Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan hasil laporan investigasi yang disusun oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang tidak memberikan kesimpulan dan rekomendasi dengan tegas terkait dugaan kejahatan sistematis yang dilakukan aparat keamanan. Padahal terdapat sejumlah fakta yang mengarah pada aktor high level yang berpotensi pada pelanggaran HAM yang berat dan dugaan tindak obstruction of justice yang perlu diusut lebih jauh.

TGIPF seharusnya sejak awal mengkonstruksikan tragedi kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM yang berat, bukan sebagai pidana biasa. Hal ini dikarenakan didasari fakta-fakta yang ada, diduga terjadi serangan secara sistematik oleh aparat keamanan terhadap penduduk sipil yang berpotensi terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana ditegaskan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Lebih lanjut, ketidaktegasan TGIPF dalam memberikan poin desakan tampak dari rekomendasi yang ditujukan kepada institusi keamanan, yaitu institusi Polri dan TNI. Berkenaan dengan institusi Polri misalnya, TGIPF seolah-olah menutup mata bahwa ada pertanggungjawaban hukum atasan dalam penggunaan kekuatan.

TGIPF dalam laporannya menyebutkan adanya dugaan penembakan gas air mata yang dilakukan di luar komando. Padahal dalam konteks doktrin pertanggungjawaban komando, meskipun penggunaan kekuatan tidak berdasarkan atas perintah atasan, komandan atau pimpinan dari kesatuan tersebut  tetap bertanggung jawab secara hukum, sebab berdasarkan wewenang yang dimilikinya tidak melakukan upaya kontrol dan pencegahan sedemikian rupa kepada bawahannya sehingga mengakibatkan korban jiwa.

Tidak hanya soal pertanggungjawaban hukum atasan, kami juga menyoroti adanya dugaan tindak obstruction of justice yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Hal tersebut tampak dari keterangan sejumlah pihak yang diperoleh TGIPF yang pada intinya menyatakan CCTV di areal stadion dilarang untuk diunduh dan diduga ada upaya dari kepolisian untuk mengganti rekaman dengan yang baru. 

Hal tersebut sejalan dengan temuan TGIPF yang menyatakan hilangnya durasi rekaman CCTV yang kemudian menyulitkan TGIPF dalam melakukan penelusuran fakta. Namun demikian, anehnya TGIPF tidak menjadikan temuan tersebut sebagai poin desakan untuk dapat diselidiki lebih lanjut. Padahal dugaan tindak obstruction of justice merupakan bagian dari tindak kejahatan yang harus diusut secara tuntas.

Selain soal institusi Polri, TGIPF juga tidak begitu tegas berkaitan dengan membuat poin desakan terhadap institusi TNI. TGIPF dalam poin desakannya tidak mengurai pertanggungjawaban komando yang seharusnya ikut bertanggung jawab secara hukum terkait peristiwa kekerasan yang terjadi. Padahal merujuk laporan TGIPF, diketahui Pangdam V/Brawijaya mengerahkan 361 prajurit BKO untuk mengamankan pertandingan Arema vs Surabaya berdasarkan Surat Tugas Nomor: ST/1279/2022 tertanggal 26 juli 2022.

Berkaitan dengan keputusan Pangdam V/Brawijaya yang mengerahkan para prajuritnya, kami memberikan catatan khusus karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pertama, TNI tidak memiliki tugas dalam pengamanan pertandingan olahraga. Kedua, bahwa yang berwenang mengerahkan prajurit TNI adalah Presiden dengan persetujuan DPR RI. Tetapi, sayangnya masalah tersebut tidak dijadikan sebagai poin yang seharusnya dievaluasi lebih lanjut.

Berkenaan dengan berbagai penjelasan kami di atas, KontraS berpendapat TGIPF tampak tidak tegas mengingat kesimpulan dan berbagai rekomendasi yang dibuat tidak mengarahkan tragedi kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami khawatir hal tersebut berdampak pada tidak tuntasnya penyelesaian dugaan kejahatan sistematis yang terjadi di Stadion Kanjuruhan beberapa waktu lalu.

Jakarta 18 Oktober 2022

 

 

Fatia Maulidiyanti

Koordinator

Narahubung:087785553228

Oktober 18, 2022

TGIPF Seharusnya Mengkonstruksikan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM yang Berat, Bukan Sebagai Pidana Biasa

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 12, 2022

Surat Terbuka Kepada FIFA: Bentuk Tim Independen dan Sanksi atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

TPF Koalisi Masyarakat […]
Oktober 10, 2022

Surat Terbuka KontraS dan Omega Research Foundation atas Terjadinya Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

KontraS dan Omega […]
Oktober 10, 2022

Laporan Hari Anti Hukuman Mati Internasional 2022: Hukuman Mati dan Penyiksaan

Bertepatan dengan hari […]
Oktober 9, 2022

12 Temuan Awal Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil Terkait Peristiwa Pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan

Peristiwa kekerasan yang […]
Oktober 5, 2022

Usut Secara Tuntas, Transparan, dan Akuntabel Peristiwa Penyiksaan Yang Diduga Dilakukan Oleh 4 (empat) Aparat Penegak Hukum Polres Halmahera Utara!

Komisi Untuk Orang […]
Oktober 5, 2022

Menunggu Terobosan dan Kebaruan dari Komisioner Komnas HAM Terpilih!

Komisi untuk Orang […]
Oktober 4, 2022

Catatan Hari TNI 2022 Berlanjutnya Kesewenang-Wenangan di Tengah Kosongnya Pengawasan

Berangkat dari pemantauan […]
Oktober 3, 2022

Sidang Pemeriksaan Saksi Kedua Pengadilan HAM Peristiwa Paniai 2014: Ajang Penyudutan Warga Sipil dan Korban

Senin (3 Oktober […]
Oktober 3, 2022

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan: Usut Tuntas Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan

Kami turut berduka […]