Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar dilakukannya proses pencarian terhadap salah seorang warga sipil a.n Sem Kobogau (yang selanjutnya disebut sebagai korban), yang mana berdasarkan informasi yang kami terima sebelumnya korban dibawa oleh 4 (empat) orang yang diduga merupakan anggota TNI. 

Adapun informasi terkait dengan hilangnya korban, yang kami terima sebagai berikut:

  1. Bahwa pada tanggal 05 Oktober 2021 sekitar Pukul 18.00 WIT, Korban yang saat itu sedang duduk di sebuah kios milik Sdr. Matius Dosay, yang tepat berada di depan SMA Negeri 1 Sagupa, ditangkap oleh 4 (empat) orang yang diduga anggota TNI, tanpa menjelaskan maksud dan tujuan penangkapan tersebut;
  2. Bahwa pada saat proses penangkapan tersebut, korban sempat berteriak minta tolong, kemudian 3 (tiga) orang teman korban sempat membantu korban, namun dikarenakan rekan-rekan korban kalah jumlah, korban kemudian langsung dibawa oleh 4 (emapt) orang yang diduga sebagai anggota TNI ke arah kantor Bupati Intan Jaya;
  3. Bahwa pada keesokan harinya, pihak keluarga dan beberapa warga mendatangi Polsek Sagupa guna mencari informasi terkait dengan kejelasan keberadaan korban. Namun pihak keluarga maupun beberapa warga yang mendatangi Polsek Sagupa tidak mendapati informasi terkait dengan keberadaan korban;
  4. Bahwa hingga saat ini keberadaan korban masih belum ditemukan dan tidak diketahui keberadaannya.

Bahwa terkait dengan peristiwa diatas, kami menilai, terjadinya tindakan penghilangan orang secara paksa terhadap korban merupakan buah dari tidak selesainya penanganan peristiwa serupa di Intan Jaya. Sehingga kami mengkhawatirkan penculikan dan hilangnya korban kembali akan mengulang peristiwa yang dialami oleh Pendeta Yeremia Zanambani, Luther Zanambani, dan Aphius Zanambani pada tahun 2020 lalu. Dimana dalam proses penuntasan kasus-kasus tersebut tidak dilakukan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan proses hukum yang cenderung tertutup. Dalam hal ini, telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh 4 (empat) prajurit TNI tersebut, karena apabila mengacu pada KUHAP dan UU TNI, prajurit TNI tidak diberikan kewenangan untuk melakukan upaya paksa dalam rangka penegakan hukum.

Penghilangan paksa terhadap korban telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa, yang dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “tidak seorangpun boleh dihilangkan secara paksa.” Dalam terjadinya penghilangan paksa telah melanggar sejumlah prinsip hak asasi manusia antara lain hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak atas kebebasan dan keamanan seseorang, hak untuk tidak menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak untuk hidup ketika orang yang hilang itu dibunuh, hak atas identitas, hak atas pengadilan yang adil dan jaminan peradilan, hak atas pemulihan yang efektif termasuk reparasi dan kompensasi, hak untuk mengetahui kebenaran tentang keadaan penghilangan [1].

Tidak hanya itu, penghilangan paksa terhadap korban setidaknya telah melanggar sejumlah ketentuan undang-undang, khususnya yang dikemukakan dalam Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang pada intinya menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa, dan tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.”  

Berdasarkan hal tersebut di atas, kami mendesak :

  1. Presiden menghentikan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan konflik di Papua yang terus mengakibatkan pelanggaran HAM terjadi;
  2. DPR untuk segera mengevaluasi pendekatan-pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah di Papua, hal ini penting dilakukan untuk menghentikan terjadinya tindakan kekerasan terhadap warga sipil
  3. Presiden bersama DPR segera meratifikasi Konvensi Internasional Anti Penghilangan Paksa dan mengesahkan UU pengesahan Pengesahan Konvensi Anti-Penghilangan Paksa;
  4. Gabungan TNI-Polri dan Komnas HAM melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas untuk menemukan korban dan mengungkapkan motif dari ditangkapnya korban secara sewenang-wenang;
  5. TNI menindak tegas prajuritnya apabila terbukti melakukan tindakan penghilangan paksa terhadap korban secara terbuka dan akuntabel, dan mengusut kesalahan pelaku dalam ranah peradilan umum.

[1]https://mediaindonesia.com/opini/429509/menuntaskan-kasus-penghilangan-paksa

Jakarta, 27 Oktober 2021
Badan Pekerja KontraS,

Arif Nur Fikri
Wakil Koordinator Bidang Advokasi

Narahubung : Adelita Kasih – 081311990790

Oktober 27, 2021

Keselamatan Warga Intan Jaya kian Terancam, Temukan dan Usut Tuntas Hilangnya Sem Kobogau

Komisi untuk Orang […]
Oktober 26, 2021

Tolak Tuntutan Jaksa, Majelis Hakim Vonis Pelaku Extrajudicial Killing Deki Susanto dengan Pasal Pembunuhan

Komisi untuk Orang […]
Oktober 19, 2021

Catatan 2 Tahun Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin : Demokrasi Perlahan Mati di Tangan Jokowi

Bertepatan dengan momentum […]
Oktober 15, 2021

Kepada Presiden dan DPR RI: Agenda Reformasi Polri Harus Segera Dituntaskan!

Baru-baru ini, Indonesia […]
Oktober 14, 2021

Tindak Tegas Aksi Brutal Aparat di Depan Kantor Bupati Kabupaten Tangerang

Komisi untuk Orang […]
Oktober 11, 2021

Ramainya #PercumaLaporPolisi: Saatnya Benahi dan Evaluasi Menyeluruh Institusi Kepolisian

Belakangan ini media […]
Oktober 10, 2021

Laporan Hari Anti Hukuman Mati Internasional: Konsistensi Negara dalam Melanggengkan Hukuman Mati

Bertepatan dengan Hari […]
Oktober 9, 2021

Pelantikan Komponen Cadangan: Produk Orde Baru Gaya Baru

Pada hari Kamis […]
Oktober 7, 2021

Dorongan Jaringan Organisasi HAM Internasional untuk Melindungi Pembela HAM di Indonesia

Komisi untuk Orang […]
Oktober 5, 2021

Menolak Rencana Pembongkaran Masjid Miftahul Huda – Sintang, Kalimantan Barat

Belum hilang rasa […]