Kepada
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Jaksa Agung Republik Indonesia
Dengan hormat,
Kami dari Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI), sebuah aliansi organisasi masyarakat sipil dan individu yang meyakini bahwa hukuman mati tidak akan membawa keadilan dan mengadvokasi penghapusan hukuman mati di Indonesia dan di seluruh dunia, mengawal dan memantau perkembangan kasus Mary Jane Veloso, perempuan terpidana mati yang merupakan korban perekrutan ilegal dan perdagangan orang di negara asalnya Filipina. Terkait dengan perkembangan terbaru proses hukum kasus perdagangan orang di mana kesaksian Mary Jane Veloso dibutuhkan di pengadilan Filipina. JATI menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
JATI mengapresiasi rencana pengambilan kesaksian tertulis Mary Jane Veloso sebagai saksi korban perdagangan orang yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan Filipina melalui mekanisme Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLA). Kesaksian Mary Jane Veloso yang sudah dinanti sejak 2019, selepas Putusan Mahkamah Agung Filipina bernomor G.R No 240053 tertanggal 19 Oktober 2019 mengijinkan Mary Jane Veloso untuk memberikan kesaksiannya sebagai korban tindak pidana perdagangan manusia atas tindakan Maria Christina P. Sergio dan Julius Lacanilao, yang diperkuat putusan tanggal 4 Maret 2020 yang menolak semua keberatan Maria Christina P. Sergio dan Julius Lacanilao atas putusan sebelumnya. Kesaksian Mary Jane Veloso merupakan langkah penting untuk menegaskan bukti bahwa dia merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi sebagai kurir narkotika;
Bahwa pada Pengadilan Regional Nueva Ecija Filipina telah menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup serta denda sebesar 2 juta Peso kepada Maria Christina P. Sergio dan Julius Lacanilao atas tindakan perekrutan illegal tenaga kerja berskala besar berdasarkan putusan perkara No SD (15) – 3666 tertanggal 14 Januari 2020. Maria Christina P. Sergio dan Julius Lacanilao terbukti tidak memiliki lisensi resmi sebagai perekrut tenaga kerja untuk ditempatkan ke luar negeri. Mereka merupakan pelaku yang juga merekrut dan mengajak Mary Jane Veloso ke Malaysia dengan janji mendapat pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga;
Bahwa sejumlah pendapat hukum dan HAM12, eksaminasi hukum3 dan pendapat pakar4 sudah menyebutkan dugaan kuat bahwa Mary Jane Veloso merupakan korban perdagangan orang yang direkrut dan dieksploitasi untuk menjadi kurir narkotika;
Bahwa berdasarkan eksaminasi dan kajian tersebut di atas, dalam proses hukum di Indonesia, Mary Jane Veloso mengalami pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial) seperti tidak disediakannya juru bahasa yang mumpuni pada saat pemeriksaan dan persidangan, bantuan hukum yang tidak maksimal, tidak alat bukti yang menguatkan Mary Jane Veloso sebagai perantara bisnis narkotika, serta pembebanan pembuktian oleh terdakwa yang semestinya merupakan kewajiban penuntut umum;
Bahwa pada 29 April 2015 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memutuskan penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso dengan pertimbangan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan proses hukum yang sedang berlangsung di Filipina, di mana Mary Jane Veloso dibutuhkan keterangannya sebagai saksi dan/atau korban untuk mendapatkan keadilan;
Bahwa keputusan Presiden tersebut merupakan langkah penting yang harus dituntaskan untuk menunjukan komitmen negara dalam mencegah dan melakukan tindakan tegas atas kejahatan perdagangan manusia yang menimpa para pekerja migran;
Bahwa Indonesia dan Filipina telah meratifikasi Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia khususnya pada terhadap Perempuan dan Anak atau Protokol Palermo, yang merupakan Suplemen Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir. Di Indonesia Protokol tersebut diratifikasi melalui Undang-Undang 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).
Berdasarkan uraian di atas, maka JATI mendesak Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia:
Bahwa Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) mendefinisikan TPPO dengan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Dari definisi tersebut, JATI menegaskan berbagai pendapat ahli dan lembaga HAM nasional bahwa Mary Jane Veloso merupakan korban TPPO;
Bahwa hak-hak Mary Jane Veloso sebagai saksi korban kasus perdagangan orang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang dan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, harus dipastikan dipenuhi dan dihormati. Hak tersebut antara lain mendapat pendampingan hukum, mendapatkan informasi mengenai kasus di mana dia diambil keterangannya, mendapat perlindungan, repatriasi, dan pemulihan. Peristiwa pelanggaran fair trial dalam proses hukum sebelumnya, hendaknya menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali;
Bahwa dalam kasus perdagangan orang dikenal prinsip non-hukuman (non- punishment principle) yang menetapkan bahwa korban perdagangan tidak boleh dituntut atau dihukum atas tindakan melawan hukum yang mereka lakukan sebagai akibat dari perdagangan orang. Prinsip ini bukan berarti memberikan kekebalan hukum bagi Mary Jane Veloso, tapi alat untuk memberikan perlindungan terhadap Mary Jane Veloso, sebagai korban TPPO dan jaminan penyelesaian proses peradilan pidana berbasis HAM yang saat ini sedang berjalan di Filipina. Prinsip non-hukuman juga diamanatkan dalam Pasal 18 UU TPPO bahwa korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana. Serta penegasan Pasal 26 UU TPPO bahwa persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang;
Bahwa sebagai warga negara asing yang merupakan korban TPPO, Mary Jane Veloso berhak untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (2) UU TPPO, yakni dalam hal korban adalah warga negara asing yang berada di Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia;
Bahwa dari uraian di atas, komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan akses keadilan bagi Mary Jane Veloso sudah semestinya dituntaskan dengan membebaskannya dari hukuman melalui grasi kepada Mary Jane Veloso;
Bahwa kasus yang dialami oleh Mary Jane Veloso sebenarnya banyak dialami oleh pekerja migran Indonesia di luar negeri, tapi dalam perkembangan proses hukumnya kasus Mary Jane Veloso belum pernah terjadi sebelumnya (unprecedented case). Terobosan hukum untuk penerapan prinsip non-penghukuman akan menjadi preseden baik dalam perlindungan korban TPPO tidak hanya di Indonesia dan Filipina, tetapi juga di tingkat regional dan global;
Bahwa JATI percaya pidana mati terhadap Mary Jane Veloso tidak akan membawa keadilan bagi siapa pun, sebaliknya justru bertentangan dengan keadilan karena merenggut kehidupan perempuan miskin seperti Mary Jane Veloso. Maka, proses pengambilan kesaksian ini bukan sebagai titik akhir untuk melegitimasi eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso tapi justru babak baru dalam menempuh proses upaya hukum dengan tujuan untuk membebaskan Mary Jane Veloso dari pidana mati. Sehingga JATI mendesak Pemerintah Indonesia menuntaskan kasus Mary Jane Veloso di Indonesia melalui saluran keadilan hukum yang tersedia sebagai komitmen Pemerintah Indonesia melawan TPPO.
Bahwa JATI sebagai representasi dari masyarakat sipil akan terus mengawal proses hukum kasus Mary Jane Veloso baik di Indonesia dan Filipina, serta terus menuntut pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menjalankan proses secara transparan dan akuntabel dengan berpegang pada prinsip HAM dan keadilan gender.
Demikian surat desaskan ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
JARINGAN TOLAK HUKUMAN MATI (JATI)
Lembaga:
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM)
Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)
JPIC Divina Providentia Kupang
Persatuan Gereja Indonesia (PGI)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
Komunitas Sant’Egidio Indonesia
Solidaritas Perempuan
Zero Human Trafficking Network (ZHTN)
Perkumpulan Pegiat Kesehatan Masyarakat (SAFETY)
F-SEDAR
Migrant CARE
Solidaritas Perempuan Lampung
Reprieve
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY)
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
Yayasan Istri Binangkit
KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang
PADMA INDONESIA
SOLID PAPUA
GANAS COMMUNITY (Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas) Taiwan
YAYASAN MENTARI (US)
Konsul Penyintas Indonesia
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI)
Amnesty International Indonesia
Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM)
Yayasan Mutiara Maharani (YMM)
KDS EMC2 Cengkareng
Dark BALI
Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
Jaringan Pekerja Rumahan Indonesia (JPRI)
WOMXN’S VOICE
Fighting For Feminism (TRIPLE-F)
Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI)
Institut Sarinah
Kidung – Subang
Asosiasi Purna Pekerja Migran Indonesia (APPMI)
F-BUMINU SARBUMUSI
Rumpun Perempuan dan Anak Riau (RUPARI)
Persatuan Perempuan Residivis Indonesia
Perempuan Mahardhika
Persatuan Mahasiswa Universitas Terbuka Hong Kong (PERMA UTHK)
Perkumpulan Peduli Kebijakan Napza (PPKN)
Bhatida Indonesia
Perkumpulan Sopir Trailer Tanjung Priok (PSTTP)
Komunitas HANAF
Driver Karisidenan Madiun (DKM)
Barisan Relawan Jalan Perubahan Hong Kong (BARAJP BPLN HK)
Unbound Now Indonesia
JALA PRT
TalithaKum Indonesia Jaringan Jakarta
HRWG
BEBESEA
Forum Peduli Anak Bangsa
Jaringan Buruh Migran (JBM)
Forum Islam Progresif
IPPMI (Ikatan Persaudaraan Pekerja Migran Indonesia)
CAKSANA Institute – law and public policy Reform, JOGJA
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat Kota Bandung
Yayasan Sakura Indonesia
O.U.R. Indonesia
KAPAL Perempuan
Perkumpulan Suara Kita
FORMASI Disabilitas
SIGAB Indonesia
JRS Indonesia
PERTIMIG Malaysia
Indonesian Migrant Workers Union – Hong Kong & Macau
Assosiasi Buruh Migran Indonesia Hong Kong (ATKI-HK)
Persatuan BMI Tolak Overchargin – PILAR Hong Kong
Liga Pekerja Migran Indonesia – LIPMI Hong Kong
Jaringan Buruh Migran Indonesia – JBMI Hong Kong, Macau, Taiwan
Gabungan Migran Muslim Indonesia – GAMMI Hong Kong
IMPARSIAL
Asosiasi LBH APIK Indonesia
LBH JAKARTA
Migran Pos
Individu:
Sr Laurentina SDP
Pdt. Krise Gosal
Anwar Ma’arif (Bobi)
Yuni Asriyanti
Pdt. Henrek Lokra
Robert B. Triyana
Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus
Anastasia Kiki
Gabriel Goa
Shandra Woworuntu (US)
Thaufiek Zulbahary
Puspa Yunita
Herdayanti
Samsudin Nurseha
Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo
Nurkholis
Darda Syahrizal
Ermelina Singereta (Advokat di Dike Nomia Law Firm)
Lusya Loko Dai
Vivi Octavia
Cythia Puspitasari
Tohase
Dewi Tjakrawinata
Eva K Sundari
Panca Saktiyani
Mamik Sri Supatmi
Paryanto
Ali Nurdin
Wahyu Nara Saputro
Novia Arluma
Nofia Erizka Lubis, S.H.
Dina Nuriyati
Maizidah Salas
Th. Triza Yusino
Maria Selastiningsih
Yuliana M. Benu
Ririn Sefsani
Nunuk Margiati
Juple
Pudji Tursana
Shantoy Hades
Damairia Pakpahan
Daniel Awigra
Dade Gunadi Firdaus
Olin Monteiro
Savitri Wisnuwardhani
Agung Kurniawan
Wasingatu Zakiyah
Budhis Utami
Isti Komah
Valentina Utari
Rully Winata
Christian Pascha
Valentina Sri Wijiyanti
Retnowati Iskandar
Naomi Srikandi
Siti Alviyah
Khotimun Sutanti