Pada 12 September – 7 Oktober 2022, Dewan HAM PBB mengadakan sesi reguler mereka yang ke-51. Di salah satu kesempatan general debate terkait laporan Komisioner Tinggi HAM pada 14 September, masyarakat sipil Indonesia, yang diwakili oleh Yuliana Langowuyo dari Franciscans International, mendapatkan kesempatan untuk berbicara mengenai situasi Papua. Pernyataan dibuka dengan upaya untuk mengingatkan masyarakat internasional bahwa pada tahun 2018, Komisioner Tinggi HAM telah diundang untuk berkunjung ke Papua oleh Presiden Joko Widodo. 

Sayangnya, kunjungan tersebut belum terpenuhi selama empat tahun berturut-turut. Alhasil, beliau menegaskan kondisi HAM Papua yang tidak kian membaik, akan tetapi memburuk. Beberapa contoh kasus dipaparkan oleh Ibu Yuliana seperti kasus penembakan empat warga Papua di Timika serta mutilasi dari enam warga Papua oleh TNI yang sedang menjadi banyak bahan pembicaraan saat ini.

Dua contoh kasus di atas kemudian berpengaruh pada 60.000 warga Papua yang menjadi pengungsi internal. Korban dari fenomena ini didominasi oleh perempuan dan anak kecil. Tak hanya sampai situ, warga setempat yang ingin mengutarakan pendapatnya mengenai kondisi terkini juga dibungkam dalam bentuk pelecehan serta penangkapan dan penahanan secara sewenang. Para jurnalis yang berniatan untuk menyoroti kasus-kasus di atas juga dibatasi sehingga gambaran kondisi di atas kurang mendapatkan berita yang paling up-to-date.

Menanggapi hal tersebut, Ibu Yuliana mendesak perwakilan dari Dewan HAM PBB untuk melakukan pengawasan ke Papua untuk mempercepat tindak lanjutnya terkait situasi dan kondisi yang semakin memburuk di Papua. Sedangkan perwakilan Indonesia dari Jenewa menjelaskan bahwa perlu adanya referensi khusus terkait kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di Papua seperti kasus mutilasi warga Papua sebagai salah satu contohnya. Perwakilan tersebut juga menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia ‘mengutuk’ perbuatan keji serta berjanji untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang sudah disampaikan. 

Menurutnya, salah satu bukti dari adanya rencana tindak lanjut dari janji tersebut adalah saat Presiden Jokowi yang memerintahkan Panglima TNI untuk menyelesaikan kasus ini dan mengadili semua pelaku. Alhasil, 9 tersangka sudah ditahan dan menjalani prosedur hukum yang berlaku. Selain itu, terdapat tindakan tegas juga dari Panglima TNI yang sudah mengunjungi Papua bahwa semua tersangka menghadapi berbagai tuduhan termasuk pembunuhan berencana dan artikel terancam hukuman penjara 20 tahun hingga seumur hidup.

Argumen serta pelaporan di atas dilanjutkan dengan penegasan sikap Indonesia terhadap kegiatan-kegiatan dari kelompok separatis di Papua bernamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang justru menyebabkan beberapa kerugian seperti penembakan dan penikaman 12 warga sipil, menewaskan 10 warga orang di Kabupaten Nduga, Papua. 

Hak jawab yang diajukan perwakilan Indonesia untuk menjelaskan hal di atas justru tidak membuktikan apapun selain bahwa Indonesia masih belum dapat menyelesaikan kekerasan yang ada di Papua. Narasi kekerasan yang diarahkan kepada kelompok separatis pun mengindikasikan ketidakmampuan, atau bahkan kegagalan Indonesia dalam menggunakan pendekatan militer untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua. Apa yang terjadi di Papua merupakan respons dari pengabaian hak-hak orang Papua.

Oleh karena itu, daripada terus menutupi kekerasan yang sebenarnya terjadi di Papua dengan berbagai narasi, pemerintah Indonesia harus membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat internasional, termasuk Dewan HAM PBB, untuk berkunjung ke Papua. Akses tersebut juga harus dibuka ke jurnalis asing, mengingat akses untuk masyarakat internasional ke Papua malah semakin sedikit dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, pemerintah juga bisa membuka informasi yang transparan mengenai dialog-dialog yang dicanangkan untuk menyelesaikan konflik, dan juga partisipasi orang Papua secara utuh dalam dialog tersebut.

15 September 2022
Badan Pekerja KontraS

Fatia Maulidiyanti
Koordinator KontraS

September 19, 2022

Pernyataan Masyarakat Sipil tentang Respons Indonesia dalam Sesi Dewan HAM PBB ke-51

Pada 12 September […]
September 13, 2022

“Ada BIN di balik Pembunuhan Munir: @Bjorka ingatkan Fakta Hukum untuk Tuntaskan Kasus Munir”

Pengungkapan kasus pembunuhan […]
September 9, 2022

Laporan Investigasi Tindak Pidana Perdagangan Orang di Pulau Sumba

I. Pengantar Fenomena […]
September 8, 2022

Peristiwa Kekerasan Terhadap Warga Sipil Terus berulang, Hentikan Segera Pendekatan Keamanan di Tanah Papua

Penggunaan pendekatan keamanan […]
September 6, 2022

Korban Bukan Objek Sosialisasi: Pembentukan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) Harus Melibatkan Korban Secara Aktif

KontraS (Komisi untuk […]
September 5, 2022

Lembar Fakta Rekayasa Kasus Polri

Kasus pembunuhan berencana […]
September 4, 2022

Lembar Fakta Penggunaan Senjata Api oleh POLRI 2021-2022

Selama bulan Juli […]
September 2, 2022

Ungkap dan Adili Kasus Dugaan Pembunuhan Disertai Mutilasi yang Melibatkan Prajurit TNI Dari Kesatuan Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo dan Warga Sipil di Mimika, Papua!

Komisi Untuk orang […]
September 2, 2022

Mendagri Tito Karnavian Jangan Membangkang dari Tindakan Korektif Ombudsman Republik Indonesia!

Komisi untuk Orang […]
September 1, 2022

Pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia terkait Pre-Session 4th Cycle of Universal Periodic Review (UPR)

Dalam Pre-Session Universal […]