Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menaruh perhatian serius terhadap situasi kemanusiaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terus terjadi di Bumi Cenderawasih. Kondisi perlindungan, pemenuhan, dan pengakuan hak asasi manusia di Papua tak kunjung membaik hingga hari ini. Pendekatan keamanan selama ini yang dilakukan pemerintahan Indonesia dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua nyatanya tak berhasil dan justru makin memperkeruh situasi.

Kekerasan dan eksesifnya penggunaan senjata api yang dilakukan baik oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) ataupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menambah pelik situasi kemanusiaan di Papua. Belum lagi kasus-kasus kekerasan sebelumnya, tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Alih-alih mengadili pelaku lewat mekanisme yang transparan dan berkeadilan, mereka justru menikmati udara bebas tanpa pernah bertanggung jawab secara pantas. Sebagai contoh, penembakan terhadap Rufanus Tigau dan Pendeta Yeremia Zanambani, merupakan rentetan panjang pelanggaran HAM yang tentu akan berimplikasi pada semakin terbuka lebarnya luka masyarakat Papua.

Situasi ini tak lepas dari pengaruh militeristik yang sangat kental yang pemerintah Indonesia masih percayai dapat menyelesaikan permasalahan struktural di Papua. Trauma berkepanjangan yang dialami Orang Asli Papua (OAP) atas parade kekerasan yang terjadi justru disikapi dengan penerjunan aparat yang kian masif. Nama operasi memang silih berganti, sayangnya watak aslinya tak kunjung mengalami perbaikan signifikan. Pendekatan yang dibangun dengan pengerahan aparat gabungan TNI-Polri juga hanya memantik kontak tembak lanjutan yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat sipil yang tak bersalah. Sayangnya, pendekatan yang dipilih tersebut tanpa mekanisme koreksi yang layak. Dapat dikatakan, semacam ada kesengajaan kolektif yang dilakukan Negara untuk mengulur konflik dalam jangka waktu yang lama.

Terbaru, kekerasan yang menambah panjang luka masyarakat Papua kembali dilakukan oleh anggota TNI. Empat orang warga sipil yang merupakan OAP harus meregang nyawa karena dibunuh oleh sekelompok orang – 6 merupakan anggota militer aktif. Tak sampai di situ, pelaku memutilasi korban menjadi beberapa bagian guna menghilangkan jejak. Peristiwa  tersebut terjadi pada tanggal 22 Agustus 2022 di Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Peristiwa tragis ini semakin menegaskan bahwa dampak buruk terus berlanjut ketika tidak memberikan demarkasi yang tegas antara militer dan sipil, khususnya di Papua.

Empat korban warga sipil yang diketahui dari Kabupaten Nduga, Papua tersebut sempat diindikasikan sebagai bagian dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Jika merujuk keterangan versi aparat, para korban dipancing oleh pelaku untuk membeli senjata jenis AK-47 dan FN seharga Rp250 juta. Setelah korban dipastikan bersedia untuk transaksi senjata, para pelaku mengatur strategi dengan memancing korban untuk datang ke lahan kosong di SP I. Di situlah keributan terjadi, sehingga korban diduga dianiaya di lahan sekitar musala sebelum dimutilasi.[1]

Akan tetapi, keluarga korban membantah tuduhan terkait bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Hal tersebut bahkan sudah dipertegas dengan pernyataan Bupati Nduga yang menyebutkan bahwa keempat korban merupakan warga sipil.[2] Begitupun terkait jual-beli senjata, alasan ini hanya dijadikan dalih saja. Padahal yang dilakukan para pelaku merupakan perampokan dan pembunuhan berencana.

Terlintas kasus ini memang nampak seperti kasus pidana biasa. Akan tetapi, jika ditinjau lebih jauh, rantai kekerasan yang tak kunjung usai, terlebih yang dilakukan oleh militer di Papua merupakan masalah struktural. Cara pandang yang meminggirkan aspek kemanusiaan dan menyepelekan nyawa OAP telah membudaya di tubuh militer.

Kami juga menyayangkan stigmatisasi yang terus berlanjut terhadap OAP dengan tuduhan-tuduhan palsu seperti KKB ataupun simpatisan OPM. Dengan stigma tersebut, dibangun kesan kekerasan dan penembakan terhadap mereka normal karena merupakan musuh negara yang keberadaannya harus diberangus. Padahal, mereka memiliki hak untuk dapat diadili melalui mekanisme hukum (due process of law).

Atas dasar uraian di atas, penting untuk menelisik kasus mutilasi 4 orang di Timika lebih lanjut. Penyelesaian kasus di Papua tidak bisa didekati dengan solusi kasus per kasus. Butuh solusi utuh dan komprehensif guna memperbaiki situasi kemanusiaan di Papua. Sebagai bagian dari upaya tersebut, KontraS coba untuk melakukan investigasi dan pendalaman terhadap kasus Mutilasi terhadap 4 warga sipil di Mimika yang terjadi pada 22 Agustus 2022 lalu.

[1] Tirto.id, Duduk Perkara Mutilasi 4 Warga di Timika yang Melibatkan Aparat TNI, https://tirto.id/duduk-perkara-mutilasi-4-warga-di-timika-yang-melibatkan-aparat-tni-gvSW

[2] M. Julnis Firmansyah, Keluarga Bantah Korban Mutilasi di Papua Ada Kaitan dengan KKB, Ini Kronologi Versi Mereka, https://nasional.tempo.co/read/1629997/keluarga-bantah-korban-mutilasi-di-papua-ada-kaitan-dengan-kkb-ini-kronologi-versi-mereka

klik disini untuk melihat laporan selengkapnya

Oktober 18, 2022

Laporan Investigasi Kasus Pembunuhan di Luar Hukum dan Mutilasi Warga Sipil di Timika, Papua

Komisi untuk Orang […]
Oktober 18, 2022

Catatan Kritis Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM)

Komisi untuk Orang […]
Oktober 18, 2022

TGIPF Seharusnya Mengkonstruksikan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM yang Berat, Bukan Sebagai Pidana Biasa

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 12, 2022

Surat Terbuka Kepada FIFA: Bentuk Tim Independen dan Sanksi atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

TPF Koalisi Masyarakat […]
Oktober 10, 2022

Surat Terbuka KontraS dan Omega Research Foundation atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

KontraS dan Omega […]
Oktober 10, 2022

Laporan Hari Anti Hukuman Mati Internasional 2022: Hukuman Mati dan Penyiksaan

Bertepatan dengan hari […]
Oktober 9, 2022

12 Temuan Awal Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil Terkait Peristiwa Pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan

Peristiwa kekerasan yang […]
Oktober 5, 2022

Usut Secara Tuntas, Transparan, dan Akuntabel Peristiwa Penyiksaan Yang Diduga Dilakukan Oleh 4 (empat) Aparat Penegak Hukum Polres Halmahera Utara!

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 5, 2022

Menunggu Terobosan dan Kebaruan dari Komisioner Komnas HAM Terpilih!

Komisi untuk Orang […]
Oktober 4, 2022

Catatan Hari TNI 2022 Berlanjutnya Kesewenang-Wenangan di Tengah Kosongnya Pengawasan

Berangkat dari pemantauan […]