Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] menyampaikan duka cita yang mendalam atas jatuhnya korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, pada 1 – 2 Oktober 2022 pasca pertandingan Arema FC dan Persebaya. Hingga rilis ini diterbitkan, kami mencatat terdapat lebih dari 174 (seratus tujuh puluh empat) orang tewas dan puluhan orang luka-luka atas peristiwa tersebut.

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, pasca pertandingan tersebut sejumlah penonton memasuki lapangan dan direspon oleh  aparat keamanan dengan melakukan tindak kekerasan. Melalui video yang beredar, terlihat aparat melakukan tendangan dan pemukulan. Selain itu, diperparah dengan adanya penembakan gas air mata, hal ini tentunya makin memperburuk situasi. 

Atas peristiwa tersebut kami menilai telah terjadi dugaan pelanggaran hukum dan HAM, argumentasi kami antara lain sebagaimana diuraikan berikut:

Pertama, TNI-Polri melanggar peraturan perundangan-undangan karena melakukan tindak kekerasan dalam menghalau penonton yang masuk ke dalam lapangan stadion Kanjuruhan. Tindakan sewenang-wenang TNI-Polri dengan melakukan tindak kekerasan jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 170 & 351 KUHP. Selain itu, bagi anggota Polri dengan mengacu pada Pasal 11 ayat (1) huruf g Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri menegaskan bahwa: “setiap anggota Polri dilarang melakukan penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment). 

Kedua, Penembakan gas air mata ke arah tribun penonton yang penuh sesak oleh Polri melanggar prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian menyatakan bahwa: “Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.” Selain itu, tindakan nirkemanusiaan tersebut telah melanggar terhadap prinsip-prinsip yang diatur, yakni prinsip proporsionalitas (penggunaan kekuatan yang proporsional, sesuai dengan ancaman yang dihadapi), prinsip nesesitas (penggunaan kekuatan yang terukur, sesuai dengan ketentuan di lapangan), dan prinsip alasan yang kuat (penggunaan kekuatan yang beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan).

Ketiga, Tindakan berlebihan yang dilakukan anggota Polri menyalahi prosedur tetap pengendalian massa. Dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b dan e Perkapolri Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, bagi setiap anggota Polri yang melakukan kegiatan Dalmas dinyatakan bahwa: Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas: a. Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa; b. Melakukan tindakan kekerasan yang, (e) keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan.” 

Keempat, Polri yang membawa senjata gas air mata melanggar ketentuan Federation International de Football Association (FIFA) Stadium Safety and Security. Dalam Article 19  point b ditegaskan bahwa: “No firearms or crowd control gas shall be carried or used.” Bahwa penggunaan senjata gas air mata telah dilarang oleh FIFA, bahkan tidak diperbolehkan dibawa dalam rangka mengamankan pertandingan sepak bola. 

Berdasarkan hal tersebut di atas, kami melihat penggunaan gas air mata bukanlah sesuai prosedur, melainkan tindakan yang tak terukur karena mengakibatkan sejumlah dampak terhadap manusia seperti mata kemerahan, penglihatan menjadi kabur, hidung mengeluarkan cairan, mulut iritasi, kesulitan menelan, dada terasa sesak, batuk, sesak nafas, pada kulit bisa menimbulkan luka bakar atau ruam, dan dampak lainnya mengakibatkan mual dan muntah.

Hal tersebut diperparah dengan kondisi stadion yang over kapasitas dan ruang yang tidak memungkinkan memberi kesempatan orang-orang untuk bergerak secara leluasa karena dalam kondisi panik dan terbawa arus massa. Terlebih lagi, terdapat kelompok rentan seperti anak, perempuan, ibu, bahkan orang tua menjadi pihak paling rentan dalam situasi tersebut.

Dari sejumlah catatan di atas, KontraS ingin menyampaikan beberapa poin, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, mengecam tindakan kepolisian yang menembakkan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan karena terbukti bukan menenangkan kondisi, malah memperburuk situasi.

Kedua, meminta kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur untuk memberikan pemulihan yang layak kepada korban atau keluarga korban.

Ketiga, meminta kepada PSSI untuk menunda keseluruhan pertandingan hingga proses pengusutan terhadap tragedi ini berjalan.

Keempat, mendesak kepada Kapolri c.q. Propam Polri untuk mengusut sekaligus mengevaluasi tindakan kepolisian yang memperburuk situasi di Stadion Kanjuruhan Malang.

Kelima, mendesak kepada Panglima TNI c.q Komandan Puspom TNI untuk mengusut dan mengevaluasi prajurit yang terlibat melakukan kekerasan di Stadion Kanjuruhan Malang. 

Keenam, menjamin ruang investigasi independen atas peristiwa tersebut guna menemukan fakta, memberikan rekomendasi supaya kejadian serupa tidak berulang kembali. 

Jakarta, 2 Oktober 2022

Badan Pekerja KontraS

Fatia Maulidiyanti

Koordinator

Oktober 2, 2022

Mendesak Tanggung Jawab Negara dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang

Komisi untuk Orang […]
September 30, 2022

Usut Tuntas Peristiwa Kekerasan Oleh Prajurit TNI di Salatiga Melalui Mekanisme Peradilan Umum

Nomor : Perihal […]
September 30, 2022

Bongkar dan Temukan Aktor di Balik Serangan Sistematis Terhadap Jurnalis Narasi

Komisi untuk Orang […]
September 29, 2022

Cegah Berulangnya Penghilangan Orang Secara Paksa, DPR Harus Segera Mengesahkan Konvensi Anti Penghilangan Paksa Melalui Undang-Undang

Payung hitam mengembang […]
September 28, 2022

Sidang Pemeriksaan Saksi Pertama Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai 2014: Nihil Profesionalitas dan Keberpihakan Kejaksaan

Sidang kedua Pengadilan […]
September 26, 2022

Warga Pulau Romang Menang: Pemerintah Provinsi Maluku Harus Segera Mengumumkan Kepada Publik Atas Data dan Dokumen Izin Aktivitas Tambang PT. GBU Yang Telah Disembunyikan!

Masyarakat Pulau Romang […]
September 23, 2022

Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dan Komposisi Keanggotaannya Melukai Korban serta Mencederai penegakkan HAM

Beberapa waktu yang […]
September 23, 2022

Temuan Atas Investigasi Kasus Pembunuhan dan Mutilasi Empat Warga Sipil di Mimika, Papua

Komisi untuk Orang […]
September 21, 2022

Keppres PPHAM: Siasat Sesat Negara dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Komisi Untuk Orang […]
September 21, 2022

Pemantauan dan Analisa Pengadilan HAM Pertama Kasus Paniai “Hanya Tuntut Satu Orang di Kasus Paniai, Jaksa Sedang Lindungi Siapa?”

Setelah 18 tahun […]