Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan Polres Mimika terhadap salah seorang jurnalis Okezone.com, a.n Saldi Hermanto (yang selanjutnya disebut sebagai korban). Adapun peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu, 11 November 2017, sekitar pukul 22.50 WIT di Pos Terpadu Jalan Budi Utomo – Jalan Kartini, Sempan, Timika, Papua.

Diketahui bahwa tindakan kekerasan ini dilakukan oleh sekitar 6-8 orang anggota Sabhara Polres Mimika terhadap korban. Dari informasi yang kami dapatkan, peristiwa bermula ketika korban menuliskan kritik tersebut di media sosial milik korban terkait dengan aksi kericuhan yang terjadi pada Sabtu, 11 November 2017 di Pasar Malam yang berlokasi di Lapangan Timika. Atas kritikan tersebut, beberapa anggota Sabhara Polres Mimika merasa tersinggung. Kemudian, mereka mencari korban di tempat biasa korban berkumpul bersama rekan – rekan jurnalis lainnya, yakni di sebuah warung depan Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Mimika. Setelah mendapati korban, beberapa anggota dari satuan Sabara dan Brimob tersebut kemudian membawa korban ke dalam Pos Terpadu dan langsung melakukan pemukulan terhadap korban  yang mengakibatkan korban mengalami luka – luka pada bagian wajah dan rusuk kanannya.

Terhadap peristiwa diatas, kami mengingatkan bahwa aksi – aksi kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh sejumlah anggota kepolisian bukanlah kali pertama terjadi. Dalam catatan KontraS, setidaknya sepanjang Januari – Oktober 2017 telah terjadi aksi kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian, dengan total 104 tindakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak anggota kepolisian yang belum taat aturan yang ada sehingga cara – cara kekerasan dan tindakan – tindakan brutalitas masih dijadikan alat penyelesaian suatu masalah. Hal ini juga ditambah dengan tidak adanya penghukuman yang berat yang dapat memberikan efek jera oleh atasannya terhadap anggota – anggota kepolisian yang terbukti melakukan tindakan kekerasan dan penyiksaan. Lebih dari itu, kami juga menilai bahwa masih terdapat ancaman terhadap kebebasan untuk mendapatkan informasi di lapangan terhadap para jurnalis dalam melakukan kerja – kerja jurnalistik, padahal Undang – Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menjamin tentang perlindungan kerja – kerja jurnalistik.

Berdasarkan informasi diatas, kami menilai bahwa tindakan – tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota TNI terhadap korban telah melanggar sejumlah peraturan perundang – undangan sehingga proses penyelesaian secara kekeluargaan bukanlah solusi dari penyelesaian peristiwa kekerasan diatas. Lebih lanjut, penyelesaian tersebut juga tidak memberikan jaminan bahwa keberulangan tindakan – tindakan kekerasan dan perilaku brutalitas yang dilakukan oleh aktor keamanan terhadap profesi jurnalis tidak akan terjadi lagi, sehingga kami menilai bahwa proses hukum harus terus dikedepankan berdasarkan pelanggaran terhadap peraturan perundang – undangan yang ada, yang antara lain berupa tindakan penganiayaan berkaitan dengan pasal 351 KUHP, pasal 33 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Oleh karena itu, demi terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan bagi korban tanpa adanya diskriminasi hukum, serta menjadikan persoalan ini mendapat perhatian khusus oleh kepolisian, kami mendesak Kapolres Mimika untuk:

PertamaMemerintahkan jajarannya melakukan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam terkait kasus kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota Sabhara dan Brimob Polres Mimika. Jika diketahui bahwa terdapat kesalahan yang dilakukan oleh anggota Sabhara dan Brimob Polres Mimika tersebut, maka Kapolri harus memastikan adanya penindakan terhadap para pelaku secara akuntabel, transparan dan profesional, guna memberikan efek jera dan jaminan ketidak berulangan. Kami juga mendesak agar proses hukum dapat dilakukan secara pidana, tidak hanya berhenti hingga di mekanisme internal (kode etik) saja;

Kedua, Melakukan evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap setiap perilaku anggotanya di lapangan, serta memastikan setiap anggota kepolisian dalam menjalankan tugasnya tetap memegang prinsip – prinsip hak asasi manusia. Hal ini mengingat terkait dengan situasi di Timika saat ini, maka dengan banyaknya jumlah anggota kepolisian seharusnya dapat memberikan dampak rasa aman bagi masyarakat, bukan dengan memberikan dampak ketakutan akibat tindakan – tindakan kekerasan aparat kepolisian di lapangan.

November 14, 2017

Mendesak Kapolres Mimika Melakukan Proses Hukum Terhadap Anggota Kepolisian Yang Melakukan Tindakan Kekerasan Terhadap Jurnalis

Komisi Untuk Orang […]
November 13, 2017

19 Tahun Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Semanggi I: Presiden Harus Penuhi Janji Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Berkeadilan

Memperingati 19 tahun […]
November 12, 2017

Menyikapi Pergantian Panglima TNI dan Agenda Reformasi Sektor Keamanan

Panglima TN Jenderal […]
November 11, 2017

Pernyataan sikap KontraS Terkait Situasi di Mimika, Papua

Berkaitan dengan krisis […]
Oktober 25, 2017

Tiga Tahun Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi-JK: Kembalikan pada Prinsip Dan Tujuan Pokok Agenda Reforma Agraria Sejati

Setelah kado pahit […]
Oktober 24, 2017

Pengesahan Perppu Ormas: Fakta Ancaman Demokrasi oleh Negara

Pengesahan Perarutan Pemerintah […]
Oktober 24, 2017

Satu Tahun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKRA): Pengungkapan Kebenaran atas Peristiwa Pelanggaran HAM di Aceh sebagai Upaya Memperkuat Perdamaian

Satu Tahun Komisi […]
Oktober 19, 2017

3 Tahun Jokowi-Jk Jalankan Amanat Reformasi

3 Tahun Jokowi-Jk […]
Oktober 13, 2017

Presiden Harus Ambil Langkah Tegas dalam Penyelesaian Perkara Novel Baswedan

Presiden Harus Ambil […]
Oktober 10, 2017

Politik Hukuman Mati Pemerintah Indonesia: Wajah Pengkerdilan Penegakan Hukum Dibilaki Politik Ketegasan

Politik Hukuman Mati […]