Setelah satu tahun mengadopsi Lima Poin Konsensus terkait Myanmar (Five-Point Consensus on Myanmar), ASEAN dan negara-negara anggotanya belum mencapai progres apapun dalam menangani krisis hak asasi manusia dan humaniter yang disebabkan oleh junta militer. Kami, organisasi-organisasi yang bertanda tangan di bawah, mengecam kelambanan ASEAN dan mendesak blok regional ini untuk bergerak melampaui konsensus serta menyelaraskan upaya dengan komunitas internasional untuk segera mengatasi situasi mengerikan di Myanmar.

Lima Poin Konsensus ASEAN, yang disepakati oleh sembilan negara anggota ASEAN dan pemimpin junta Jenderal Senior Ming Aung Hlaing pada 24 April 2021, menetapkan komitmen blok regional untuk segera berupaya menghentikan kekerasan di negara tersebut dan agar semua pihak menahan diri sepenuhnya, mendorong dialog membangun dan memberikan bantuan kemanusiaan di Myanmar. Namun dengan mengecewakan, tidak satu pun dari poin konsensus ini telah dicapai secara penuh.

Pada tahun lalu, rezim brutal di Myanmar telah secara aktif merusak semangat dan isi Lima Poin Konsensus dan melanjutkan pelanggaran sistematisnya yang merupakan kekejaman, yang menyebabkan lebih dari 1.700 pembunuhan sementara lebih dari sepuluh ribu tahanan politik telah ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang. Pemimpin junta juga secara terang-terangan menolak untuk bekerja sama dengan blok regional setelah para pemimpin ASEAN tidak mengundang delegasi Myanmar untuk KTT ASEAN pada Oktober 2021. Kami mencatat bahwa ASEAN telah gagal untuk mengambil tindakan lebih lanjut dan komprehensif dan terus mengizinkan perwakilan junta untuk menghadiri sejumlah pertemuan-pertemuan ASEAN lainnya, sehingga merusak sikap politik untuk mengeluarkan mereka dari KTT.

Satu tahun berlalu semenjak Lima Poin Konsensus diadopsi, tetapi sulit mengamati adanya kemajuan signifikan untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di Myanmar. Mengandalkan Lima Poin Konsensus tanpa adanya kemajuan signifikan hanya akan memperpanjang teror dan penderitaan yang diderita oleh warga sipil di Myanmar, sambil mengikis kredibilitas dan legitimasi ASEAN.

Terlepas dari komitmen untuk terlibat dengan semua pemangku kepentingan, ASEAN terus-menerus menunjukkan keengganan untuk terlibat dengan pemerintah de-facto Myanmar, National Unity Government (NUG). Sebaliknya, Perdana Menteri Hun Sen dari Kamboja, dalam posisinya sebagai Ketua ASEAN saat ini, bersama dengan Utusan ASEAN untuk Myanmar saat ini, Wakil Perdana Menteri Prak Sokhonn mengunjungi pimpinan junta Ming Aung Hlaing di Myanmar pada Januari 2022 – sebuah langkah yang dilakukan tanpa persetujuan dari para pemimpin ASEAN lainnya. Masyarakat sipil di kawasan mengutuk tindakan itu sebagai ‘diplomasi jahat’, yang secara dramatis melemahkan pengaruh kolektif ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar. Delegasi tidak terlibat dengan NUG dan Presiden U Win Myint dan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi, gerakan pembangkangan sipil, dan kelompok etnis bersenjata selama kunjungan. Pada 27 April 2022, Daw Aung San Suu Kyi sekali lagi dijatuhi hukuman, kali ini lima tahun penjara atas tuduhan korupsi yang dibuat-buat, yang semakin menegaskan ketidakmampuan ASEAN dalam menyelesaikan krisis di Myanmar.

Dalam pidatonya pada 28 Maret 2022, Ming Aung Hlaing meminta kelompok etnis bersenjata untuk tidak terlibat dengan ‘kelompok teroris’ – merujuk pada NUG, yang telah dicap sebagai organisasi teroris oleh junta pada tahun 2021 dan kini menghadapi kemungkinan penangkapan. Junta juga sengaja membatasi akses bantuan kemanusiaan sebagai taktik untuk mendapatkan legitimasi dari blok regional dan komunitas internasional.

Dengan ketiadaan komitmen junta untuk menghormati Lima Poin Konsensus, kami mendesak para pemimpin ASEAN untuk bergerak melampauinya dan mencari solusi alternatif untuk mengatasi krisis di Myanmar secara bermakna. Satu tahun tidak bertindak sudah lebih dari cukup. Blok regional, bersama dengan masyarakat internasional, harus memastikan bahwa solusi alternatif apa pun tidak boleh menunda pelaksanaan tindakan nyata terhadap junta seperti yang dituntut oleh masyarakat sipil secara global termasuk meningkatkan sanksi, memberlakukan embargo senjata dan memastikan akuntabilitas terhadap junta.

 

ALTSEAN-Burma
Asia Democracy Network
Asia Justice and Rights (AJAR)
Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA)
CIVICUS: World Alliance for Citizen Participation
Commission for the Disappeared and Victims of Violence (KontraS)
Progressive Voice

Mei 12, 2022

Myanmar: Blok regional harus bergerak melampaui konsensus ASEAN yang gagal

Setelah satu tahun […]
Mei 12, 2022

24 Tahun Tragedi Trisakti: Isu HAM Kembali Jadi Jualan Tahun Politik?

Jelang peringatan ke-24 […]
Mei 11, 2022

Terus Berulang, Negara Selalu Brutal Dalam Menanggapi Aspirasi Masyarakat Papua

Komisi untuk Orang […]
Mei 9, 2022

Polda Metro Jaya Harus Ungkap dan Tuntaskan Kasus Dugaan tindak Penyiksaan dan Praktik Pemerasan Alm. Freddy Nicolaus di Polres Jakarta Selatan Berdasarkan Temuan Komnas HAM

Komisi untuk Orang […]
April 27, 2022

Putusan Majelis Hakim dalam Perkara M. Fikry dkk. adalah Karpet Merah bagi Kepolisian RI untuk Melanggengkan Praktik Penyiksaan dan Kasus Salah Tangkap

Senin (25/04), Tim […]
April 21, 2022

Kembali Berulang, Serangan Digital Menjelang Demonstrasi Harus Dihentikan

Komisi untuk Orang […]
April 21, 2022

M. Fikry, dkk Harus diputus Bebas dari Segala Dakwaan dan Tuntutan

Komisi Untuk Orang […]
April 20, 2022

PTUN dan Peradilan Militer Menolak Gugatan Atas Pengangkatan Penculik Jadi PANGDAM JAYA: Bukti TNI Kebal Hukum

Pada 19 April […]
April 19, 2022

Kebrutalan Polisi Berlanjut, Wujud Gagapnya Negara Menanggapi Kritik

Komisi untuk Orang […]
April 18, 2022

Suhakam Malaysia Menyimpulkan Hilangnya WNI Ruth Sitepu adalah Kejahatan Penghilangan Paksa Dengan Persetujuan Polisi Kerajaan Malaysia

Komisi untuk Orang […]