Tim Advokasi Untuk Keadilan – Kasus Penyiksaan Alm OK menyayangkan vonis ringan yang diberikan oleh Majelis Hakim Tingkat Banding dalam Perkara Nomor 134/PID/2024/PT SMG dan Nomor 52/PID/2024/PT SMG, masing-masing di tanggal 21 Februari 2024 dan 25 Januari 2024, Majelis Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding memutuskan bahwa Keempat terdakwa polisi, yang sebelumnya masing-masing dijatuhkan putusan 7 tahun terhadap 3 polisi dan 8 tahun terhadap 1 polisi lainnya, kini melalui putusan banding diturunkan menjadi pidana 5 tahun penjara.

Kasus dimulai ketika Oki Kristodiawan atau OK dituduhkan mencuri kendaraan bermotor tanpa bukti pada tanggal 17 Mei 2023. OK ditangkap secara sewenang-wenang oleh petugas kepolisian dari Unit Reskrim Polsek Baturraden dan Satreskrim Polresta Banyumas untuk dipaksa mengakui pencurian motor yang tidak dilakukannya. Atas hal tersebut, kemudian dilakukan serangkaian tindakan penyiksaan yang mengakibatkan luka-luka pada tubuh OK yang berujung pada kematian. Akibatnya, terjadi persidangan terhadap empat anggota polisi yang diduga melakukan serangkaian tindakan penyiksaan. Dimana sebelumnya sudah dijatuhkan putusan bersalah.

Perbuatan penyiksaan terhadap OK telah dikuatkan dalam pertimbangan hakim banding. Pada halaman 25 Putusan, disebutkan dimana dalam pertimbangan-pertimbangan putusan a quo, bahwa para terdakwa yakni ketiga polisi telah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penyiksaan yang mengakibatkan mati sebagaimana dakwaan kedua primair penuntut umum. Sedangkan dalam halaman 29, disebutkan bahwa  pada saat OK dibawa ke Polsek Baturraden dan dilakukan introgasi di ruang Kanit, dan diakui oleh ketiga polisi bahwa telah dilakukan pemukulan terhadap OK karena dianggap memberikan keterangan yang berbelit sehingga memberikan tekanan untuk pengakuan. Sayangnya, majelis hakim banding pemeriksa perkara nomor 134/PID/2024/PT SMG dalam pertimbangannya memberikan keringanan dikarenakan hukuman yang diberikan kepada tiga polisi terlalu berat, dengan menggunakan dalil-dalil yang telah ditolak oleh majelis hakim tingkat pertama sebelumnya.

Selain itu, dalam putusan tingkat pertama yakni nomor 205/Pid.B/2023/PN Pwt terdapat empat alasan pemberat dalam pertimbangan hakim, yakni ketiga polisi merupakan anggota kepolisian dimana perbuatannya meresahkan masyarakat, berbelit belit dalam menyampaikan, dan melakukan tindakan yang menyebabkan almarhum OK meninggal dunia. Poin-poin pemberat ini dihilangkan dan menunjukkan bahwa hakim pemeriksa perkara banding menganulir putusan hakim tingkat pertama, sehingga kami merasa perlu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap hakim pemeriksa perkara.

Sampai dengan saat ini, baik keluarga  maupun tim pendamping tidak diberikan informasi terkait dengan apakah JPU akan melakukan upaya hukum lanjutan yakni kasasi atau tidak. Menurut kami putusan tingkat banding justru merupakan penurunan atas tuntutan jaksa tingkat pertama dan seharusnya memacu semangat JPU untuk melakukan kasasi. Jaksa sesungguhnya diberi kewenangan sekalipun tidak wajib namun mengikat secara moril untuk hadir mewakili negara atas  korban. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, disebukan dalam Pasal 31C bahwa jaksa dalam melaksanakan tugas, dalam poin b disebutkan bahwa perlunya turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan dan poin c yang menyebutkan perlunya jaksa dalam turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya. Jaksa seharusnya berpegang dengan asas “Penuntutan Dilakukan Untuk Keadilan Dan Kebenaran Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa “Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan”. Kedalaman makna dari asas ini ialah tindakan penuntut umum dalam melakukan penuntutan harus mampu memberikan rasa keadilan yang berdasarkan Ketuahanan Yang Maha Esa pada masyarakat. Menurut kami, jaksa belum sepenuhnya melakukan upaya maksimal dalam melakukan pemberantasan terhadap tindak penyiksaan.  Tindakan Jaksa sangat mengecewakan korban selaku pencari keadilan.

Sebagai kesimpulan, kami Tim Advokasi Untuk Keadilan – Kasus Penyiksaan Alm. OK, mendesak:

  1. Markas Besar Polri & Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Jawa Tengah untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan guna membongkar keterlibatan para pimpinan dari Brigadir AA, Aipda AAW, Briptu ALA dan Bripka IMA yang menjabat dan diduga terlibat dalam penyiksaan OK;
  2. Komisi Kejaksaan melakukan pemeriksaan atas Jaksa yang tidak melakukan upaya hukum Kasasi;
  3. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kepada majelis pemeriksa perkara, serta menyelidiki adanya dugaan pelanggaran etik terhadap Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Tingkat Banding;

 

Yogyakarta, 25 Maret 2024

Atas nama Pendamping Korban

 

Tim Advokasi Untuk Keadilan – Kasus Penyiksaan Alm OK

Narahubung:

 

089668267484 (LBH Yogyakarta) & 08176453325 (KontraS)

Maret 25, 2024

Tanggapan Putusan Banding Keempat Polisi dalam Penyiksaan OK: Kaburnya Keadilan Bagi Korban!

Tim Advokasi Untuk […]
Maret 23, 2024

Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Jakarta, 23 Maret […]
Maret 23, 2024

Penyelidikan Pro Justitia Pelanggaran HAM Berat Berjalan: Segera Tuntaskan Kasus Pembunuhan Munir Secara Transparan dan Bertanggung Jawab!

Pada tanggal 11 […]
Maret 22, 2024

Penyerahan Catatan Kritis Terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara

Pada hari Jumat […]
Maret 22, 2024

Disrupsi Supremasi Sipil di Indonesia: Dampak dan Resiko Penempatan TNI-Polri di Jabatan Aparatur Sipil Negara untuk Demokrasi

Upaya pemerintah dalam […]
Maret 22, 2024

Ramadhan for Human Rights 2024: Mendorong Kepedulian, Melawan Ketidakadilan

Komisi untuk Orang […]
Maret 21, 2024

Koalisi Nasional Save Karimunjawa Desak Bebaskan Daniel dari Segala Tuntutan

Selasa, 19 Maret […]
Maret 20, 2024

Refleksi 26 Tahun KontraS : Reformasi Dihabisi, Orde Baru Mewujud Kembali

Seperempat abad lalu, […]
Maret 20, 2024

Hindari Tindakan Represif: Aparat Keamanan Harus Profesional dan Menghargai Hak Kebebasan Berekspresi Serta Berpendapat Masyarakat

Hari ini (20/03) […]
Maret 19, 2024

Pemerintah Indonesia Memutarbalikkan Fakta Kondisi HAM Indonesia di Sidang ICCPR

Kelompok Masyarakat Sipil […]