No : 26/SK-KontraS/X/2022
Hal : Kekhawatiran terkait Diundangnya Presiden Rusia ke KTT G20
Kepada : Ir. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia

Yang Terhormat, Presiden Joko Widodo
di Istana Merdeka
Jl. Medan Merdeka Utara, Gambir, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) – sebuah organisasi non-pemerintah hak asasi manusia yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Melalui surat ini, kami menyatakan keresahan kami atas diundangnya Presiden Rusia, Vladimir Putin ke KTT G20.

Kami menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang bersikeras untuk terus berusaha mengundang Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam mengikuti KTT G20 yang akan diselenggarakan pada November 2022. Kami menilai, bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang permisif atas situasi yang selama ini terjadi, yaitu invasi Rusia ke Ukraina.

Pada 24 Februari 2022, Rusia melancarkan invasi berskala besar ke Ukraina. Invasi ini merupakan lanjutan dari krisis antara Ukraina dan Rusia yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini tentu memberikan dampak negatif terhadap warga negara yang berada di Ukraina. Telah terdapat 6.221 korban tewas dan 9.371 korban terluka atas tragedi ini. Banyak korban yang berjatuhan termasuk diantaranya perempuan dan anak- anak. Sedikitnya ada 29.916 korban jiwa, 53.616 luka tidak fatal, dan sekitar 14 juta orang harus mengungsi.

Dalam invasi yang dilakukan oleh Rusia di Ukraina, Rusia diduga kuat telah melanggar Piagam PBB mengenai larangan agresi dengan menggunakan kekuatan untuk menginvasi Ukraina, terlebih dengan adanya dugaan kejahatan perang, yang mengakibatkan rusaknya perumahan warga sipil dan objek-objek vital yang menjadi target dari operasi perang Rusia terhadap Ukraina. Rusia mengklaim bahwa serangan yang dilakukan terhadap Ukraina merupakan bentuk dari pembelaan diri (self defense). Namun, klaim Rusia tidak berbasis pada hukum internasional yang berlaku, karena serangan tersebut tidak memenuhi syarat nesesitas (necessity) dan proporsionalitas (proportionality).

Serangan Rusia terhadap area dengan populasi penduduk yang padat dan tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil, memunculkan dugaan kuat bahwa Russia juga telah melakukan Kejahatan Perang. Oleh karena itu, Rusia memiliki tanggung jawab internasional untuk menghukum pelaku dan memberikan reparasi terhadap Ukraina. Atas peristiwa ini, semestinya Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif dan menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, serta sebagi

salah satu anggota dari Human Rights Council, semestinya dapat merespon secara tegas dan memberi perhatian mendalam atas situasi di atas.

KTT G20 merupakan KTT yang akan membahas mengenai pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Persitiwa yang disebabkan oleh agresi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan perekonomian dunia khususnya Ukraina mengalami goncangan. Tindakan ini juga sudah dikecam beberapa pemimpin dunia. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan dia mendukung pengusiran Rusia dari kelompok G20. Sementara Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengatakan Putin harus dilarang menghadiri pertemuan puncak G20 di Bali pada November mendatang. Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau telah menyampaikan pandangannya pada anda bahwa kehadiran Putin akan menjadi hambatan produktivitas di G20. Sedangkan, Indonesia justru bersikap netral dan berpendapat bahwa pertemuan di KTT tersebut dapat mendamaikan kedua pihak.

Indonesia yang selalu bersikap netral dalam konflik yang terjadi di luar negeri bukanlah merupakan implementasi yang sesuai atas asas politik luar negeri ‘bebas aktif’. Yang dimaksud dengan ‘bebas aktif’ menurut penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka dari itu, tindakan permisif tersebut tidaklah sesuai dengan tujuan politik luar negeri bebas aktif Indonesia.

Tindakan permisif tersebut bukanlah pertama kalinya. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Junta Myanmar U Wunna Maung Lwin. Pertemuan tersebut diharapkan akan menimbulkan perdamaian antara kedua pihak. Namun sayangnya, pertemuan yang dilakukan terbukti tidak efektif, karena tidak sesuai dengan realita di lapangan, konflik di Myanmar terus terjadi sampai saat ini. Hal ini seharusnya dapat menjadi preseden untuk pemerintah Indonesia untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tindakan tersebut merupakan hal yang sia-sia mengingat tidak mudahnya menurunkan ego Pemimpin Junta Myanmar. Kami khawatir hal tersebut juga terjadi ketika Indonesia masih mengundang Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam agenda G20. Selain itu, agresi yang dilakukan Rusia dan juga kudeta yang dilakukan Myanmar telah menyebabkan adanya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat bagi warga lokal yang terdampak sehingga penyelesaiannya bukan melalui sebuah KTT namun melalui mekanisme peradilan yang berlaku.

Maka dari itu, kami meminta Presiden Joko Widodo untuk:

  1. Mencabut undangan KTT G20 untuk Presiden Rusia.
  2. Berhenti permisif atas tindakan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina
  3. Memperhatikan prinsip Responsibility to Protect dalam menyikap situasi di Ukraina
  4. Segera menandatangani Statuta Roma dan melakukan revisi atas UU Pengadilan HAM agar dapat bertindak lebih aktif dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat baik yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri.

19 Oktober, 2022 Salam hormat,
Fatia Maulidiyanti Koordinator

Tembusan:
1. Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik negara

Oktober 21, 2022

KontraS mengirimkan Surat terbuka Kepada Jokowi sebagai Bentuk Keberatan Sikap Jokowi yang Tetap Mengundang Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam G20

No : 26/SK-KontraS/X/2022 […]
Oktober 21, 2022

Kejaksaan Agung Harus Lebih Serius Hadirkan Bukti Kasus Paniai

Koalisi Masyarakat Sipil […]
Oktober 20, 2022

Catatan 3 Tahun Jokowi- Ma’ruf Amin Tiga Tahun Bekerja, Kemunduran Demokrasi Kian Nyata

Bertepatan dengan tiga […]
Oktober 19, 2022

Kedatangan Presiden FIFA Gianni Infantino di Indonesia: Nihil Empati, Hilang Akal Sehat

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 19, 2022

Lapas II B Tahuna Melanggar Hak Robison Mendapat Bantuan Hukum

Robison Saul, nelayan […]
Oktober 18, 2022

Laporan Investigasi Kasus Pembunuhan di Luar Hukum dan Mutilasi Warga Sipil di Timika, Papua

Komisi untuk Orang […]
Oktober 18, 2022

Catatan Kritis Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM)

Komisi untuk Orang […]
Oktober 18, 2022

TGIPF Seharusnya Mengkonstruksikan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM yang Berat, Bukan Sebagai Pidana Biasa

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 12, 2022

Surat Terbuka Kepada FIFA: Bentuk Tim Independen dan Sanksi atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

TPF Koalisi Masyarakat […]
Oktober 10, 2022

Surat Terbuka KontraS dan Omega Research Foundation atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

KontraS dan Omega […]