Negara Harus Koreksi Operasi Penangkapan dan Pembunuhan Siyono
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolri untuk menindak anggota Densus 88 yang melakukan pelanggaran prosedural hingga diduga kuat telah terjadi penyiksaan yang menewaskan Alm. Siyono, warga Klaten. Peristiwa ini bermula pada Selasa, 8 Maret 2016, dimana satuan khusus anti teror Polri, yaitu Detasemen Khusus (Densus) 88, menangkap Siyono di dekat kediamannya. Selanjutnya pada Kamis, 10 Maret 2016, Densus 88 menggeledah rumah Siyono yang juga merupakan TK Amanah Ummah di Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah. Esok harinya pada Jumat, 11 Maret 2016, dikabarkan Siyono meninggal dunia dan keluarganya diminta untuk mengurus jenazahnya.
Terkait hal diatas, KontraS melakukan pemantauan terhadap operasi yang dilakukan Densus 88 di Klaten Jawa Tengah, dengan memperhatikan satandar aturan dibidang hukum Pidana, hukum HAM dan hukum prosedur khusus penanganan terorisme. Dari pemantauan ini kami mendapati sejumlah catatan sebagai berikut,
Pertama, dalam operasi tersebut Densus 88 telah menangkap dua orang berinisal AP dan NS pada 29 Desember 2015. Mereka berdua ditangkap di depan showroom mobil milik NS dan dibawa ke Polsek Laweyan, Solo. Namun setelah kedua orang itu ditangkap tidak ada proses penyidikan yang dilakukan terhadap mereka. Saat itu tidak ada bantuan hukum yang diberikan kepada mereka berdua. Polisi juga tidak melakukan proses pembuatan Berita Acara Penyidikan (BAP) terhadap mereka berdua dan segera melepaskan mereka sore harinya. Sebelum dilepaskan mereka berdua diminta menandatangani berkas yang menyatakan mereka berstatus sebagai tersangka. Setelah dilepaskan pun mereka masih mendapat intimidasi dari anggota polisi dengan cara diikuti beberapa kali oleh beberapa orang bersenjata.
Tidak dilakukannya proses BAP menunjukkan bahwa penangkapan yang dilakukan memang tidak berguna bagi kepentingan penyelidikan atau penyidikan. Padahal menurut KUHAP operasi penangkapan harus dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan serta harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Peristiwa di atas menunjukkan bahwa operasi penangkapan Densus 88 kadang tidak berdasarkan informasi yang kuat dan tidak dilakukan berdasarkan kebutuhan penyelidikan atau penyidikan yang diperhitungkan dengan baik.
Kedua, Berdasarkan preseden pelanggaran prosedur tersebut kami mengumpulkan fakta terkait operasi Densus 88 terkait penangkapan Alm. Siyono dan menemukan temuan-temuan menarik, yakni sebagai berikut:
Terkait temuan diatas, KontraS berpendapat bahwa:
Berdasarkan fakta dan ketentuan di atas, KontraS mendesak Kapolri untuk:
Pertama, Pemerintah Indonesia, lewat Mabes Polri, bersama Ombudsmen RI dan Komnas HAM, untuk segera melakukan tindakan hukum, secara bersamaan saling melengkapi antara mekanisme hukum pidana maupun etik, atas serangkaian dugaan mal administrasi dan penyiksaan yang menyebabkan kematian Siyono;
Kedua, Polri harus mengevaluasi dan memperbaiki cara kerja dan kualitas operasi Densus 88 dalam mematuhi prosedur penyidikan yang sah secara hukum;
Ketiga, Polri harus memastikan segala upaya intimidasi terhadap keluarga-keluarga korban tidak terjadi dan menjamin kebebasan keluarga korban untuk menuntut atau mencari keadilan terkait dengan segala penderitaan dan kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam operasi Polri;
Jakarta, 26 Maret 2016
Badan Pekerja KontraS,
Haris Azhar, SH, MA
Koordinator