Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar dilakukannya proses pencarian terhadap salah seorang warga sipil a.n Sem Kobogau (yang selanjutnya disebut sebagai korban), yang mana berdasarkan informasi yang kami terima sebelumnya korban dibawa oleh 4 (empat) orang yang diduga merupakan anggota TNI.
Adapun informasi terkait dengan hilangnya korban, yang kami terima sebagai berikut:
Bahwa terkait dengan peristiwa diatas, kami menilai, terjadinya tindakan penghilangan orang secara paksa terhadap korban merupakan buah dari tidak selesainya penanganan peristiwa serupa di Intan Jaya. Sehingga kami mengkhawatirkan penculikan dan hilangnya korban kembali akan mengulang peristiwa yang dialami oleh Pendeta Yeremia Zanambani, Luther Zanambani, dan Aphius Zanambani pada tahun 2020 lalu. Dimana dalam proses penuntasan kasus-kasus tersebut tidak dilakukan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan proses hukum yang cenderung tertutup. Dalam hal ini, telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh 4 (empat) prajurit TNI tersebut, karena apabila mengacu pada KUHAP dan UU TNI, prajurit TNI tidak diberikan kewenangan untuk melakukan upaya paksa dalam rangka penegakan hukum.
Penghilangan paksa terhadap korban telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa, yang dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “tidak seorangpun boleh dihilangkan secara paksa.” Dalam terjadinya penghilangan paksa telah melanggar sejumlah prinsip hak asasi manusia antara lain hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak atas kebebasan dan keamanan seseorang, hak untuk tidak menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak untuk hidup ketika orang yang hilang itu dibunuh, hak atas identitas, hak atas pengadilan yang adil dan jaminan peradilan, hak atas pemulihan yang efektif termasuk reparasi dan kompensasi, hak untuk mengetahui kebenaran tentang keadaan penghilangan [1].
Tidak hanya itu, penghilangan paksa terhadap korban setidaknya telah melanggar sejumlah ketentuan undang-undang, khususnya yang dikemukakan dalam Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang pada intinya menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa, dan tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.”
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami mendesak :
[1]https://mediaindonesia.com/opini/429509/menuntaskan-kasus-penghilangan-paksa
Jakarta, 27 Oktober 2021
Badan Pekerja KontraS,
Arif Nur Fikri
Wakil Koordinator Bidang Advokasi
Narahubung : Adelita Kasih – 081311990790