Pada 1 Februari 2024, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan peluncuran buku “Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998” dan peluncuran situs arsip digital terkait peristiwa kekerasan tahun 1998 khususnya dalam Peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998 yang dikemas dalam bentuk diskusi publik. Penculikan dan penghilangan orang secara paksa aktivis periode 1997-1998 merupakan satu dari sekian banyak rentetan peristiwa kekerasan Negara yang terjadi di masa Orde Baru yang belum terselesaikan hingga hari ini secara berkeadilan. Kini, Negara justru berupaya untuk memutihkan kasus dan menghapusnya dari ingatan masyarakat melalui upaya pembelokan fakta demi mendongkrak elektabilitas Prabowo Subianto, terduga pelaku penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998 yang menjadi salah satu calon Presiden dalam kontestasi pemilu tahun 2024.

Ruang-ruang diskusi seperti ini menjadi penting sebagai upaya untuk terus merawat ingatan dan mempertahankan kebenaran di tengah masifnya upaya-upaya pemberangusan kebenaran. Hadirnya buku “Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998” yang ditulis oleh Muhidin M. Dahlan dan situs arsip digital diharapkan dapat menjadi bahan penting untuk mengungkap kebenaran peristiwa yang telah terdokumentasikan dalam peristiwa tersebut sebagai bagian perjuangan dalam mendorong Negara agar menuntaskan kasus secara berkeadilan.  Lebih lanjut, hal yang tak kalah penting dalam diskusi ini ialah esensi dari adanya saluran pendidikan politik yang dilakukan melalui diseminasi informasi yang selama ini disembunyikan oleh rezim penguasa kepada masyarakat luas dan sebagai upaya perlawanan agar generasi masa kini dan masa depan bisa belajar dari sejarah dan memutus rantai kekerasan negara.

Diskusi ini dipandu oleh Irine Wardhani (Jurnalis) selaku moderator dengan menghadirkan 5 (lima) orang narasumber. Dalam ulasan bukunya saat diskusi publik, Muhidin M. Dahlan, selaku penulis buku, menyampaikan bahwa buku ini disusun sebagai bagian dari mendokumentasikan dan merawat ingatan akan sejarah kekerasan negara di Indonesia melalui kliping dokumentasi dan arsip tahun 1998. Tak hanya itu, Muhidin atau yang kerap disapa Gus Muh menyebut buku ini sebagai  bagian dari kerja politiknya untuk melawan dominasi dan hegemoni wacana kontra-sejarah untuk mengembalikan segala rangkaian kejadian yang sesungguhnya ke titik nol, di tengah berbagai disinformasi yang beredar saat ini. Gus Muh juga menyampaikan bahwa buku tersebut tidak hanya menyajikan soal pemberitaan mengenai Prabowo Subianto—melainkan juga menceritakan perjuangan Munir Said Thalib, seorang pembela HAM yang dibunuh oleh Negara karena memperjuangkan kebenaran dan kemudian meninggal dunia karena racun arsenik. Dalam buku tersebut, terdapat penggalan arsip dan dokumentasi keberanian Cak Munir dalam mengungkap kebenaran dan mengadvokasi kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 lewat organisasi yang didirikannya bersama keluarga korban penghilangan paksa yaitu KontraS.

Dalam diskusi ini, KontraS turut mengundang Pak Paian Siahaan, ayah dari Ucok Siahaan, salah satu dari 13 korban Penghilangan Paksa 1997-1998 yang masih hilang dinyatakan hilang oleh Komnas HAM sampai sekarang. Pak Paian memberi titik tekan bahwa kasus Penghilangan Paksa tak kunjung dituntaskan lantaran Negara enggan untuk menyelesaikan. Secara khusus, ia menyoroti tidak adanya komitmen dari Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc lewat Keputusan Presiden untuk kasus ini terhitung sejak Rekomendasi DPR RI dikeluarkan pada 2009. Dalam kondisi tersebut, ia berharap generasi muda mengetahui kebenaran yang ada dan mengajak generasi muda untuk turut memperjuangkan kasusnya mengingat kasus ini terus berlarut seiring terus bertambahnya usia para keluarga korban.

Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, menyampaikan bahwa Penghilangan Orang secara Paksa termasuk dalam kejahatan paling biadab, sebagaimana banyak dikemukakan oleh ahli hak asasi manusia dan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia kemudian menyoroti bahwa upaya penyelesaian kasus ini dihadapkan pada batu terjal berupa tiadanya kemauan politik yang diterjemahkan oleh negara dan tembok impunitas yang terus melindungi pelaku dari pertanggungjawaban pidana dan akuntabilitas atas perbuatan mereka.

Zoemrotin K. Susilo, Tim Ad Hoc Penyelidikan Komnas HAM untuk Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, menyampaikan permasalahan serupa dalam proses hukum kasus ini. Padahal, Tim Penyelidik telah memanggil Wiranto, Prabowo Subianto, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Faisal Tanjung—namun sayangnya mereka tidak pernah datang dan hanya diwakili oleh kuasa hukumnya. Tidak hanya itu, kuasa hukum mereka pun mendelegitimasi kerja-kerja tim penyelidikan Komnas HAM yang dianggap tidak sah lantaran keliru dalam memahami Pasal 42 Ayat (1) UU No. 26 tahun 2000 yang dianggap harus lebih dahulu dibentuk Pengadilan HAM ad hoc sebelum adanya tim penyelidik. Permohonan Komnas HAM kepada Pengadilan untuk melakukan pemanggilan paksa juga tidak pernah disetujui oleh Pengadilan. Terakhir, ia mengungkapkan bagaimana berkas hasil penyelidikan yang diserahkan kepada Kejaksaan Agung selalu dikembalikan tanpa dijelaskan apa kekurangan dari berkas tersebut.

Terakhir, Leila Chudori, seorang penulis tersohor dalam karyanya “Laut Bercerita” dan “Pulang” yang digandrungi anak muda, mengutarakan mengenai alasannya dalam membuat karya sastra yang menyoroti isu hak asasi manusia. Menurutnya, karya sastra dapat menghadirkan dimensi kemanusiaan karena melihat isu hak asasi manusia, khususnya pengalaman para korban Penculikan 1997-1998 yang sudah kembali, dari perspektif para korban sebagai seorang manusia. Karya sastra memberikan ruang untuk memahami isu hak asasi manusia dengan menempatkan langsung para korban sebagai tokoh, alih-alih memandang isu tersebut secara umum dan di permukaan.

Agenda kegiatan ini juga diisi dengan lantunan musik yang dibawakan oleh Hardingga, anak dari Yani Afri, salah satu korban 13 orang yang masih hilang pada peristiwa Penghilangan Paksa 1997-1998. KontraS dalam side event-nya juga menyajikan pameran visual yang memajang beberapa arsip, foto-foto 13 korban yang masih hilang, dan poster untuk mengakses situs INDAH. Situs tersebut berisi arsip yang sudah didigitalisasi dan dapat diakses melalui tautan berikut :

klik disini untuk melihat Website Arsip (INDAH)

Jakarta, 3 Februari 2024

Badan Pekerja KontraS

Dimas Bagus Arya

Koordinator

Februari 3, 2024

Peluncuran Buku “Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998” dan Situs Arsip Digital

Pada 1 Februari […]
Januari 31, 2024

Segera Bebaskan Daniel dan Hentikan Segala Bentuk Kriminalisasi 3 Pejuang Lingkungan #SaveKarimunjawa !!!

Koalisi Masyarakat Sipil […]
Januari 30, 2024

Jejak Kelam Tim Pemenangan: Figur di Balik Pelanggaran HAM Pada Tim Sukses dan Relawan Masing-masing Calon Presiden

Pemilihan Presiden dan […]
Januari 27, 2024

Fakta Persidangan 4 Polisi pada Kasus Meninggalnya Tahanan di Polresta Banyumas: 4 Polisi Divonis Bersalah Melakukan Penyiksaan, Usut Tuntas Atasan yang Terlibat!

Majelis Hakim Pengadilan […]
Januari 26, 2024

Hentikan Segera Semua Bentuk Pendekatan Militeristik: Penolakan Warga Atas Pertambangan di Blok Wabu Menelan Korban Jiwa

Komisi Untuk Orang […]
Januari 26, 2024

Masyarakat Sipil Menyerahkan Surat Permohonan Penolakan Permohonan Kasasi yang Diajukan Penuntut Umum dalam Kasus Kriminalisasi Fatia-Haris

Jakarta, Rabu, 24 […]
Januari 24, 2024

Pernyataan Jokowi soal Presiden Hingga Menteri Boleh Kampanye dan Memihak: Terang-terangan Rusak Etika Demokrasi dan Mencederai Martabat Pemilu

Sumber Foto : […]
Januari 23, 2024

Tolak Keberatan Kemensetneg! Alasan Pemberian Tanda Kehormatan kepada Terduga Pelaku Kejahatan Kemanusiaan Timor Leste (Eurico Guterres) Harus Diungkap ke Publik

Selasa, 23 Januari […]
Januari 22, 2024

17 Tahun Perjuangan Mempertahankan Tanah dan Ruang Hidup Belum Selesai!

Rumpin Bogor, 21 […]
Januari 21, 2024

Peluncuran Catatan Kritis: Atas Nama Proyek Strategis Nasional: Ruang Hidup Dirampas, Masyarakat Tertindas

Komisi untuk Orang […]