Jakarta, 21 Agustus 2023 – Proses persidangan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar kini telah memasuki tahap pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Tahapan pemeriksaan terdakwa dilangsungkan sebelum berakhirnya pemeriksaan saksi dan ahli sebetulnya sangat janggal. Akan tetapi, Fatia dan Haris tetap bersedia menjalani proses pemeriksaan terdakwa ini sesuai keputusan majelis hakim.

Dalam sidang kali ini, Haris Azhar diperiksa terlebih dulu sesuai dengan urutan nomor register perkara. Pada proses pemeriksaan, Jaksa menggali informasi mengenai waktu diketahuinya riset tersebut, subjek yang menginisiasi kajian cepat, pemberi judul, kontributor, metodologi penelitian, sumber data, dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses pemeriksaan selama ini. Jaksa juga mengkonfirmasi keterangan saksi-saksi yang dihadirkan sebelumnya seperti keterangan Agus Dwi Prasetyo. 

Proses pemeriksaan terdakwa Haris Azhar menunjukan bahwa Jaksa bertele-tele dan mengulang pertanyaan. Salah satu poin yang selalu dikejar Jaksa yakni maksud pemberian judul ‘Lord Luhut’ pada podcast di akun Haris Azhar Channel. Jaksa hanya terpaku pada judul ‘Lord Luhut’ yang mereka anggap tidak sesuai dengan hasil kajian cepat dan diseminasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil. Padahal, kajian cepat dan podcast tentu saja tak bisa disamakan begitu saja. Kajian cepat merupakan produk ilmiah/akademik, sedangkan podcast hanya berisikan dialog yang sifatnya santai serta tidak baku. 

Salah satu poin penting dalam persidangan ini juga berkaitan dengan giringan Jaksa bahwa Haris mendulang keuntungan dari AdSense Youtube. Akan tetapi berdasarkan keterangan Haris Azhar, keuntungan yang didapatkan jumlahnya sangat sedikit. Justru dalam keseluruhan produksi, tim Haris Azhar malah mengalami kerugian karena mengeluarkan ekstra biaya. Akan tetapi hal tersebut tidak masalah, sebab podcast memang dimaksudkan betul-betul untuk menyuarakan isu kemanusiaan.

Kami menyoroti berbagai pertanyaan yang diajukan oleh JPU yang kami anggap sangat konyol seperti halnya apakah terdakwa menanyakan surat tugas sebelum podcast dilangsungkan. Adapun beberapa pertanyaan juga tidak berkaitan dengan perkara ini seperti halnya JPU menanyakan hadirnya Fatia dan Haris pada podcast Rem Blong Luhut Pandjaitan | Bocor Alus Politik bersama Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang diselenggarakan Tempo. Bahkan JPU mengancam akan melakukan penyitaan terhadap video podcast Tempo tersebut. Hal ini jelas salah satu upaya menakut-nakuti masyarakat yang aktif menyampaikan pendapat. Selain itu, pernyataan ini jelas mengangkangi prinsip kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 tentang Pers. 

Hal lainnya mengungkap bahwa bukan hanya Luhut Binsar Pandjaitan saja yang merasa keberatan atas hasil riset dan podcast. Melainkan pejabat lain yang disebutkan namanya dalam kajian cepat menyampaikan keberatan dan meminta klarifikasi. Haris Azhar pun meladeni semua keberatan tersebut. Lebih lanjut, tidak ada satupun orang selain Luhut yang disebutkan dalam riset tersebut menyampaikan somasi dan melakukan laporan polisi. 

Haris Azhar dalam keterangannya pun menyampaikan bahwa motif mengangkat tema pertambangan di Intan Jaya, sebab hal ini merupakan advokasi lanjutan pada tahun 2020, saat ia menjadi ketua tim investigasi penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani. Saat itu, diketahui bahwa terdapat rentetan kekerasan yang terus terjadi di Papua. Selain itu, temuan umum menunjukan bahwa industri pertambangan emas makin marak. Tak sampai disitu, industri pertambangan berimplikasi pada meningkatnya eskalasi kekerasan di Papua dan terus membuat korban berjatuhan, bukan hanya dari Orang Asli Papua (OAP) melainkan dari TNI-Polri. Hal ini yang harus diungkap apapun resikonya. 

Dalam sidang ini kami juga menegaskan bahwa Haris dan Fatia telah ditetapkan sebagai Pembela HAM oleh Komnas HAM sehingga Hakim harus mempertimbangkan hal tersebut. Selain itu, Haris kembali membantah tuduhan Luhut yang menyebut ia meminta saham pertambangan PT Freeport. Padahal sudah jelas diungkap bahwa permintaan saham tersebut merupakan salah satu langkah advokasi dalam kapasitasnya mendampingi masyarakat adat Amungme. Bahkan, pasca kasus pelaporan Luhut ini, dukungan dari masyarakat Papua, tokoh gereja, dan masyarakat adat terus mengalir. Begitupun berbagai kasus pelanggaran HAM serta kerusakan lingkungan di Papua terus mencuat dan menjadi diskursus publik. 

Lebih jauh, kami membantah adanya keonaran sebagai akibat dari dipublikasinya podcast ini. Sebab, tidak ada satupun kerusuhan fisik yang muncul di lapangan berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Bahkan, komentar yang bernada positif serta mendoakan keberlanjutan advokasi yang dilakukan oleh Haris Azhar juga jumlahnya tidak sedikit. 

JPU terlihat sekali ingin mengarahkan bahwa kajian cepat belum absolut kebenarannya sehingga terdapat ruang perbaikan yang harus dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Haris Azhar menjawab bahwa platform youtube telah menyediakan mekanisme komplain. Akan tetapi sampai sekarang tak ada satupun yang menggunakan mekanisme tersebut. Begitupun prosedur keberatan yang dapat ditempuh di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jika memang riset tersebut diragukan kebenarannya, pun sampai saat ini tidak ada satu riset yang juga membantah temuan yang tercantum dalam kajian cepat. 

Dalam sidang ini, Haris Azhar menolak untuk mengakui kesalahan yang diperbuat sesuai dakwaan JPU. Haris Azhar tetap bersikukuh bahwa hal-hal yang disampaikan di dalam podcast merupakan bagian dari kebebasan berekspresi serta didukung oleh fakta-data yang ada. Karena keterbatasan waktu, Fatia yang seharusnya menyampaikan keterangan sebagai terdakwa, harus ditunda ke minggu selanjutnya. 

Nurkholis Hidayat menyatakan “Haris Azhar dalam persidangan tidak minta maaf dan menyesal atas perbuatan ini. Sebab semuanya disampaikan berdasar data dan fakta di lapangan.“ 

“Keterangan yang disampaikan di persidangan menunjukan Itikad baik Haris Azhar atas problematika kemanusiaan di Papua yang memakan banyak korban dan menimbulkan pengungsi internal. Podcast Haris Azhar hanya merupakan salah satu cara agar negara menindak lanjuti pelanggaran HAM tersebut. Sehingga, tidak ada niat jahat sedikitpun. Selanjutnya tidak pernah ada bantahan riset dari pihak-pihak yang berkeberatan untuk menjawab data di koalisi masyarakat sipil. Pemeriksaan ini juga menegaskan bahwa semua yang dilakukan oleh Fatia dan Haris bertujuan untuk kepentingan publik.” Ujar Arif Maulana, Tim Advokasi untuk Demokrasi. 

Narahubung:

 

Nurkholis (Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Arif Maulana (Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Agustus 22, 2023

Sidang Pemeriksaan Terdakwa dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Haris Azhar Jawab Seluruh Dakwaan dan Gambarkan Buruknya Situasi Kemanusiaan di Papua

Jakarta, 21 Agustus […]
Agustus 16, 2023

Respon Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2023: Penegakan HAM Masih Belum Menjadi Agenda Utama.

Sesuai dengan kebiasaan […]
Agustus 16, 2023

Revisi UU Peradilan Militer sudah Mendesak: Menkopolhukam Harus Segera Lakukan Inisiatif atas Usulan Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

Jakarta, 16 Agustus […]
Agustus 15, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Jaksa Kembali Gagal Menghadirkan Ahli dan Menjebak Fatia-Haris untuk Menjadi Saksi di Perkara Satu Sama Lain

Jakarta, 14 Agustus […]
Agustus 10, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Poin Keterangan Ahli Tidak Signifikan Membuat Terang Perkara dan Ungkap Fakta Bahwa Penempatan Militer di Papua Ilegal

Jakarta, 31 Juli […]
Agustus 8, 2023

Perkembangan Penanganan Peristiwa Kanjuruhan Jalan di Tempat, Justru Renovasi Stadion Kanjuruhan Malang Jadi Prioritas Pemerintah Pusat

Tim Advokasi Tragedi […]
Agustus 8, 2023

10 Catatan KontraS atas Masifnya Fenomena Kekerasan, Kriminalisasi dan Pembungkaman

Komisi untuk Orang […]
Agustus 7, 2023

Pemerintah Harus Segera Merevisi UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer Untuk Mengakhiri Kultur Impunitas dan Ketidakadilan

Koalisi Masyarakat Sipil […]
Agustus 1, 2023

Diskusi dan Bedah Buku “Mencintai Munir” karya Suciwati

Pada Jumat, 21 […]
Agustus 1, 2023

Diskusi Publik Mempertanyakan Jaminan Perlindungan Terhadap Kerja-Kerja Pembela HAM

Pada Kamis, 20 […]