Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam berbagai tindakan represif aparat terhadap sejumlah mural yang berisikan kritik terhadap kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan Pandemi COVID-19. Dalam dua bulan terakhir, setidaknya terdapat enam mural yang berisikan kritik terhadap pemerintah dihapus oleh aparat.[1] Dalam beberapa kasus, seperti mural wajah Presiden Jokowi 404 Not Found, pelukis bahkan sampai diburu oleh pihak kepolisian.[2] Kami melihat bahwa di momentum kemerdekaan Indonesia yang ke-76, nampaknya masyarakat belum sepenuhnya menikmati kebebasannya dalam menyampaikan ekspresi bahkan lewat karya seni.

Ekspresi mural dalam bentuk apapun, khususnya kritik adalah hak dari warga negara.   Mural berisikan kritik terhadap pemerintah merupakan bentuk akumulasi kemarahan dan kekecewaan publik terhadap kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi dalam menangani Pandemi. Dalam beberapa bulan terakhir, masalah berkutat pada angka penyebaran virus yang tak terkendali, tingginya angka kematian, buruknya pelayanan kesehatan hingga warga yang tak mendapat penghasilan hingga berujung kelaparan. Hal tersebut tercermin dalam salah satu mural yang kemudian dihapus oleh pihak keamanan bertuliskan “Tuhan, Aku Lapar.”

Kami menilai upaya penertiban dan penghapusan sejumlah mural di beberapa daerah hanya akan memperburuk situasi kebebasan sipil di Indonesia. Terlebih lagi, penghapusan mural tersebut hanya ditujukan pada ekspresi kritik atas ketidakmampuan pemerintah dalam menangani masalah, baik pandemi maupun hal lain yang berkaitan dengan hak asasi manusia.

Di sisi lain, kami melihat bahwa polisi tidak memiliki dasar hukum untuk menindak serta menghapus mural, sebab penindakan terhadap hal tersebut bukanlah menjadi domain dari kepolisian. Mengacu pada standar hukum HAM internasional pembatasan terhadap hak sipil politik termasuk kemerdekan menyampaikan pendapat di muka umum dalam suatu masyarakat yang demokratis (democratic society) harus diatur berdasarkan hukum (prescribed by law).Alih-alih memperhatikan ketentuan hukum yang ada, kami melihat bahwa Negara lewat aparat kepolisian yang bertugas justru menunjukkan pemerintah begitu alergi terhadap kritik publik. Dalam kasus Jokowi Not Found, Polisi memburu pembuat mural dengan alasan yang mengada-ada yakni telah melakukan penghinaan terhadap Presiden sebagai lambang negara.[3] Padahal jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Presiden bukan merupakan bagian dari lambang negara tersebut.

Melukis mural harus dianggap sebagai sarana kreativitas untuk menyampaikan ekspresi kritis warga negara, bukan tindakan kriminal. Mural merupakan bagian dari karya seni dan wujud dari penyaluran bakat. Hal itu juga merupakan bagian dari alternatif penyampaian kritik disaat pembungkaman terus menerus dilakukan baik di ruang publik maupun digital. Walaupun pada akhirnya polisi menghentikan proses penyelidikan kasus mural,[4] memori ketakutan dalam menyampaikan ekspresi telah terbangun di tengah masyarakat. Paradigma aparat yang sensitif dan agresif di lapangan harus segera diubah. Kami mencatat setidaknya terdapat 19 kasus pelanggaran yang dilakukan aparat dengan bentuk pengejaran pengunggah konten, intimidasi penghapusan dokumentasi, penangkapan dan penetapan tersangka pengunggah dokumentasi, penganiayaan pelaku dokumentasi, kekerasan dan pemerasan pengunggah konten, penghapusan mural, dan persekusi pelaku pembuat konten. Adapun untuk konten mural, terdapat 8 dari keseluruhan jumlah kasus tersebut. 

Rangkaian kejadian tersebut juga akan berimplikasi pada kemunduran demokrasi dan penyusutan ruang sipil sebagaimana yang terjadi pada zaman otoritarian orde baru. Ketimbang menertibkan kritik yang disampaikan lewat mural, pemerintah seharunya membuka saluran komunikasi dan ruang diskusi seluas-luasnya kepada masyarakat. Ruang-ruang untuk menyampaikan ekspresi, baik secara luring dan daring terancam oleh sejumlah hal, seperti kekerasan kepolisian dan doxxing.

Berdasarkan hal tersebut di atas, kami mendesak sejumlah pihak, antara lain:

Pertama, Pemerintah Daerah untuk menjamin kebebasan berekspresi warga negara dalam bentuk apapun sebagai bagian dari kebebasan sipil dan menjaga marwah demokrasi di Indonesia

Kedua, Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan bentuk pendekatan penegakan hukum yang cenderung represif dan tidak perlu. Selain itu, institusi Kepolisian juga harus melakukan evaluasi anggotanya yang mengekang kebebasan masyarakat sipil lewat langkah teknis yang diambil. Kepolisian seharusnya fokus melakukan penegakan hukum dan pengawasan terhadap tindak pidana lain yang esensial, bukan justru mengurusi kritik.

 

Selasa, 24 Agustus 2021

 

 

 

Fatia Maulidiyanti

Koordinator

[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210823154801-20-684137/2-mural-kritis-dihapus-dalam-24-jam-seniman-jogja-tak-takut

[2] https://nasional.kompas.com/read/2021/08/18/14102211/pembuat-mural-404-not-found-diburu-polisi-dipertanyakan-karena-obyek-tidak?page=all

[3] https://news.detik.com/berita/d-5681736/polisi-buru-pembuat-mural-jokowi-404-not-found-presiden-lambang-negara

[4] https://www.beritasatu.com/megapolitan/816543/polisi-hentikan-penyelidikan-mural-jokowi-404-not-found

Agustus 24, 2021

Mural Bukan Kriminal, Melainkan Ekspresi Konstitusional

Komisi untuk Orang […]
Agustus 20, 2021

Penyegelan Masjid JAI di Kabupaten Sintang memperparah kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia

Koalisi Masyarakat Sipil […]
Agustus 19, 2021

Komnas HAM Tak Kunjung Menetapkan Kasus Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat, 101 Organisasi Membuat Surat Terbuka

Sekitar 101 organisasi […]
Agustus 18, 2021

Laporan Investigasi Sangihe, Sulawesi Utara

Pengantar Sebagai negara […]
Agustus 18, 2021

Darurat Impunitas, Pelaku Penyiksaan Alm. Sahbduin dan Alm. Henry Alfree Bakari Hanya Diproses Secara Etik/Disiplin

Komisi Untuk Orang […]
Agustus 18, 2021

Surat Terbuka: Mendesak Proses Peradilan Umum Anggota TNI Yang Melakukan Penembakan Terhadap Sdr. Marsal

Yth,  Panglima Kodam […]
Agustus 17, 2021

Pembubaran Aksi dengan Penembakan; Kekerasan Tidak Alpa terjadi di Papua

Komisi untuk Orang […]
Agustus 16, 2021

Koalisi Masyarakat Sipil Mengecam Keras Pemanggilan Terhadap LBH Padang oleh Polda Sumatera Barat

Sejumlah organisasi masyarakat […]
Agustus 16, 2021

Merespon Pidato Kenegaraan Presiden: Bukti Jokowi Abaikan HAM

Komisi untuk Orang […]
Agustus 14, 2021

16 Tahun Damai Aceh, Apa Kabar MOU Helsinki?

Sudah 16 Tahun […]