Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melakukan pemantauan terhadap kualitas dan kompetensi para calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia di Mahkamah Agung, mulai dari background check hingga menghadiri agenda wawancara terbuka yang digelar oleh Komisi Yudisial pada tanggal 19 Oktober 2023. Wawancara terbuka ini merupakan proses panjang dari penerimaan seleksi kedua setelah sebelumnya Komisi Yudisial telah gagal menghadirkan calon Hakim ad hoc HAM yang kompeten dan berintegritas untuk diloloskan oleh Komisi III DPR RI pada April 2023 lalu. Wawancara ini dilangsungkan di Auditorium Komisi Yudisial secara terbuka dan dapat diikuti oleh masyarakat sipil baik secara langsung maupun melalui anal YouTube Komisi Yudisial guna menguji kompetensi serta kualitas para calon hakim, khususnya untuk menggali beberapa aspek diantaranya mulai dari aspek negarawan, visi dan misi, komitmen para calon, integritas, pengetahuan hukum dan peradilan, serta kompetensi calon, sebelum para calon mengikuti tahapan uji kelayakan atau fit and proper test bersama dengan Komisi III DPR RI. 

Wawancara terbuka seleksi hakim ad hoc HAM tingkat kasasi ini diikuti oleh lima calon yang telah bersaing dengan 25 pendaftar lainnya yaitu: Adriano (Advokat), Banelaus Naipospos (Advokat), Judhariksawan (Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanudin), Manotar Tampubolon (Dosen Universitas Kristen Indonesia), dan Nugraha Pranadita (Dosen Universitas Langlangbuana Bandung). Setidaknya, kelima calon ini memiliki latar belakang yang cukup melegakan bagi publik, mengingat pada seleksi hakim ad hoc HAM sebelumnya mayoritas calon hanyalah job seeker yang memiliki pengetahuan yang minim terkait hak asasi manusia dan bahkan terdapat calon yang memiliki latar belakang Polisi. Meski demikian, minimnya pengetahuan beberapa calon Hakim terhadap konsep dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia khususnya diskursus hukum HAM Internasional serta hukum acara Pengadilan Hak Asasi Manusia masih menjadi isu yang krusial dalam pemilihan calon Hakim ad hoc HAM kali ini. Beberapa calon hakim juga masih belum mengetahui kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat yang sudah ditetapkan oleh Komnas HAM termasuk kasus Pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Papua.

Hal tersebut cukup disesalkan karena jika nanti terpilih para calon akan langsung bertugas untuk memeriksa dan mengadili kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai yang notabene terjadi di Tanah Papua. Oleh karena itu pemahaman dan kepedulian akan isu HAM di Tanah Papua merupakan hal yang penting dimiliki para calon. Selain itu, karena Pengadilan HAM merupakan pengadilan yang menggunakan mekanisme hukum acara Indonesia namun bersifat khusus maka pemahaman mendasar tentang hukum acara pidana dan mekanisme Pengadilan HAM tentu merupakan suatu keharusan, sayangnya beberapa calon belum memiliki kapasitas mendalam mengenai hal tersebut.

Apabila merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, perkara pelanggaran HAM di tingkat kasasi dilakukan oleh majelis hakim yang berjumlah 5 (lima) orang terdiri atas 2 (dua) orang Hakim Agung dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc yang diangkat oleh Presiden atas usulan DPR. Untuk itu, dalam waktu dekat, calon Hakim Agung Ad Hoc HAM yang terpilih dari wawancara terbuka ini diproyeksikan untuk mengisi kebutuhan formasi 3 (tiga) orang Hakim Agung Ad Hoc HAM untuk mengadili perkara pelanggaran HAM berat di Paniai di tingkat kasasi, yang terdakwa nya telah divonis bebas pada bulan Desember 2022. Sehingga dalam hal ini, KontraS mendesak Komisi Yudisial agar memilih Hakim Ad Hoc yang dapat menjawab kebutuhan keadilan dan pengungkapan kebenaran yang selama ini gagal dilakukan oleh tiga Pengadilan HAM yang telah berjalan (Tanjung Priok, Timor Timur, Abepura)

Pengadilan HAM Paniai merupakan Pengadilan HAM pertama dalam 18 tahun setelah terakhir Pengadilan HAM Abepura yang dilangsungkan pada tahun 2004 untuk peristiwa yang terjadi di Tanah Papua. Terpilihnya Hakim Ad Hoc HAM dengan pengetahuan minim dan latar belakang yang bermasalah tersebut tentunya akan membuat proses persidangan yang nantinya berjalan jauh dari harapan korban. Korban yang telah menunggu selama kurang lebih 9 tahun sejak kasusnya pertama kali terjadi patut mendapatkan proses peradilan yang transparan serta akuntabel dan dipimpin oleh juris yang kompeten. Memilih calon Hakim Ad Hoc HAM secara serampangan sama saja mengkhianati harapan dari korban.

Berdasarkan hal tersebut kami mendesak Komisi Yudisial agar:

Pertama, tidak meloloskan calon hakim ad hoc HAM yang memiliki pengetahuan minim terhadap mekanisme Pengadilan HAM serta HAM secara keseluruhan

Kedua, mempertimbangkan untuk kembali melakukan proses rekrutmen hakim ad hoc Hak Asasi Manusia untuk mencari kandidat hakim ad hoc Hak Asasi Manusia yang kredibel jika para calon yang ada dianggap tidak memenuhi kriteria.

 

Jakarta, 19 Oktober 2023
Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya, S.H
Koordinator

 

Narahubung: 082175794518

Oktober 20, 2023

Komisi Yudisial Harus Selektif Agar Mahkamah Agung Dapat Hadirkan Keadilan Substantif!

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 20, 2023

Peluncuran Laporan 4 Tahun Pemerintahan Jokowi: Melenceng Jauh dari Koridor Konstitusi dan Demokrasi

Bertepatan dengan empat […]
Oktober 19, 2023

Tolak Buka Kontrak Pengadaan Gas Air Mata: Polri Tidak Patuh Terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik

Polri menolak membuka […]
Oktober 17, 2023

Dugaan Suplai Ilegal Senjata dan Amunisi oleh Presiden, Kementerian Pertahanan, Kementerian BUMN, melalui 3 BUMN ke Myanmar: Ombudsman Harus Usut Potensi Maladministrasi Yang Berdampak pada Pelanggaran HAM Berat terhadap Etnis Muslim Rohingya

KOALISI MASYARAKAT SIPIL […]
Oktober 17, 2023

Tafsir Serampangan, Inkonsistensi Logika, dan Konflik Kepentingan Mahkamah Konstitusi Dalam Putusan No.90/PUU-XXI/2023

Pernyataan Sikap Perludem, […]
Oktober 16, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Ahli Bahasa Sebut Tindakan Fatia dan Haris Merupakan Penyampaian Informasi, Bukan Pencemaran Nama Baik

Jakarta, 16 Oktober […]
Oktober 15, 2023

Temuan Awal Peristiwa Kekerasan dan Pelanggaran HAM: Krisis Keadilan dan Kemanusiaan di Bangkal-Seruyan

Sebagai respon dan […]
Oktober 10, 2023

Tok! Alasan Pertimbangan mengenai Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Terduga Pelaku Kejahatan Kemanusiaan Timor Leste (Eurico Guterres) Harus Diungkap

Pada Selasa, 10 […]
Oktober 10, 2023

Pejuang Masyarakat Adat Meninggal Dunia di Seruyan, Kalimantan Tengah: Usut secara Profesional dan Hukum Berat Aparat yang Terlibat!

Koalisi Masyarakat Sipil […]
Oktober 10, 2023

Laporan Hari Anti Hukuman Mati 2023: Jalan Terjal Penghapusan Hukuman Mati

Bertepatan dengan Hari […]