Menolak Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Strategis Provinsi dan Centre Point of Indonesia di Makassar

Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait rencana Tata Ruang kawasan Strategis provinsi, Kawasan Terpadu Pusat Bisnis, Sosial, Budaya, Pariwisata dan Centre Point of Indonesia (Pusat Bisnis Terpadu Indonesia/COI), karna akan merugikan hak warga Makassar dan berdampak pada rusaknya lingkungan, penggusuran paksa serta hilangnya hak atas pekerjaan bagi nelayan dan warga pesisir.

Proyek reklamasi COI yang dilaksanakan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dan Ciputra Surya TBK seluas 157 ha, dimana setelah pekerjaan reklamasi dan bangunan selesai lahan seluas 57 ha (Wisma Negara) akan di serahkan kepada pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Ciputra akan menguasai lahan seluas 100 Ha yang diperuntukkan untuk kawasan bisnis, perhotelan, dan pemukiman mewah

Luas Rencana Struktur Ruang pada KSP COI yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki luas 625,35 Ha di zona kawasan inti dan 840,75 Ha di kawasan penyanggah sebagian besar direncanakan di dalam areal reklamasi yang belum memiliki aspek legal, seperti belum adanya perda zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil.

Dalam konteks perencanaan pembangunan, kami juga tidak melihat adanya azas kehati-hatian (early warning) yang dikedepankan oleh pemerintah. Produk Perda RTRW termasuk Rencana tata Ruang Kawasan Strategis provinsi merupakan produk hukum yang akan dijadikan landasan dalam pembangunan wilayah. Namun sejumlah fakta yang kami temukan justru bertolak belakang dengan kebutuhan wilayah itu sendiri, antara lain;

  1. Bahwa berdasarkan laporan hasil penelitian mahasiswa kelautan Unhas (MSDC) yang di publikasi media massa, menyatakan bahwa  60% terumbu karang di wilayah pesisir kota makassar telah rusak. Alokasi ruang reklamasi yang nantinya akan dilaksanakan dalam sebuah proyek besar reklamasi akan menambah parah presentasi kerusakan terumbu karang, dan semakin mengesampingkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.
  2. Bahwa nelayan diwilayah kecamatan Mariso telah mengalami kesulitan dalam mencari ikan disekitar perairan Makassar, serta alur transportasi perahu juga semakin menyempit seiring pelaksanaan proyek reklamasi CPI berjalan, yang mana akan berdampak langsung terhadap perlindungan serta penghormatan hak atas pekerjaan bagi nelayan pesisir Makassar.
  3. Alokasi kawasan reklamasi dipesisir Makassar selain akan menimbulkan daya rusak pada terumbu karang, ekosistem perairan pesisir seperti tanaman bakau yang masih banyak terdapat di wilayah kecamatan Mariso, Tallo, Biringkanayya dan Tamalanrea diprediksi akan hilang. Reklamasi Energy centre pada pesisir Tallo akan merusak lingkungan pesisir dan daerah aliran sungai Tallo. Disisi lain tanaman lamun sebagai bagian dari ekosistem pesisir juga akan hilang. Reklamasi yang dilakukan secara luas akan menghilangkan biota laut alami. Proyek reklamasi dibeberapa tempat seperti reklamasi pantai Boulevard Manado, pulau Serangan, Sanur Bali dan reklamasi pesisir Jakarta bisa menjadi rujukan dampak buruk reklamasi bagi lingkungan dan masyarakat.
  4. Alokasi ruang reklamasi yang begitu besar dalam perda RTRW juga tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan pesisir (carrying capacity).  Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Alokasi ruang reklamasi di dalam Ranperda RTR KSP COI dapat dikatakan pengabaian terhadap kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan masyarakat yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidupnya. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup seharusnya dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kota Makassar. Daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan keterkaitan antar daerah.
  5. Reklamasi untuk ruang terbuka hijau (RTH) tidak akan mengembalikan fungsi ekosistem laut. Proyek reklamasi  justeru akan menghilangkan habitat alami tanaman bakau yang masih banyak terdapat di wilayah pesisir kecamatan Mariso, Tallo, Biringkanayya dan Tamalanrea. Hutan bakau memiliki arti penting bagi nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tak hanya menyelamatkan kehidupan mereka dari ancaman abrasi pesisir pantai, kawasan bakau juga memberi kontribusi ekonomi bagi mereka. Ikan, udang, kepiting, dan organisme lainnya menempatkan kawasan bakau sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan (feeding ground). Reklamasi akan berdampak pada hancurnya fisik perairan pantai, ekosistem pesisir, dan sumber-sumber penghidupan sosial-ekonomi masyarakat. Reklamasi akan memberikan potensi dampak lingkungan yang massif terhadap pulau-pulau kecil yang berada dalam wilayah kota Makassar.
  6. Dalam konteks payung hukum reklamasi, kegiatan reklamasi di wilayah pesisir haruslah di atur dalam regulasi di level propivinsi dalam bentuk perda zonasi wilayah pesisir, dan perizinan kegiatan reklamasi haruslah mendapatkan izin dari kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana di atur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2013 tentang pedoman perizinan reklamasi dan Permen Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai. Selain itu, wilayah pesisir kota Makassar juga merupakan Kawasan Strategis Nasional sebagaimana di atur dalam RTRWN, sehingga pembangunan maupun pengembangan kota diwilayah pesisir Makassar seharusnya mendapatkan alas legal dari kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  7. Awalnya, Pemprov Sulsel menyatakan bahwa Proyek CPI dibiayai dengan sistem cost sharing APBD Sulsel dengan APBN. Anggaran dari APBD Sulsel akan dianggarkan tiap tahun, sama dengab APBN dengan sistem multiyears. Namun hingga kini, proyek CPI terkesan memberatkan APBD Sulsel yang telah menggelontorkan Rp.224M untuk proyek CPI. Sementara dana APBN hanya berasal dari dana pinjaman PIP sebesar Rp.164 M yang bersumber dari dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk membiayai proyek CPI. Namun dana PIP tersebut merupakan dana pinjaman daerah pada pemerintah pusat yang dianggap sebagai hutang. Jadi Pemprov Sulsel berhutang 164M ke pemerintah pusat.

Saat ini, perlindungan dan pemulihan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjamin keberlanjutan kehidupan social ekonomi masyararakat hendaknya lebih diutamakan dalam penyusunan rencana tata ruang kota Makassar. Penegakan hukum juga harus berjalan tanpa pandang bulu terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup dan pelanggaran pemamfaatan ruang.

Oleh karna itu, kami Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) menyatakan sikap;

  1. Mendukung Moratorium Reklamasi Pesisir sebagai langkah awal untuk upaya pemenuhan hak-hak masyakarat, khususnya masyarakat pesisir.
  2. Mendorong audit lingkungan dan perizinan di wilayah pesisir guna memastikan upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakata terkait lingkungan hidup yang baik dan sehat
  3. Menghentikan pemberian izin pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil sebelum ada peraturan zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan
  4. Mendesak upaya penegakan hukum lingkungan hidup, tata ruang serta kelautan dan perikanan terhadap aktifitas reklamasi yang sedang berjalan
  5. Mendorong upaya pemulihan lingkungan pesisir dan pulau-pulai kecil lainnya di Makassar.
  6. Menolak Ranperda RTR KSP Kawasan terpadu Pusat Bisnis Sosial Budaya dan Pariwisata Centre Point Of Indonesia (Pusat Bisnis Terpadu Indonesia)

 

 

Makassar, 6 Januari 2016

 

Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar

(WALHI Sulsel, ACC, LBH Makassar, FIK Ornop, Blue Forest, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, FMN, LAPAR, KONTRAS, AMAN Sulsel, JURnaL Celebes, SJPM)

 

 

Lampiran:

Pandangan dan Sikap Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar (ASP) Terhadap Ranperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Kawasan Terpadu Pusat Bisnis Sosial Budaya Pariwisata dan Centre Point Of Indonesia (Pusat Bisnis Terpadu Indonesia)

#MakassarTolakReklamasi

Reklamasi atau penimbunan laut terjadi dipesisir Makassar mulai gencar dilakukan sejak tahun 2003 hingga tahun 2010. Kasus penimbunan pesisir Mariso, Pembangunan hotel  di belakang Polair dan pesisir Mariso, penimbunan pesisir Buloa, dan terakhir reklamasi pantai oleh pihak GMTDC dan CPI. Pemkot Makassar juga membuat master plan rencana reklamasi kawasan strategis bisnis global terpadu Makassar yang memasukkan rencana pembangunan Centre Point of Indonesia atau COI/CPI di dalam-nya. Proyek CPI merupakan sebuah proyek yang digawangi oleh pemerintah provinsi Sulawesi Selatan hingga kini banyak menuai masalah.   Walaupun belum ada perda zonasi wilayah pesisir, proyek reklamasi CPI terus berjalan.

Proyek reklamasi COI yang dilaksanakan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dan Ciputra Surya TBK seluas 157 ha, dimana setelah pekerjaan reklamasi dan bangunan selesai lahan seluas 57 ha (Wisma Negara) akan di serahkan kepada pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Ciputra akan menguasai lahan seluas 100 Ha yang diperuntukkan untuk kawasan bisnis, perhotelan, dan pemukiman mewah.

Di awal tahun 2015, kegiatan illegal reklamasi atau penimbunan laut yang dilakukan pengembang di hentikan oleh pansus RTRW dan Pemkot Makassar. Penghentian ini sifatnya hanya sementara, menunggu kepastian alokasi ruang reklamasi yang akan dibahas oleh pansus Ranperda RTRW Makassar 2015-2035. Masyarakat sipil dan akademisi telah memberikan pandangan terkait reklamasi pesisir Makassar dalam rapat dengar pendapat pansus DPRD Kota Makassar. Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar menolak secara tegas alokasi ruang reklamasi, komersialisasi pesisir Makassar untuk kepentingan pengembangan kota yang nyatanya lebih diarahkan pada kepentingan privatisasi ruang public untuk tujuan-tujuan komersil, bisnis dan ekonomi semata.

Luas Rencana Struktur Ruang pada KSP COI yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki luas 625,35 Ha di zona kawasan inti dan 840,75 Ha di kawasan penyanggah sebagian besar direncanakan di dalam areal reklamasi yang belum memiliki aspek legal, seperti belum adanya perda zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil.

Dalam konteks perencanaan pembangunan hendaknya azas kehati-hatian, early warning, haruslah dikedepankan. Produk Perda RTRW termasuk Rencana tata Ruang Kawasan Strategis provinsi merupakan produk hukum yang akan dijadikan landasan dalam pembangunan wilayah.

Reklamasi Pesisir Makasar sangat berpotensi Merusak Lingkungan secara masif

  1. Fakta berdasarkan laporan hasil penelitian mahasiswa kelautan Unhas (MSDC) yang di publikasi media massa, menyatakan bahwa  60% terumbu karang di wilayah pesisir kota makassar telah rusak. Alokasi ruang reklamasi yang nantinya akan dilaksanakan dalam sebuah proyek besar reklamasi akan menambah parah presentasi kerusakan terumbu karang.
  2. Fakta bahwa kadar air laut di sekitar daerah reklamasi pantai Losari telah tercemar. Oleh sebab itu maka pelaksanaan reklamasi saat ini akan memperparah kondisi air laut sekitar daerah reklamasi.
  3. Fakta bahwa hingga saat ini jumlah pencari kerang di daerah Mariso dan sekitarnya sudah sulit dijumpai lagi. Selain karena kerusakan daerah pesisir, aktifitas reklamasi CPI juga telah menghilangkan daerah penghidupan para pencari kerang.
  4. Fakta bahwa terdapat sekitar 3000an kapal dan perahu nelayan yang akan terancam dengan kegiatan reklamasi
  5. Fakta bahwa nelayan diwilayah kecamatan Mariso telah mengalami kesulitan dalam mencari ikan disekitar perairan Makassar, serta alur transportasi perahu juga semakin menyempit seiring pelaksanaan proyek reklamasi CPI berjalan.
  6. Alokasi kawasan reklamasi dipesisir Makassar selain akan menimbulkan daya rusak pada terumbu karang, ekosistem perairan pesisir seperti tanaman bakau yang masih banyak terdapat di wilayah kecamatan Mariso, Tallo, Biringkanayya dan Tamalanrea diprediksi akan hilang. Reklamasi Energy centre pada pesisir Tallo akan merusak lingkungan pesisir dan daerah aliran sungai Tallo. Disisi lain tanaman lamun sebagai bagian dari ekosistem pesisir juga akan hilang. Reklamasi yang dilakukan secara luas akan menghilangkan biota laut alami. Proyek reklamasi dibeberapa tempat seperti reklamasi pantai Boulevard Manado, pulau Serangan, Sanur Bali dan reklamasi pesisir Jakarta bisa menjadi rujukan dampak buruk reklamasi bagi lingkungan dan masyarakat.
  7. Alokasi ruang reklamasi yang begitu besar dalam perda RTRW seharusnya juga mempertimbangkan daya dukung lingkungan pesisir (carrying capacity).  Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Alokasi ruang reklamasi di dalam Ranperda RTRW 2015-2035 dapat dikatakan pengabaian terhadap kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan masyarakat yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidupnya. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup seharusnya dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kota Makassar. Daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan keterkaitan antar daerah.
  8. Alokasi ruang reklamasi dalam perda RTRW Makassar seluas kurang lebih 4000 ha dalam pelaksanaannya akan merubah bentang alam wilayah pesisir Makassar. Lebih jauh hal ini akan memicu perubahan pola arus laut (oceanografi). Perubahan pola arus laut akan berpengaruh pada wilayah-wilayah dimana reklamasi atau penimbunan dilakukan. Perubahan pola arus laut akan memicu abrasi terhadap pulau-pulau yang terdapat di perairan kota Makassar. Kerentanan pesisir kabupaten Gowa, Takalar dan  Maros akibat reklamasi 4000 ha di pesisir Makassar akan meningkat. Hilangnya keanekaragaman hayati di perairan Makassar akan berkonstribusi meningkatkan efek global warming.  Bahwa terumbu karang merupakan salah satu penyerap emisi karbon yang cukup baik.
  9. Dalam pelaksanaan proyek reklamasi, ancaman-ancaman terhadap lingkungan akan semakin meluas. Pelaksanaan reklamasi akan mebutuhkan sumber material yang berasal dari daratan. Untuk mereklamasi lahan seluas 4000an Ha tentu saja membutuhkan ber ton-ton material timbunan, baik itu tanah urug maupun batu gajah. Pengambilan material di suatu wilayah tentunya akan memberikan dampak ekologis dan social pula terhadap wilayah tersebut.
  10. Reklamasi untuk ruang terbuka hijau (RTH) tidak akan mengembalikan fungsi ekosistem laut. Proyek reklamasi seluas 4000 ha justeru akan menghilangkan habitat alami tanaman bakau yang masih banyak terdapat di wilayah pesisir kecamatan Tallo, Biringkanayya dan Tamalanrea. Hutan bakau memiliki arti penting bagi nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tak hanya menyelamatkan kehidupan mereka dari ancaman abrasi pesisir pantai, kawasan bakau juga memberi kontribusi ekonomi bagi mereka. Ikan, udang, kepiting, dan organisme lainnya menempatkan kawasan bakau sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan (feeding ground). Reklamasi akan berdampak pada hancurnya fisik perairan pantai, ekosistem pesisir, dan sumber-sumber penghidupan sosial-ekonomi masyarakat. Reklamasi akan memberikan potensi dampak lingkungan yang massif terhadap pulau-pulau kecil yang berada dalam wilayah kota Makassar.
  11. Dalam konteks pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction), alokasi ruang kawasan reklamasi dalam perda RTRW justeru akan meningkatkan resiko bencana bagi kota Makassar. Saat ini kerentanan wilayah pesisir dapat ditunjukkan dengan semakin berkurangnya daerah tutupan bakau diwilayah pesisir, kerusakan terumbu karang serta kadar air laut yang terpapar limbah. Penimbunan laut dengan material tanah akan menambah deretan kerentanan baru bagi pesisir. Semakin tinggi tingkat kerentanan suatu wilayah maka akan semakin tinggi pula wilayah tersebut terpapar ancaman yang mengancam. Dalam hal ini ancaman wilayah pesisir adalah banjir rob, banjir genangan dan angina puting beliung. Kerentanan ini akan mengancam asset kehidupan, masyarakat,  property dan infrastruktur terbangun, aktivitas social, budaya dan politik, serta lingkungan. Kerentanan Makassar terhadap bencana banjir bisa dilihat dari jumlah kejadian bencana setiap tahunnya. Terdapat 2 jenis banjir yang mengancam yakni banjir rob dan banjir genangan. Beberapa wilayah yang potensial dan sering dilanda banjir rob yakni Tamalate, Mariso dan Tamalanrea sedangkan wilayah-wilayah yang sering terpapar banjir genangan adalah kecamatan Mariso, Ujung Tanah, Wajo, Tallo, Biringkanayya dan Tamalanrea. Risiko bencana terhadap wilayah pesisir yang memiliki kerentanan terhadap banjir rob dan genangan akan meningkat seiring dilakukannya penimbunan laut (reklamasi). Wilayah tersebut adalah kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah dan Tamalnarea.. Reklamasi akan menghilangkan atau menutupi daerah resapan air di wilayah Tamalate sampai DAS Je’neberang, serta mengakibatkan kenaikan permukaan air laut. Akibat penimbunan, akan terjadi kenaikan muka air laut. Daerah yang dahulunya adalah “kolam” akan hilang dan berganti dengan daratan. Hal ini secara langsung akan berakibat pada meningkatnya risiko wilayah pesisir yang terkena banjir rob. Disisi lain, akibat peninggian muka air laut karena reklamasi, maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati. Area persawahan yang berada dipesisir mudah tergerus sehingga tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam.
  12. Dalam konteks payung hukum reklamasi, kegiatan reklamasi di wilayah pesisir haruslah di atur dalam regulasi di level propivinsi dalam bentuk perda zonasi wilayah pesisir, dan perizinan kegiatan reklamasi haruslah mendapatkan izin dari kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana di atur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2013 tentang pedoman perizinan reklamasi dan Permen Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai. Selain itu, wilayah pesisir kota Makassar juga merupakan Kawasan Strategis Nasional sebagaimana di atur dalam RTRWN, sehingga pembangunan maupun pengembangan kota diwilayah pesisir Makassar seharusnya mendapatkan alas legal dari kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Aspek Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah

  1. Proyek CPI dikerjakan sejak tahun 2009, dengan 157 hektar lahan yang dibutuhkan, akan dibangun pusat bisnis, hotel, perkantoran, hiburan modern, dan lapangan golf, busway, monorel, helipad, Wisma Negara, dan seterusnya.
  2. Sejak 2009, anggaran yang telah dikeluarkan dari APBD Sulsel untuk membiayai Proyek CPI berjumlah Rp.224.000.000.000 (dua ratus dua puluh empat miliar rupiah). anggaran tersebut merupakan “keroyokan” dari 3 dinas terkait:
  • Dinas Bina Marga Rp. 51.550.000.000
  • Dinas Tarkim Sulsel Rp.54.201.297.000
  • Dinas PSDA Sulsel Rp.32.772.263.000
  1. Proyek ini diklaim tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2008-2013 (Perda No 12 Tahun 2008), namun nyatanya tidak pernah tertuang dalam RPJMD Sulsel Tahun 2008-2013.
  2. Kerjasama dengan Pihak Ketiga untuk menggarap proyek CPI, yakni PT. Yasmin Bumi Asri telah melanggar peraturan kerena tidak melalui persetujuan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam UU Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa setiap pengambilan kebijakan yang bersentuhan dengan kepentingan seluruh masyarakat di daerah tersebut harus melibatkan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Tidak melibatkan DPRD Sulsel hanya menegaskan jika proyek CPI hanya proyek ambisius Gubernur Sulsel, serta sama halnya dengan tidak menghargai aspirasi rakyat Sulsel.
  3. Termasuk kerja sama dengan bentuk joint operation (JO) antara PT Yasmin Bumi Asri dengan PT Ciputra Surya Tbk yang terkesan sebagai keputusan sepihak dari Pemprov Sulsel tanpa melibatkan DPRD Sulsel.
  4. Dalam perjanjian kerjasama antara Pemprov Sulsel dengan investor, investor mereklamasi lahan seluas 157 hektare. Setelah itu, investor berhak mengelola lahan seluas 102 hektare untuk keperluan komersial dan pembangunan kawasan bisnis terpadu. Sisa lahan 52 ha akan dikelola Pemprov Sulsel. Inin saama dengan menjual tanah negara untuk investor.
  5. Awalnya, Pemprov Sulsel menyatakan bahwa Proyek CPI dibiayai dengan sistem cost sharing APBD Sulsel dengan APBN. Anggaran dari APBD Sulsel akan dianggarkan tiap tahun, sama dengab APBN dengan sistem multiyears. Namun hingga kini, proyek CPI terkesan memberatkan APBD Sulsel yang telah menggelontorkan Rp.224M untuk proyek CPI. Sementara dana APBN hanya berasal dari dana pinjaman PIP sebesar Rp.164 M yang bersumber dari dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk membiayai proyek CPI. Namun dana PIP tersebut merupakan dana pinjaman daerah pada pemerintah pusat yang dianggap sebagai hutang. Jadi Pemprov Sulsel berhutang 164M ke pemerintah pusat.
  6. Ada dana Rp 19 miliar dari Dana Perimbangan Infrastruktur Daerah (DPID) APBN 2011 yang diperuntukan bagi pembangunan dan perbaikan jalan di Propinsi Sulsel, namun anggaran itu dibelokkan untuk membiayai proyek CPI.
  7. Pelaksanaan pembangunan CPI mendahului alas hokum-nya karena hanya berpatokan pada Pepres Mamminasata, sebelum adanya peraturan daerah Perda RTRW Kota Makassar, Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Sehingga proyek CPI melanggar hukum.

Saat ini, perlindungan dan pemulihan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjamin keberlanjutan kehidupan social ekonomi masyararakat hendaknya lebih diutamakan dalam penyusunan rencana tata ruang kota Makassar. Penegakan hukum juga harus berjalan tanpa pandang bulu terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup dan pelanggaran pemamfaatan ruang.

Januari 8, 2016

Menolak Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Strategis Provinsi dan Centre Point of Indonesia di Makassar

Menolak Rancangan Peraturan […]
Januari 8, 2016

Menagih Janji Proses Pidana Terhadap Para Pelaku Pembakaran Hutan & Asap

Menagih Janji Proses […]
Januari 7, 2016

Penangkapan Sewenang-Wenang dan Deportasi kepada Pembela Hak Asasi Manusia di Malaysia

Penangkapan Sewenang-Wenang dan […]
Desember 30, 2015

Pembiaran atas Penangkapan dan Penghilangan Paksa Pencari Suaka Asal Uni Emirat Arab: Indonesia Telah Melanggar Hukum Internasional

Pembiaran atas Penangkapan […]
Desember 26, 2015

Catatan KontraS atas Situasi HAM sepanjang 2015 di Indonesia

Catatan KontraS atas […]
Desember 18, 2015

Usut Tuntas Kematian Marianus Oki Di Dalam Sel Tahanan Pospol Banat Manamas, Ttu, Nusa Tenggara Timur

Usut Tuntas Kematian […]
Desember 11, 2015

Penangkapan Badan Pekerja KontraS pada Peringatan Hari HAM Sedunia 10 Desember 2015

Penangkapan Badan Pekerja […]
Desember 10, 2015

Kebebasan Makin Terancam di Indonesia

Kebebasan Makin Terancam […]
Desember 4, 2015

Penolakan Tambang Banyuwangi: Polisi Harus Bertanggung Jawab Atas Peristiwa Kekerasan Dan Penembakan Warga Penolak Tambang

Penolakan Tambang Banyuwangi: […]
Desember 4, 2015

Kronologi Peristiwa Penembakan Aparat Kepolisian Brimob Polres Banyuwangi Terhadap Warga Sumber Agung

Kronologi Peristiwa Penembakan […]