Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberikan sorotan tajam terhadap wacana pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) di tiap provinsi. Beberapa waktu lalu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Dudung Abdurachman[1] menyatakan akan mengusulkan wacana ini kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNJ). Hal tersebut semakin nyata setelah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto[2] mengatakan bahwa akan merealisasikan pembentukan Kodam, termasuk pada provinsi baru seperti halnya empat Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua. Kami melihat bahwa selain tidak ada urgensi yang mendesak, wacana ini juga sangat berbahaya di tengah permasalahan tubuh institusi TNI yang belum berhasil diatasi.

Saat ini, TNI telah memiliki sebanyak 15 Kodam yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Jika wacana ini terealisasi, artinya 23 markas Kodam akan ditambah beserta pasukan yang ada.[3] Sebagaimana diketahui, sesuai dengan mandat konstitusi dan UU No. 34 Tahun 2004, TNI merupakan entitas yang berperan sebagai penjaga kedaulatan negara. Sementara itu, secara geografis, tidak semua wilayah atau provinsi merupakan daerah perbatasan yang mengharuskan adanya eksistensi dari TNI dalam jumlah banyak. Terlebih, Indonesia saat ini tidak pada situasi darurat sipil atau bahkan darurat militer yang membutuhkan penempatan dan pengerahan militer dengan skala besar.

Kami melihat bahwa sebelum wacana ini direalisasikan, pihak terkait seperti halnya KSAD, Panglima TNI dan Menteri Pertahanan seharusnya dapat menjelaskan secara transparan dan akuntabel mengenai urgensi pembentukan Kodam di tiap provinsi. Sebab, sampai hari ini, tidak ada alasan konkret dan jelas yang disampaikan pihak-pihak tersebut. Belum lagi penambahan ini akan berimplikasi pada sektor lainnya, seperti halnya pembebanan anggaran negara.

Kami mengkhawatirkan keterbatasan anggaran yang ada juga akan membuat masifnya praktek bisnis militer yang mana prajurit TNI akan mencari sumber pendanaan illegal lain di luar APBN. Dalam beberapa kasus yang kami pantau, praktik bisnis yang melibatkan prajurit militer di lapangan menimbulkan friksi di masyarakat seperti halnya dalam agenda pengamanan perusahaan di daerah sengketa. Belum lagi, penambahan Kodam juga akan berimplikasi pada pembukaan seleksi dan penambahan kebutuhan prajurit. Sayangnya, hal ini berpotensi semakin parah di tengah fenomena menumpuknya perwira non-job.

Selain itu, wacana ini pun diaktifkan di tengah kultur kekerasan yang masih kental di tubuh institusi TNI. Kentalnya kekerasan dalam tubuh institusi militer salah satunya disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa antara anggota di lapangan dengan masyarakat umum/sipil. Hasilnya, anggota TNI yang diberikan kewenangan senjata api tak jarang menyalahgunakan otoritasnya demi kepentingan pribadi. Belum lagi ragam intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kerap kali merugikan masyarakat baik secara fisik maupun materiil.[4]

Kami melihat bahwa penambahan Kodam di setiap provinsi merupakan wujud masifnya pengarusutamaan pendekatan keamanan untuk menghadapi permasalahan di daerah. Terlebih di Papua, penambahan pasukan terus dilakukan tanpa alasan yang legal sehingga meningkatkan eskalasi kekerasan. Fenomena ini berpotensi makin parah dengan pengerahan aparat dan pembentukan posko militer dengan alasan DOB. Selanjutnya, rantai kekerasan yang ada pada akhirnya membuat kelompok sipil menjadi korban dan menambah jumlah pengungsi internal menjadi lebih banyak.

Atas dasar tersebut KontraS mendesak:

Pertama, membatalkan wacana pembentukan Kodam di tiap provinsi, sebab tidak memiliki urgensi dan hanya menambah persoalan tubuh militer lainnya;

Kedua, TNI untuk fokus membenahi permasalahan di tubuh militer seperti halnya profesionalitas, reformasi peradilan militer, dan kultur kekerasan serta berbagai masalah lainnya.

Jakarta, 13 Februari 2023
Badan Pekerja KontraS

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

[1] https://news.detik.com/berita/d-6562497/ksad-dudung-akan-usul-ke-panglima-tni-pembentukan-kodam-di-setiap-provinsi

[2] https://nasional.kompas.com/read/2023/02/11/21550601/menhan-prabowo-pastikan-setiap-provinsi-akan-punya-kodam-termasuk-4-dob

[3] Kodam I/Bukit Barisan, Kodam II/Sriwijaya, Kodam III/Siliwangi, Kodam V/Brawijaya, Kodam VI/Mulawarman, Kodam IX/Udayana,  Kodam XII/Tanjungpura, Kodam XIII/Merdeka, Kodam XIV/Hasanudin, Kodam XVI/Pattimura, Kodam XVII/Cenderawasih, Kodam XVIII/Kasuari, Kodam Jayakarta, dan Kodam Iskandar Muda.

[4] KontraS, Catatan Hari TNI 2022: Berlanjutnya Kesewenang-Wenangan di Tengah Kosongnya Pengawasan, https://kontras.org/2022/10/04/catatan-hari-tni-2022-berlanjutnya-kesewenang-wenangan-di-tengah-kosongnya-pengawasan/

Februari 13, 2023

Wacana Pembentukan Kodam di Tiap Provinsi: Nihil Urgensi dan Tanda Menguatnya Militerisme

Komisi untuk Orang […]
Februari 11, 2023

Menyoal Dasar Pernyataan Wakil Ketua DPR RI Terkait Papua Dalam Status Darurat Sipil dan Akhiri Konflik di Papua Dengan Pendekatan Non-Kekerasan

Komisi untuk Orang […]
Februari 11, 2023

Pemidanaan Terhadap 3 orang Warga Pakel merupakan pembungkaman (SLAPP) terhadap Pembela HAM

Pada hari Jumat […]
Februari 7, 2023

34 Tahun Talangsari: Pidato Penyesalan Presiden bukanlah Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Talangsari

Komisi untuk Orang […]
Februari 3, 2023

Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia untuk Mahkamah Agung: Bobroknya Pengetahuan Calon Hakim, Ancaman Nyata Bagi Pengadilan HAM

Pada tanggal 31 […]
Februari 2, 2023

2 Tahun Kudeta Myanmar: Peran Pemerintah dan Masyarakat Sipil Indonesia untuk ASEAN yang responsif

Tanggal 1 Februari […]
Januari 31, 2023

Surat Terbuka Untuk Komnas HAM

Nomor : 24/SK-KontraS/I/2023 […]
Januari 30, 2023

Bebaskan 17 Buruh, Hentikan Penegakan Hukum Diskriminatif dan Penuhi Tuntutan Buruh PT GNI!

Komisi untuk Orang […]
Januari 30, 2023

Laporan Hasil Penelitian Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

Komisi Untuk Orang […]
Januari 25, 2023

Usut Tuntas Peristiwa Aksi Teror dan Intimidasi yang Dialami Jurnalis Senior Jubi Papua

Komisi Untuk Orang […]