Setiap tanggal 17 Juli masyarakat internasional memperingati “Hari Keadilan Internasional.” Momen 17 Juli dipilih, karena pada 25 tahun yang lalu tanggal tersebut bertepatan dengan momentum pengesahan Statuta Roma (Rome Statute of the International Criminal Court), sebuah perjanjian internasional yang mendirikan ICC atau Mahkamah Pidana Internasional dan memberikan ICC kewenangan untuk mengadili empat kejahatan yakni Genosida, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang dan Agresi.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), turut bersolidaritas bersama masyarakat internasional dalam peringatan “Hari Keadilan Internasional.” Bertepatan dengan momen tersebut kami mengingatkan dan menagih “utang” pemerintah akan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk menghadirkan keadilan bagi para korban Pelanggaran HAM khususnya Pelanggaran HAM Berat masa lalu yang proses penyelesaiannya hingga kini masih “gelap” dan jauh dari harapan.

Gelapnya agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam momentum Hari Keadilan Internasional 2023, ditandai dengan pemerintah Indonesia yang justru memilih penyelesaian lewat jalan non yudisial.[1] Proses yang menegasikan pengungkapan kebenaran secara utuh dan menyeluruh serta mengenyampingkan tanggung jawab negara untuk menjerat para pelaku ke pengadilan. Alih-alih memerintahkan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat serta mendorong dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc bagi kasus Pelanggaran HAM Berat masa lalu, pemerintah seakan mengambil jalan pintas dan “mencuci tangan” dengan menggunakan mekanisme penyelesaian secara non-yudisial yang dijalankan oleh tim PPHAM.

Sejatinya, proses penyelesaian pelanggaran HAM Berat secara non-yudisial yang berfokus pada pemulihan hak korban seharusnya dibarengi dan berjalan beriringan dengan proses pengungkapan kebenaran dan penuntutan terhadap pelaku melalui mekanisme pengadilan. Membiarkan para pelaku Pelanggaran HAM Berat yang menyebabkan timbulnya ribuan korban bebas, bahkan mendapat promosi dan mengenyampingkan tuntutan para korban merupakan praktik yang sangat bertolak belakang dengan prinsip “keadilan.”

Hingga tahun 2023, atau 23 tahun pasca disahkannya undang-undang Pengadilan HAM,  sebanyak 13 kasus Pelanggaran HAM Berat belum diadili dan berkas penyelidikannya dibiarkan menggantung di Kejaksaan Agung. Adapun empat kasus yang telah diadili berakhir dengan dibebaskannya para terdakwa. Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah belum menunjukkan upaya serius dalam pengungkapan kebenaran dan mengadili para pelaku. Para korban dan keluarga korban dibiarkan menunggu tanpa diberi kejelasan dan hak atas kebenarannya direnggut. Tuntutan korban selama puluhan tahun agar kebenaran diungkap dan pelaku dibawa ke Pengadilan tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah. Kini para terduga pelaku Pelanggaran HAM Berat bahkan menduduki jabatan-jabatan penting di lembaga-lembaga pemerintahan bahkan mendapatkan Bintang Jasa dari pemerintah.

Kegagalan pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus Pelanggaran HAM berat bahkan cenderung memberi “karpet merah” kepada terduga pelaku membuat pemerintah tidak mampu mencegah keberulangan Pelanggaran HAM dan membuat kondisi HAM secara menyeluruh di Indonesia juga mengalami kemunduran.

Kondisi HAM di Papua juga patut menjadi sorotan. Konflik bersenjata berkepanjangan tanpa upaya serius untuk membenahi, terus membuat masyarakat sipil menjadi korban. Pelanggaran HAM termasuk pelanggaran HAM berat di Papua seperti kasus Wasior dan Wamena tak kunjung diselesaikan. Pengambilan keputusan tanpa mempertimbangkan suara masyarakat Tanah Papua seperti pembentukan Daerah Otonomi Baru dan pembukaan food estate juga dilakukan tanpa evaluasi kebijakan secara menyeluruh. Hal tersebut membuat solusi dari masalah-masalah yang terjadi di Tanah Papua semakin jauh.[2] Pemerintah juga belum secara serius memberi perhatian kepada status ribuan orang yang menjadi pengungsi akibat konflik bersenjata yang terjadi.

Selain itu, kondisi kebebasan sipil di Indonesia juga mengalami regresi. Pemerintah kerap merespon masyarakat yang sedang mempraktekkan hak untuk berkumpul secara damai dan berekspresi secara represif. Aparat keamanan seperti Kepolisian dikerahkan untuk membungkam ekspresi warga negara. Berdasarkan temuan KontraS, sepanjang Juli 2022-Juni 2023 terjadi 52 kasus pelanggaran kebebasan sipil yang dilakukan oleh Kepolisian.[3] Hak untuk berkumpul secara damai dan berekspresi yang dijamin oleh Konstitusi justru menjadi salah satu hak yang paling sering dilanggar. Hal tersebut diperparah dengan ancaman, serangan hingga kriminalisasi yang diarahkan kepada Pembela HAM dan Pejuang Lingkungan Hidup, khususnya mereka yang bersuara bagi masyarakat yang terampas ruang hidupnya.

Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan HAM di Indonesia mengalami regresi atau kemunduran. Keberulangan Pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap masyarakat sipil yang terus terjadi merupakan bukti bahwa keadilan, khususnya bagi para korban masih jauh dari harapan.

“Negara sebagai pemangku kewajiban penegakan, perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia harus lebih proaktif untuk memutus siklus kekerasan dan pendekatan non keadilan yang masih terjadi sampai hari ini. Pentingnya langkah untuk menegakkan supremasi hukum harus dibangun bukan dengan semata-mata pendekatan penghukuman namun juga perlu mempertimbangkan rasa keadilan bagi para korban kekerasan dan pelanggaran HAM”.

Untuk itu, pada momen Hari Keadilan Internasional 2023 kami mendesak:

Pertama, pemerintah untuk segera meratifikasi Statuta Roma guna memastikan penegakan dan perlindungan HAM seluruh warga negara, serta menuntaskan kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat sesuai dengan UU 26 Tahun 2000;

Kedua, secara serius menghentikan pendekatan keamanan melalui aparat bersenjata dan mengedepankan solusi damai bagi konflik di Papua;

Ketiga, pemerintah untuk tidak menggunakan aparatur negara dan instrumen hukum untuk membungkam ekspresi warga negara dan Pembela HAM.

 

Jakarta, 17 Juli 2023
Badan Pekerja KontraS

 

 

Dimas Bagus Arya, S.H
Koordinator

[1] Kompas, Tim PPHAM” Kick-off Penyelesaian Kasus HAM untuk Fondasi dan Magnet Bagi Korban Lain, https://nasional.kompas.com/read/2023/06/28/18572061/tim-ppham-kick-off-penyelesaian-kasus-ham-untuk-fondasi-dan-magnet-bagi

[2] Lihat Riset KontraS terhadap Kebijakan Strategis Pemerintah Pusat di Papua, https://kontras.org/2023/04/14/gagal-menyentuh-akar-konflik-dalam-balutan-ilusi-pembangunan-2/

[3] Lihat Laporan Hari Bhayangkara KontraS, https://kontras.org/2023/07/04/laporan-hari-bhayangkara-ke-77-kewenangan-eksesif-kekerasan-dan-penyelewengan-tetap-masif/

Juli 17, 2023

Menuntut Pertanggungjawaban Negara pada Hari Keadilan Internasional

Setiap tanggal 17 […]
Juli 17, 2023

Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Keterangan Ahli Pidana Agus Surono Ngawur dan Berbahaya Bagi Kebebasan Berekspresi!

Jakarta, 17 Juli […]
Juli 16, 2023

Koordinator KontraS Berganti: Estafet Perjuangan Menuntut Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Kepada Negara Berlanjut!

15 Juli 2023 […]
Juli 15, 2023

Polisi Wajib Usut dan Tindak Pelaku Ujaran Kebencian Terhadap LGBTIQ

[Jakarta, 14 Juli […]
Juli 12, 2023

Enam Prajurit TNI Harus Diadili Atas Tindakan Penyiksaan Di Medan Sunggal, Sumatera Utara!

Komisi Untuk Orang […]
Juli 11, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Ahli Bahasa yang dihadirkan JPU Inkompeten dan Ahli ITE Terangkan Bahwa Fatia-Haris Tak Bisa Dikenakan UU ITE

Jakarta, 10 Juli […]
Juli 11, 2023

Walikota Medan Minta Begal ditembak Mati:Pernyataan Arogan dan Melegalkan Kesewenang-wenangan Penggunaan Senjata Api

Komisi Untuk Orang […]
Juli 4, 2023

Sidang Pemeriksaan Saksi dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Keterangan Saksi Heidi dan Paulus Kontradiktif serta Tegaskan Keterlibatan Perusahaan Luhut pada Bisnis Pertambangan di Papua

Jakarta, 3 Juli […]
Juli 4, 2023

Laporan Hari Bhayangkara ke-77 : Kewenangan Eksesif, Kekerasan dan Penyelewengan Tetap Masif

Bertepatan dengan momen […]
Juli 4, 2023

Rilis HUT Bhayangkara ke-77 Kewenangan Eksesif, Kekerasan dan Penyelewengan Tetap Masif

Bertepatan dengan momen […]