Catatan KontraS Terhadap Kinerja POLRI
Hari Bhayangkara POLRI ke-71
Tergerusnya Profesionalisme, Independensi, dan Akuntabilitas Korps Bhayangkara
Wajah Polri yang profesional, independen dan akuntabel masih terus dinantikan publik. Oleh karenanya, sebagai bagian dari partisipasi publik, dan didasari untuk tujuan perbaikan institusi Polri, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali memberikan catatan akuntabilitas Kepolisian di hari Bhayangkara Polri ke-71, yang jatuh pada 01 Juni 2017.
Catatan akuntabilitas ini memberikan catatan kritis dan konstruktif terhadap tugas dan fungsi pokok (Tupoksi) Polri sebagaimana di atur oleh UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, khususnya berkaitan dengan Tugpoksi Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13).
Berdasarkan pemantauan dan advokasi yang dilakukan KontraS, pada periode tahun ini, Juni 2016-Mei 2017 Polri masih harus terus bekerja keras untuk menjadi institusi yang profesional, independen dan akuntabel dalam menjalakan Tugpoksinya. Catatan pemantauan dan advokasi KontraS pada periode Juni 2016-Mei 2017 menemukan Polri masih kental dengan pendekatan dan penggunaan kekerasan. Secara statistik, hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah peristiwa dan tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian, dimana telah terjadi 790 (tujuh ratus sembilan puluh) peristiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 20% dari periode sebelumnya yakni pada tahun lalu 2015-2016[1] yang berjumlah 649 (enam ratus empat puluh sembilan) peristiwa. Dari total 790 (tujuh ratus sembilan puluh) peristiwa yang KontraS dokumentasikan, setidaknya menyebabkan 1096 (seribu sembilan puluh enam) orang mengakami luka-luka, 268 (dua ratus enam puluh delapan) orang meninggal dunia, 2255 (dua ribu dua ratus lima puluh lima) orang ditahan dan 95 (sembilan puluh lima) mengalami tindakan lainnya.
Dokumentasi KontraS
Selain itu sebaran peristiwa kekerasa yang terkait dengan aparat kepolisian yang tertinggi terjadi di wilayah Jawa Timur (didominasi peristiwa eksekusi di tempat terhadap para terduga pelaku–pelaku kriminal) dengan jumlah 88 (delapan puluh delapan) peristiwa, diikuti Sumatra Utara (didominasi peristiwa penyiksaan, penganiyaan dan tindakan tidak manusiawi), Sulawesi Selatan (didominasi peristiwa konflik sengketa lahan) dan Papua (didominasi dalam beberapa isu seperti kebebasan berpendapat, perlindungan masyarakat adat, dan kasus Freepot). Papua juga menjadi Propinsi dengan jumlah penangkapan tertinggi, KontraS mencatat setidaknya terjadi penangkapan dan penahanan sewenang–wenang hingga mencapai 1623 (seribu enam ratus dua puluh tiga) orang pada tahun ini.
Dokumentasi KontraS
Selain data – data diatas, KontraS juga masih menemukan beberapa persoalan-persoalan yang masih berulang terjadi dari tahun ke tahun dan tidak menunjukan perubahan signifikan, juga beberapa peristiwa politik dan kasus-kasus aktual yang dapat menjadi baromoter dalam mengukur profesionalisme, independensi dan akuntabilitas Polri, diantaranya:
Berdasarkan catatan diatas, situasi yang dihadapi institusi Polri akan sangat menantang, Pilkada DKI Jakarta memberi banyak evaluasi dan catatan, ke depan Pilkada serentak pada tahun 2018 dan Pemilu 2019 akan menjadi tantangan berikutnya bagi Polri ke depan. Namun demikian, fokus Polri tidak hanya untuk event-event dan narasi politik besar yang terjadi, tetapi juga Polri harus banyak berbenah dalam penguatan kapasitas dan profesionalitas dan independensi anggota kepolisian di lapangan yang sehari-hari berhadapan dengan tuntutan dan harapan masyarakat akan keadilan, perlindungan keamanan karena kepercayaan publik akan sangat bertumpu pada seberapa jauh akuntabilitas dan profesionalitas, independensi dan akuntabilitas Polri bisa diwujudkan dari hulu ke hilir.
Oleh karenanya di hari Bhayangkara ke-71 KontraS merekomendasikan:
Jakarta, 01 Juni 2017
Badan Pekerja KontraS
Yati Andriyani, S.HI.
Koordinator KontraS