Alen Baikole dan Samuel Gebe, dua orang Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa divonis bersalah atas kasus pembunuhan berencana dengan hukuman 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio pada tanggal 15 September 2023. Putusan tersebut tertuang pada Putusan Nomor 27/Pid.B/2023/PN Sos atas nama terdakwa Alen Baikole serta Putusan Nomor 28/Pid.B/2023/PN Sos atas nama terdakwa Samuel Gebe. Vonis tersebut lebih tinggi dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu 18 tahun penjara (ultra petita). Namun dibalik putusan tersebut, terdapat berbagai kejanggalan yang terjadi, baik dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polres Halmahera Timur, proses penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, maupun dalam proses pengadilan oleh Majelis Hakim.

Melihat kejanggalan tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memutuskan untuk membentuk tim untuk melakukan pengumpulan data serta investigasi ke Maluku Utara, terkhusus di daerah Halmahera Timur. Untuk mencari kebenaran atas peristiwa yang terjadi kepada Alen Baikole dan Samuel Gebe,  Kami menggunakan metode wawancara dan observasi dengan sejumlah pihak yang memiliki keterkaitan atas peristiwa tersebut, baik pendamping hukum, keluarga korban, korban tindak kekerasan aparat Polres Halmahera Timur, serta pihak kepolisian. Lokus observasi dan wawancara kami yaitu di Ternate, Halmahera Timur, dan Halmahera Tengah. Dalam melakukan penggalian data ini, kami cukup kesulitan untuk mencari beberapa foto/video terkait beberapa informasi karena minimnya dokumentasi yang dilakukan oleh Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa.

Selama proses penangkapan hingga penetapan tersangka, Alen Baikole dan Samuel Gebe tidak mendapatkan akses terhadap pengacara untuk mendampingi mereka, terkhusus dalam pemeriksaan di Penyidikan. Setelah penetapan tersangka, mereka baru mendapatkan akses terhadap pengacara, yang didampingi oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi, serta Pandecta yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Adat Tobelo Dalam. Saat pendamping hukum mengajukan Praperadilan atas dugaan mal prosedur terhadap proses penangkapan terhadap Alen Baikole dan Samuel Gebe, namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio dalam putusannya menolak gugatan praperadilan tersebut.

Berdasarkan hasil temuan kami, terdapat berbagai kejanggalan selama proses penyelidikan hingga putusan terhadap Alen Baikole dan Samuel Gebe.  Pertama, Alen Baikole tidak ada di lokasi pada saat peristiwa pembunuhan kepada Talib Muid. Kedua, adanya dugaan tindak kekerasan selama proses penangkapan. Ketiga, adanya putusan yang janggal oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio, antara lain adanya pertimbangan yang tidak berdasarkan kepada fakta peristiwa serta barang bukti yang tidak sesuai dengan apa yang digunakan oleh Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa. 

Selain kejanggalan terhadap proses peradilan terhadap Alen Baikole dan Samuel Gebe, kami juga menemukan kejanggalan yang serupa terhadap dua rentetan peristiwa yang terjadi kepada Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa, antara lain terjadi terhadap Bokum dan Nuhu pada tahun 2013-2015 serta kepada Hambiki, Hago, Rinto, Toduba, Awo, serta Saptu pada tahun 2020-2023.  Pada kasus Bokum dan Nuhu, kami menemukan beberapa kejanggalan.  Pertama, adanya dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh Polres Halmahera Tengah kepada Bokum dan Nuhu, terkhusus untuk mendapatkan pengakuan bahwa pelaku pembunuhan benar dilakukan oleh mereka.  Kedua, Bokum dan Nuhu tidak mendapatkan penerjemah yang berkompeten dan memiliki wawasan yang cukup tentang bahasa Tobelo pada saat proses persidangan. Ketiga, cara pembunuhan kepada korban yang tewas dan dituduhkan ke Bokum dan Nohu sangat bertolak belakang terhadap cara Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa melakukan pembunuhan dalam keadaan yang khusus.  Kejanggalan tersebut juga kami temukan pada kriminalisasi kepada enam orang Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa pada tahun 2020-2023. Pertama, adanya penyiksaan dan intimidasi menggunakan senjata api oleh aparat Polres Halmahera Timur yang dilakukan kepada enam orang tersebut. Kedua, tidak disediakannya akses juru bahasa kepada keenam masyarakat adat yang beberapa diantaranya tidak mahir berbahasa indonesia. ketiga, adanya dugaan pengesampingan keterangan dari saksi yang meringankan yang dilakukan oleh Majelis Hakim.

Berdasarkan tiga rentetan peristiwa kriminalisasi kepada sepuluh Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa tersebut, kami menganalisis pola pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM yang terjadi. Pola pelanggaran hukum tersebut antara lain adanya dugaan penuntutan ilegal (malicious prosecution) dan dugaan penjatuhan hukuman kepada orang yang tidak bersalah (wrongful conviction),  serta pelanggaran HAM yang meliputi peradilan yang tidak adil (unfair trial) karena tindak penyiksaan serta penangkapan sewenang-wenang, penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force) oleh aparat kepolisian, hingga terjadinya diskriminasi hukum kepada Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa.

Adanya pola yang telah dianalisis atas tindak kriminalisasi serta kekerasan terhadap masyarakat adat tersebut, kami menyimpulkan bahwa telah terjadi dugaan pelanggaran HAM dengan merujuk pada UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM sehingga tiga peristiwa tersebut harus ditetapkan sebagai Pelanggaran HAM.

 

KontraS

Klik disini untuk melihat laporan selengkanya

November 8, 2023

Laporan Investigasi “Tindak Kriminalisasi dan Kekerasan terhadap Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah”

Alen Baikole dan […]
November 6, 2023

Ditolaknya Izin Pelaksanaan Pertemuan Tahunan Ijtima Majlis Ansharullah JAI di Boyolali Merupakan Bentuk Kesewenang-Wenangan Negara

Sumber foto: detikcom […]
November 6, 2023

Catatan Kritis : Calon Panglima TNI Pilihan Jokowi Mewarisi Setumpuk Masalah

Berdasarkan informasi yang […]
Oktober 28, 2023

Gaza, Geranat, dan Genosida Seruan Solidaritas Okupasi Palestina

Foto/dokumentasi : antaranews.com […]
Oktober 27, 2023

Ketidakadilan Putusan Terhadap Trio Pakel, Wujud Matinya Keadilan di Indonesia

Kamis, 26 Oktober […]
Oktober 27, 2023

Desakan untuk Kementerian Luar Negeri dalam Menegakkan Kepatuhan Resolusi PBB terkait Dugaan Pengadaan Senjata dan Amunisi dari PT. Pindad, PT. PAL, and PT. Dirgantara Indonesia ke Militer Junta

Kamis, 26 Oktober […]
Oktober 27, 2023

Klaim Sepihak Tanah Warga oleh TNI AU Kembali Terjadi, Warga Rumpin Datangi Kantor Staf Presiden dan Komnas HAM

Perwakilan warga Rumpin, […]
Oktober 24, 2023

Desakan untuk Komisi I dan VI DPR dalam melakukan hak angket terkait dugaan Pengadaan Senjata dan Amunisi dari PT. Pindad, PT. PAL, and PT. Dirgantara Indonesia ke Militer Junta

Jakarta, 24 Oktober […]
Oktober 20, 2023

Komisi Yudisial Harus Selektif Agar Mahkamah Agung Dapat Hadirkan Keadilan Substantif!

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 20, 2023

Peluncuran Laporan 4 Tahun Pemerintahan Jokowi: Melenceng Jauh dari Koridor Konstitusi dan Demokrasi

Bertepatan dengan empat […]