas Menolak Penggusuran Kulon Progo dan Hentikan Tindakan Provokatif Oleh Pihak Kepolisian Polres Kulon Progo

Komisi Untuk Orang […]
Desember 5, 2017

Penanganan Wabah Difteri Harus Belajar dari Kasus Vaksin Palsu

Komisi untuk Orang […]
November 27, 2017

KTT ASEAN Gagal Menjawab Krisis Rohingya: Pemerintah Indonesia Harus Menjadi Pionir Dalam Mendorong Akuntabilitas HAM dalam Krisis Rohingya

Komisi untuk Orang […]
November 14, 2017

Mendesak Kapolres Mimika Melakukan Proses Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang Melakukan Tindakan Kekerasan Terhadap Jurnalis

Komisi Untuk Orang […]
November 13, 2017

19 Tahun Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Semanggi I: Presiden Harus Penuhi Janji Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Berkeadilan

Memperingati 19 tahun […]
November 12, 2017

Menyikapi Pergantian Panglima TNI dan Agenda Reformasi Sektor Keamanan

Panglima TN Jenderal […]
November 11, 2017

Pernyataan sikap KontraS Terkait Situasi di Mimika, Papua

Berkaitan dengan krisis […]
Oktober 25, 2017

Tiga Tahun Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi-JK: Kembalikan pada Prinsip Dan Tujuan Pokok Agenda Reforma Agraria Sejati

Setelah kado pahit […]
Oktober 24, 2017

Pengesahan Perppu Ormas: Fakta Ancaman Demokrasi oleh Negara

Pengesahan Perarutan Pemerintah […]